Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Minggu, 28 April 2024

Nugraha is My Name (part 29)

Nugraha is My Name (part 29)



PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 

 

-------


Beberapa jalan memang harus ditempuh sendirian, tidak dengan keluarga, teman, bahkan pasangan. 

Tapi hanya aku dan Dia. 


-------


Rasanya seperti menjadi manusia yang paling terpuruk di tengah dunia yang sebesar ini, padahal pada kenyataannya tidak ada apa-apanya dibanding kehidupan orang lain yang sama-sama masih berjuang untuk hidup mereka masing-masing.

Masih banyak yang lebih menderita oleh keadaan dalam hidupnya.

Kadang masih terselamatkan oleh istilah "masih untung".

Bersyukur, masih untung bisa tidur di atas kasur yang lumayan empuk, masih untung masih bisa tinggal di tempat beratap, masih untung bisa memakan makanan yang enak setiap hari, masih untung bisa melihat hal-hal baik, masih untung bisa ikut membantu meringankan beban orang lain padahal keadaan diri sendiri saja sedang dalam keadaan yang tidak baik, masih untung bisa mendapat hiburan tanpa harus mengeluarkan banyak biaya, masih untung ada HP yang memudahkan segala urusan, masih untung bisa bertemu makhluk-makhluk fana lainnya yang kadang kalau ngobrol kesana kemari tanpa sesuatu hal yang jelas, dan masih banyak untung lainnya terutama diberi kesehatan yang luar biasa yang mungkin lebih berarti dari hal apapun yang sudah ada.  


"Terkadang manusia berbicara semudah melempar batu ke laut, tapi dia tidak tau sedalam apakah batu itu tenggelam".


Ya, tidak semua orang akan paham dengan apa yang keluar dari mulutnya sendiri, dengan apa yang dia ucapkan dan katakan terhadap orang lain, apakah akan menyakiti atau tidak. 

Dan aku pribadi tidak bisa mengontrol itu semua. Aku hanya bisa mengatur ritme putaran perasaan dan pemikiran dengan apa yang aku dengar dan aku saksikan. Memang benar, tidak semua hal membutuhkan reaksi apalagi emosi. Semua tergantung pada apa yang akan aku lakukan, apakah harus merespon atau membiarkannya begitu saja. Meskipun terkadang masih banyak hal-hal yang tidak pernah aku prediksi sebelumnya. Apalagi tentang pertemuan yang sebenarnya sudah lama aku hindari. 


2021 awal perkenalan, 2022 awal pertemuan, dekat, cukup dekat dan berakhir karena sebuah konflik juga keadaan yang tidak ingin aku hadapi. Mungkin bisa dibilang aku pengecut, tapi logikaku tetap berjalan sedalam apapun perasaan itu. 

Aku pernah berjanji akan membalas budi kepada siapapun yang hadir dalam keadaanku yang sedang tidak baik-baik saja, siapapun orangnya, sejauh apapun jaraknya, setidak menyenangkan pribadinya, tapi tidak jika hal yang seperti itu harus hadir kembali. 


Dia pernah membantuku melewati masa-masa itu, part 9-10-11-27-28.

Terimakasih, tapi aku pikir untuk saat ini semua itu tidak perlu lagi. 

Sebuah kebetulan, ketika aku sedang ada konflik dengan dia, my fucking dadd actually, dia selalu hadir kembali dalam kehidupanku. 

Sebenarnya aku tidak percaya yang namanya kebetulan, tapi apapun rencana-Nya, kebetulan itu selalu terjadi dalam hidupku.

Setelah kembali bertemu dengannya disaat momen lebaran kemarin, kami menjadi dekat lagi. 

Tidak akan ada yang menyadari kedekatan kita seperti apa, kami pandai dalam menyembunyikan semuanya. Dibalut dengan candaan dan penuh cacian, tapi seperti yang sudah bisa ditebak bagaimana keadaan yang sebenarnya. 

Aku bisa saja melanjutkan itu semua, apalagi dengan cara berpikir dia saat ini yang jauh lebih dewasa dibanding 2 tahun yang lalu, yang ya mungkin akan lebih nyambung untuk berbicara dan membahas hal-hal yang cukup penting. Tapi aku memilih untuk tidak melakukan itu semua. 

