Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Jumat, 16 Desember 2022

Emosi Tanpa Reaksi

 


Emosi adalah pemicu awal, dari emosi muncul sebuah perasaan, selanjutkan adalah tangisan. 

Kamu, jangan pernah memancingku untuk sebuah tangisan jika tidak siap merelakan bahumu untuk sandaran.


...


Saat ini aku sedang dalam fase belajar untuk tidak terintimidasi oleh apapun di dunia ini, terutama oleh hal-hal yang ada di sekitarku.

Aku juga sedang berusaha meyakinkan diri bahwa tidak semua yang aku lakukan untuk orang lain dapat diterima oleh mereka, sekalipun itu sebuah kebaikan. Karena setiap orang mempunyai standar kehidupan yang berbeda-beda, mungkin lebih tepatnya adalah mereka mempunyai pendirian untuk menerima ataupun menolak. 


Kehidupan itu seperti sungai deras yang tidak bisa dikontrol, maka kita harus belajar mengarunginya tanpa tenggelam. Sekalipun sulit tapi sebisa mungkin jangan sampai terbawa arus, justru kita sebagai manusia yang harus menciptakan banyak arus untuk kehidupan kita sendiri, dalam artian yang baik, bahwa tidak menutup kemungkinan setiap langkah kita akan selalu bertemu dengan berbagai masalah sebagai proses pendewasaan. 


Kita juga harus lebih hati-hati jika berucap dan membuka diri kepada orang lain, karena faktanya masih banyak orang yang hanya ingin tau tanpa mau peduli, hanya bertanya tanpa mau mengerti, pemikiran kita jangan sampai terbawa suasana apalagi sampai terduduk nyaman bersama seseorang yang kapan saja  bisa berubah tanpa  permisi apalagi kata maaf.

Masih banyak pula manusia yang cara berpikirnya masih tertutup, yang cara menyikapi keterbukaan dan kejujuran orang lain sebagai ancaman ataupun sesuatu yang hanya dilihat dari sisi buruknya, langsung menghakimi tanpa melihat dari kedua arah, seolah-olah mereka paling suci dan paling benar dari pembenaran yang mereka buat sendiri.

Belum banyak orang yang bersikap netral dan menghargai perbedaan atas pilihan orang lain. 

Masih banyak kelompok yang hanya jadi pembasmi tanpa logika apalagi  cara berpikir yang terbuka. 

Dan yang lebih parahnya adalah mereka menjauhi segala bentuk kebebasan demi menjaga kenyamanan diri mereka sendiri, menilai suatu pandangan atas nama kebaikan hanya untuk diri mereka sendiri. 


Tidak peduli terhadap masa lalu seseorang, kebanyakan dari mereka hanya melihat apa yang terjadi saat ini, tidak pernah mau peduli dengan apa yang sudah kita lewati, tidak pernah mau peduli dengan banyaknya alasan yang mengantarkan kita ke kehidupan ini, yang mereka pedulikan hanya bagaimana hidup kita sekarang ini.

Telinga mereka tertutup oleh pendengaran buruk mereka sendiri, hati mereka tidak lagi memiliki pintu untuk batas perasaan yang kita alami, pikiran mereka sudah telanjur dipenuhi perkiraan buruk tentang kita. 


Andai saja semua orang mempunyai pemikiran yang terbuka, dalam artian selalu siap akan banyaknya perbedaan dan keragaman, juga terbuka dengan apapun pilihan orang lain  yang sudah ditimbang dan ditentukan. 

Tidak lagi mempunyai pandangan yang pendek apalagi harus menghakimi, tidak lagi menanggapi sesuatu hanya karena mencoba meluruskan karena tidak sejalan, dan tidak lagi memandang satu hal hanya dengan satu kiblat pendapat. Ya, andai saja. 


Padahal untuk menjadi manusia yang ikut memahami dan menghargai perbedaan tidak harus selalu berkomentar yang belum tentu komentarnya pun bisa membangun, cukup menjadi pendengar tanpa timbal balik antar dialog pun sudah lebih dari cukup. 

Tidak perlu saling mengadu dan bertukar emosi, cukup duduk saja sudah sangat berharga  bagi yang tidak sependapat, karena kebanyakan dari kita tidak terlalu butuh mulut, cukup membuka telinga saja sudah menjadi sebuah apresiasi besar, bahkan lebih berharga daripada pendapat ataupun kata-kata bijak yang terkadang malah menyakiti perasaan. 


Tentang hukum timbal balik, aku salah satu orang yang memegang teguh akan hukum itu. 

Ketika aku berbuat baik kepada seseorang  maka aku akan mendapatkan hal baik pula entah dari orang yang sama ataupun dari orang lain, dan ketika aku berbuat buruk kepada seseorang maka aku akan mendapatkan hal buruk pula dari orang yang sama atau dari orang lain. 

Disini bukan tentang memberi untuk suatu balasan, tapi tentang kenyataan dalam kehidupan manusia yang tidak pernah lepas dari peran orang lain. Makanya tercipta yang namanya timbal balik, ingin membalas kebaikan orang ataupun keburukan yang kita terima, bukan berarti sebuah dendam. 

Menjadi sesuatu yang wajar ketika kita selalu dapat kemudahan dalam segala hal, karena bisa saja dikehidupan masa lalu kita juga selalu membantu orang lain, memudahkan urusan orang lain, atau bisa saja dikehidupan kita kedepannya akan melakukan hal-hal baik kepada orang lain. 


Alam itu bijak dan selalu imbang juga berlaku adil kepada kita. Sebagai manusia kita tidak akan selalu dalam kebahagiaan, akan bertemu dengan banyak kesedihan ataupun kesusahan. Begitupun sebaliknya, kita tidak akan selalu dalam lingkaran yang sukar dan membingungkan juga keterpurukan, akan ada saatnya bertemu dengan senyuman juga tawa tanpa irama. 

Jangan pernah putus asa ataupun terlena, karena akan selalu ada dua hal dari apa yang kita alami dan kita lakukan. 


Tentang kehadiran orang lain dalam kehidupan kita, kita tidak bisa melebihi kapasitas dari apa yang kita miliki. 

Kita hanya bisa berkomunikasi sedalam kita mengenal diri kita sendiri.

Kita hanya bisa mengasihi dan mencintai sedalam kita mengasihi dan mencintai diri kita sendiri. 

Dan kita hanya  bisa berprilaku sebagaimana kesembuhan trauma kita sendiri. 


Sebenarnya tidak mudah untuk membawa orang baru dalam kehidupan kita, butuh proses panjang dan pertimbangan yang matang dan juga mendalam, karena kita harus memulai dari awal lagi, menyamakan persepsi lagi, menurunkan ego lagi, belajar memahami lagi, terbuka dengan hal-hal yang baru lagi, belajar saling mengerti lagi, menerima hal-hal yang sebenarnya tidak kita sukai lagi, dan masih banyak lagi yang sudah pasti menyita waktu dan tenaga juga pikiran. 

Aku menolak untuk kembali ke masa seperti itu lagi, berkali-kali menjauh dan menghindari keadaan yang arahnya sudah bisa ditebak akan seperti apa. 

Aku terlalu sayang dengan otak ku ini, terlalu tidak tega kepada hati ini, aku tidak akan membiarkan perasaan dan pikiran ini berada di zona yang merugi dan tidak berarti, apalagi untuk orang yang sama sekali tidak tau apa itu arti emosi.


Tidak ingin lagi jatuh hati apalagi sampai jatuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