Aku sudah mengatakan kepadanya bahwa itu adalah masa lalu yang dengan tegasnya aku juga mengatakan bahwa semua itu sudah berlalu. Kita bisa berteman atau seperti adik dan kakak tanpa ragu akan timbulnya hal-hal yang seperti itu. Mungkin sulit untuk dipercaya, tapi aku sudah membuktikannya kepada diriku dan dia juga orang-orang di sekitarku, aku memang mempunyai jalan yang berbeda dari kebanyakan orang dengan segala pertimbangan dan pemikiran juga segala risikonya, tapi itu hanyalah sebuah rasa yang sejauh ini selalu bisa aku kendalikan. Ya, sangat mudah untuk saat ini. Perilaku dan kebiasaanku sudah seperti orang lain pada umumnya. 

Lagi pula aku tidak terlalu peduli dengan apa yang akan orang lain pikirkan, selama aku tidak melakukan hal-hal aneh didepan mereka. 

Dan terlalu berlebihan jika aku masih memikirkan dan khawatir siapa yang akan menyukaiku dan siapa yang tidak menyukaiku, aku memiliki hal-hal yang lebih penting untuk dilakukan.

Mereka, siapapun itu, jika pikirannya positif akan melihat diriku yang sejatinya dan sebenarnya bukan karena prasangka ataupun hal-hal buruk yang pernah terjadi. 

Jika ada yang mencintaiku, aku akan mencintanya.

Jika ada yang mendukungku, aku akan mendukungnya.

Tapi bisa dipastikan itu tidak harus kamu (tidak perlu inisial), mohon maaf. 

Jika ada yang membenciku, aku tidak peduli.

Hidupku tetap berjalan dengan ataupun tanpa gunjingan orang. 


Aku juga sudah mengatakan kepadamu bahwa aku akan ada untukmu jika suatu saat membutuhkanku seperti biasanya dalam hal apapun itu. 


Hal yang aku hindari adalah kembali ke tempat itu, tapi dengan mudahnya Dia membawaku ke dalam keadaan mau tidak mau pada akhirnya aku masih tetap harus berjalan ke lingkungan itu dan bertatap hingga bertegur sapa bahkan bersalaman. 

Aku sempat berjanji untuk menghindarinya, tapi dan tapi Dia selalu saja dengan entengnya menempatkanku pada situasi itu. 


Aku membencinya, demi nama Dia yang maha Kuasa. Saking membencinya aku tidak lagi bisa merasakan bagaimana rasanya rasa sakit itu yang seharusnya bisa aku utarakan. 

Orang yang seharusnya bisa menjadi tujuan ketika aku sebagai anak sedang terjatuh dan terpojok oleh keadaan nasib yang kurang baik. 

Orang yang seharusnya menjadi pendengar ketika aku sedang dalam perjalanan yang hampa dan tanpa arah.

Orang yang seharusnya menyediakan bahunya ketika aku lelah dengan berbagai kenyataan hidup yang sudah jelas tanpa tujuan harus seperti apa dan bagaimana. 

Orang yang seharusnya tau betapa butuhnya aku sebagai anak figur dia yang sebenarnya. 

Aku tau aku sudah cukup umur untuk banyak hal yang mungkin akan biasa saja bagi anak-anak yang lainnya. Tapi aku bukan anak-anak yang lain itu. Aku masih membutuhkan sosok seperti dia, aku tidak menantikan pemberiannya, aku hanya butuh keberadaan dia yang sebenarnya. 

Aku tidak sekuat itu untuk menghadapi kehidupan ini. Aku merasa lelah dan ingin menyerah. Bertahun-tahun aku hidup sendiri. Bertahan dari berbagai macam masalah dan banyaknya cobaan. Aku bisa mencari materi sendiri dengan segala cara yang aku bisa, tapi aku tidak bisa mencari pengganti dirinya. Sedewsa ini aku masih ingin duduk berdua dengannya dan mengutarakan banyak perasaan dan keinginan juga rencana-rencana besar dalam hidupku. Tapi kenapa dia tidak mau dan tidak bisa? 

Setidak penting itukah keberadaanku baginya? 


Aku ini masih manusia. 

Seberapa pun aku merasa aku sangat kuat, aku tetaplah manusia yang bisa merasa lelah, marah, sedih, dan segala bentuk ketidak baik-baikan dalam hidup. 

Aku pernah ada di fase yang paling menyedihkan dalam hidup. Ketika aku hanya terdiam dengan tatapan kosong, lalu aku menangis karena tidak ada pilihan lain selain bertahan pada situasi yang sebenarnya tidak aku inginkan.

Tidak semua orang tau bagaimana aku kuatnya menjaga, mengontrol isi hati, fikiran serta perasaanku untuk terlihat baik-baik saja.


Tapi sekarang aku sadar, membencinya tidak ada hal baik yang akan aku dapat. Semakin aku membencinya, berarti aku semakin membenci diriku sendiri. 


Tidak ada yang salah darinya, semua ini hanya perasaanku yang menginginkan hal yang sudah jelas tidak akan pernah aku dapatkan. 

Aku akan berhenti berekspektasi bahwa orang lain akan mencintaiku seperti layaknya aku mencintai mereka.

Aku sudah berubah menjadi lebih baik untuk diriku dan untuknya, dengan merubah perilakuku, menjaga nama baiknya, dan apapun itu sudah aku lakukan tanpa dia sadari dan tidak harus dia ketahui. 

Aku akan membiarkan semua seperti seharusnya. 

Aku memang menginginkannya, tapi aku akan menganggap bahwa hal itu tidak harus aku dapatkan lagi seumur hidupku. Aku akan berusaha berdamai dengan keadaan diantara kita yang besar kemungkinan tidak sedekat hubungan antara anak dan ayah pada umumnya. 

Aku akan sedikit iri dengan anak-anak lain, tapi mereka juga harus iri dengan kehidupanku yang akan tetap baik-baik saja tanpa sosok itu.


Aku akan tetap berusaha hidup dengan baik dan tenang, hidup dengan sebahagia- bahagianya dengan caraku sendiri.

Mencari yang membuatku senang dan tetap menghargai kesenangan orang lain. Tetap menjadi manusia yang memanusiakan manusia lain ditengah perjalanan hidupku yang sudah pasti tidak akan selalu baik-baik saja seperti saat ini. 

Aku juga akan belajar untuk meromantisasi hidup, tidak menyimpan sakit hati, dendam dan tidak merusak kebahagiaan orang lain.


Karena masalah yang sekarang aku hadapi, mungkin aku merasa cemas, gelisah dan sedikit berlebihan dalam menyikapinya.

Tapi setelah diingat lagi, dulu juga pernah ada ribuan masalah yang sudah aku selesaikan. 

Aku tidak harus larut sedih dengan masalah yang sekarang yakin pernah berpikir dulu pun terasa sangat berat tapi berhasil aku hadapi dan aku lewati. Aku harus kembali yakin bahwa selalu ada solusi dari apa yang Dia ujikan. 


-------


Jika yang di depan membuatku takut dan yang dibelakang membuatku luka, maka aku akan melihat ke atas, melihat Dia yang tidak pernah gagal menolongku dalam setiap cobaan. 

Senin, 22 April 2024

Nugraha is My Name (part 28)

Nugraha is My Name (part 28)




PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


-------


Tidak semua orang tau bagaimana kita menjaga, mengontrol isi hati, pikiran serta perasaan kita agar selalu baik-baik saja. 

Lantas, kenapa harus terpengaruh oleh perkataan mereka yang tidak tau kebenarannya? 


-------


Sakit hati yang paling sulit untuk diungkapkan adalah sakit hati seorang anak terhadap orang tuanya. Karena mengungkapkannya saja akan membuat dunia menilai seorang anak menjadi durhaka.

Diluar dunia dan syari'at, tanpa kepercayaan mana pun maka ungkapan itu hanya akan menambah rasa sakit semakin dalam bahkan bisa menjadi mati rasa. 

Sebagai anak harus selalu menuruti kemauan orang tua, ancamannya adalah neraka yang berawal dari penggalan kalimat "ridho orang tua adalah ridho Tuhan....".

Lantas bagaimana dengan perasaan dan keinginan anak? 

Orang tua hanya ingin yang terbaik untuk anaknya, orang tua hanya ingin anaknya sukses dan bisa mengangkat derajat orang tuanya, tidak sedikit pula ketika mempunyai anak adalah agar ketika para orang tua sudah tua nanti berharap anak-anaknya akan mengurus mereka. 

Apakah anak sudah menjadi bagian dari sebuah investasi? 


Banyak orang yang segalanya bisa sendiri, semua beban dia tanggung sendiri, rasa sakit dan rasa bahagia dia telan sendiri. 

Baginya, bercerita dan terbuka kepada orang lain adalah sebuah kelemahan. 

Dan momennya selalu menjadi hal yang tidak pernah terkendali dengan semua rencana hingga  akhirnya aku bertanya: 

"Apakah kamu baik-baik saja?" 


Aku mampu melihat arti dari tatapan mata seperti itu, sudah bukan menjadi hal asing bagiku. Seperti dejavu, seperti melihat kehidupan masa lalu orang-orang yang pernah sangat dekat denganku. Atau mungkin diriku sendiri? 

Semua orang bisa berjalan sendirian tapi tidak  semua orang bisa hidup dalam kesendirian, adakalanya harus ada orang lain yang bisa dipercaya untuk berbagai macam ceritanya. Sederhananya adalah ada orang yang bisa menjadi pendengar. 

Ditengah perjalanan hidup yang terkadang membingungkan ini, kita tidak terlalu butuh orang-orang yang memberi solusi, karena kita hanya butuh telinga mereka dengan mulut tertutup tanpa berusaha untuk menghakimi. 


Aku pribadi bukan orang yang dituntut oleh keadaan hingga harus memenuhi kebutuhan atau menghidupi orang lain, baik itu orang terdekat termasuk keluarga. Tanggung jawabku hanya diriku sendiri. Makanya aku bisa dengan leluasa untuk berjalan bahkan berlari kemana pun aku mau. Tidak ada beban yang tertinggal, tidak ada alasan untuk kembali jika aku tidak mau, tidak ada rumah untuk dituju, point-nya adalah tidak ada seorang pun yang membutuhkan apalagi menunggu kepulanganku.

Sebebas itu kehidupanku, begitu menyenangkan.  Tidak sedikit orang yang mendambakan kehidupan sepertiku. Tapi itu bagi mereka orang-orang yang tidak tau betapa kosongnya perasaanku.


Apakah aku bahagia? 

Aku tidak pernah merasa tidak bahagia. Bahkan ketika aku tidak bahagia pun, aku mampu menciptakan kebahagiaan dengan caraku sendiri. Entah itu dari rasa sakit yang sedang aku alami, entah itu dari apa yang sedang aku pikirkan, ataupun hal-hal kecil yang biasa saja bagi orang lain tapi menjadi sesuatu yang luar biasa jika sudah terjadi pada diriku. 


Ada beberapa percakapan antara aku dengan seseorang. Selama perkenalan kita dari tahun 2021 lalu, baru beberapa hari yang lalu kita membahas sesuatu yang aku pikir menjadi hal ter-deep sejauh ini. Tapi masih terkesan santai bukan sesuatu yang terlalu berlebihan. 


Tentu saja aku bukan anak kecil yang dengan polosnya untuk mendengar dan menanggapi apa yang dia katakan, mungkin reaksiku berlebihan tapi pikiranku masih berada di jalur dengan segala logikanya. Sehingga aku masih bisa memilih bagian mana yang perlu dijadikan pembahasan dan bagian mana yang aku pikir tidak terlalu penting untuk aku tanggapi. 

Ayolah! Aku bukan anak kemarin sore. 


Aku bukan ahli dalam bidang memberi solusi, karena aku tau kapasitasku sejauh mana dan seperti apa. Apalagi keadaanku juga yang sedang tidak baik-baik saja. 

Tapi aku pikir bahwa diriku sangat ahli dalam mencari titik dimana lawan bicaraku harus mengungkapkan perasaan terdalam dalam dirinya. 


"Siapa yang terpenting dalam hidupmu?"

Hingga akhirnya dia mengatakan bahwa keluarga adalah segalanya. Dia tidak bisa jauh dari keluarganya. Keluarga adalah hal terpenting baginya. 


Tidak ada yang salah dari itu semua. 

Tapi saat aku bertanya, dari sekian banyak orang yang ada dalam lingkungan keluarga, ditengah-tengah pengorbanan dia untuk keluarga, dengan segala macam cara usaha dia untuk keluarga, ada satu orang yang sangat penting untuk dia bahagiakan, siapkah orang itu? 

Diluar prediksi, dia kebingungan untuk menjawab itu. Beberapa kali dia menjawab dengan jawaban yang aku pikir belum tepat. 


Kataku.

Kamu harus ingat, kamu adalah segalanya bagi mereka, begitupun mereka yang seberharga itu bagimu. 

Mungkin memang bukan tugasmu untuk membahagiakan orang lain meskipun itu keluarga, tapi semua orang mempunyai pilihan dalam hidupnya, entah itu terpaksa atau memang sudah menjadi bagian dalam dirinya. Tapi mereka hanya bagian ditengah perjalanan hidupmu, sewajar, secukup dan seperlunya saja, karena ada yang lebih penting daripada mereka, yaitu diri kamu sendiri.

So, jangan lupa untuk membahagiakan diri kamu sendiri.


Reaksinya seperti baru tersadarkan dari mimpi panjang, dia baru paham dan mengerti bahwa dirinya adalah hal terpenting dalam hidupnya. 

Mungkin dia lupa bahwa setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk membahagiakan dirinya sendiri. 


Aku juga sempat bertanya tentang pengalaman yang membahagiakan baginya selama dia hidup.

Jawabannya cukup standar bagi orang yang sepantaran dia. Ya, lumayanlah. 

Lalu aku bertanya tentang pengalaman atau hal yang membuat dia bersedih.

Kamu bisa menebak apa yang terjadi? 

Tidak ada reaksi yang terjadi, dia hanya menjawab, "bingung".


Bingung adalah satu kata yang menyimpan banyak jawaban. 

Bukan hal yang menyenangkan tentu saja, tapi bingung karena terlalu banyak bagian mana yang harus dipilih dan diungkapkan. 


-------


Tidak ada yang spesial dariku.

Sebaik-baiknya aku lebih baik orang lain, seburuk-buruknya orang lain, lebih buruk diriku.

Tapi bisa dipastikan apa yang aku katakan adalah sebuah kebenaran berdasarkan logika dan perasaan bukan menyudutkan apalagi sebuah kepalsuan. 

Selasa, 16 April 2024

Nugraha is My Name (part 27)

Nugraha is My Name (part 27)


PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


-------


Jika rasa sakit yang Engkau berikan menurut-Mu terlalu mudah untuk hamba maka tambahkan rasa sakit yang lebih luar biasa sakitnya untuk hamba rasakan, Ya Tuhan! 


-------


Saat seseorang sedang hilang tanpa arah, maka dia akan bisa dengan cepat menentukan jalan mana yang akan dia pilih. Saat seseorang sedang berada dalam kegelapan, maka dia akan dengan mudah untuk menemukan cahaya.


Aku sedang berada dalam satu persimpangan yang membuatku bingung. Keduanya sudah ada dalam pikiranku yang melayang nestapa seperti debu yang dengan mudahnya terbawa angin. Tapi aku tau akan bagaimana akhirnya jika berusaha untuk melawan arah angin itu. Hingga akhirnya aku masih tetap bertahan dengan segala sesuatu yang sedari awal sudah aku putuskan dengan berbagai macam pikiran dan perasaan juga segala bentuk risikonya.


Momen lebaran adalah waktu dimana semua orang sangat antusias untuk bertemu dengan keluarganya. Menyempatkan waktu mereka untuk bisa bertatap muka dengan anggota keluarga lainnya. 

Tapi tidak bagiku. 

Aku tidak tau apa tujuanku untuk bertemu dengan mereka, selain hanya akan menambah rasa sakit yang luar biasa ini. 

Hubunganku dengan keluarga terutama orangtua yang sudah tidak baik-baik saja sejak lama. Ditambah aku sedang berusaha untuk menerima kenyataan bahwa aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka. Mungkin dulu aku mengira ini hanya perasaanku saja, tapi pada akhirnya itu bukan hanya ada dalam benak dan hatiku, karena ternyata semua itu benar-benar nyata dan terjadi dalam hidupku. 

"Dede sing kiat, sing sabar, sing narima, sing jembar hate na, wios nu atos mah da atos". 

Like what? 

Yang berkata demikian dia tidak pernah merasakan sedikit dari apa yang pernah bahkan sedang aku rasakan. Aku pikir untuk saat ini omongan itu tidak akan berarti apa-apa. Karena aku sudah menerima dan belajar berdamai lagi dengan berbagai kenyataan yang terjadi.


Aku kuat, aku tau itu. Sudah bertahun-tahun lamanya aku berjuang untuk mendapatkan penerimaan dan pengertian, tapi semakin aku berusaha maka semakin tidak ada semua harapan itu.

Makanya aku meminta kepada-Nya untuk menambangkan rasa sakit itu jika memang nantinya akan menjadi sebuah kebaikan untuk hidupku kedepannya. Akan dengan senang hati dan ikhlas aku menerima semua itu. 


Dalam momen lebaran kali ini juga aku malah harus bertemu dengan orang yang ada di part ke 10 & 11 setelah 6 bulan tidak pernah bertemu.  

Ditengah perjalanan singkat kita, aku dengan jiwa yang serba ingin tau perasaan dan keinginan terdalam orang lain seolah selalu digerogoti oleh pertanyaan yang mau tidak mau lawan bicaraku harus menjawab dengan yang sebenarnya. Ini bukan tentang perasaan yang tidak akan pernah berujung, tapi tentang andil dia untuk keluarganya yang membuat ingatanku selalu kembali ke tahun 2022.

Aku sudah membuang semua rasa itu sejak lama, tapi perasaan adalah perasaan. Perasaan yang terkadang menumbuhkan sedikit dari memori terdalamku. Bukan perasaan yang datang kembali, tapi memori yang malah menyeruak hadir dalam kebersamaan tanpa paksaan, mau tidak mau kami harus selalu bertatap dan saling bercanda tanpa sesuatu yang jelas. Harus basa-basi ringan hingga belajar munafik dengan percuma. 


Sekali lagi, aku tidak bisa menumbuhkan rasa yang sejak lama sudah dengan sengaja aku hilangkan, tapi ini tentang waktu yang membuat memori baru. 

Ditengah perjalanan kita harus satu kendaraan, makan dalam waktu yang bersamaan, perbincangan yang terus menerus memaksa kita untuk melanjutkan dialog tanpa judul dan frasa, bahkan dengan kosa kata yang sebenarnya sangat jarang aku ucapkan demi menghindari timbulnya rasa yang baru. Oya, aku sudah ahli dalam bidang menghindar dari berbagai sumber rasa sakit untuk sekarang ini. 

Aku semakin tau sifat dia yang sebenarnya, semakin lebih tau pribadi dia yang sesungguhnya, bagaimana dia berkata dan berprilaku, tatapan yang banyak menyimpan isyarat hingga aku sendiri yang lebih tau diri akan dan harus berpola pikir juga berprilaku seperti apa dan bagaimana. 


Aku sudah mengambil keputusan sejak semuanya terjadi, aku yang masih bisa mengendalikan semuanya dengan rasa sadar dan penuh perhitungan, makanya aku masih tetap dalam tahap sebatas mengaguminya dengan jarak yang cukup berbatas hingga tidak akan pernah ada celah untuk sesuatu yang lebih. 

Lagi pula aku tidak pernah berharap apapun darinya, karena memang tidak ada satu bagian pun yang bisa dijadikan alasan untuk hal lebih itu selain hanya mengaguminya saja. 


Kenapa aku masih terus mengagumi dia? 


Dia yang dengan segala kekurangannya sebagai anak tapi masih bisa dan mampu sekaligus bersedia untuk berkorban demi keluarganya. Apalagi dia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang mensupportnya. Dibalik riang gembira yang selalu dia perlihatkan, tersimpan berbagai macam pikiran dan perasaan yang semua orang juga tau bagaimana keadaan yang sebenarnya terjadi di dalam sana. Mungkin orang lain hanya tau dan mengerti tapi aku malah merasa empati dan simpati yang berlebihan. 

Mungkin itu salah satu kelemahanku. 


Dalam perjalanan kemarin aku juga semakin tau karakter asli orang lain yang tidak pernah terlihat sebelumnya dan mungkin ada beberapa karakterku juga yang baru diketahui oleh mereka. 

Dan aku sangat senang masih ada keluarga yang menganggapku ada. 


-------


Ikhlas itu ketika kita mendapat akhir yang berat dan menyakitkan juga menyedihkan, apakah masih bisa menerimanya atau tidak.