Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Senin, 26 Desember 2022

Pilihan dan Kebahagiaan



Tentang hati manusia, yang kapan saja bisa berubah, yang kapan saja bisa berganti rasa, yang setiap saat bisa membingungkan sekaligus menyenangkan, meskipun tetap ada satu ruang untuk satu orang, tapi hati juga menyediakan banyak ruang untuk yang lainnya.

Kembali ke sifat manusia yang memang tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimiliki ataupun dengan yang sudah ada, selalu punya keinginan lebih dan terus menerus menginginkan hal yang lebih lagi.


Ini bukan tentang melihat seberapa banyak nikmat, tapi tentang menikmati banyaknya godaan hidup tanpa rasa bersalah ataupun penyesalan, karena semua diterima dengan terbuka tanpa penolakan apalagi harus berlari menghindari banyaknya kesempatan yang tidak semua orang bisa dihampiri olehnya.


Ini semua tentang pilihan hidup, yang setiap orang mempunyai kesempatan untuk memilihnya, bukan tentang menjalani hidup dengan apa adanya, seperti air mengalir? Bagaimana kalau kita yang mengalirkan air? Bagaimana kalau kita yang membuat arus? Bagaimana kalau kita yang mengatur derasnya sungai kehidupan untuk diri kita sendiri? 

Ini bukan tentang takdir, tapi bicara tentang nasib yang semua orang bisa menentukannya.


No no! Jangan pernah mengajak orang lain untuk mengikuti apa yang kita pilih, untuk memilih aturan yang kita buat, kita tidak harus membahayakan hidup orang lain, kita tidak bisa menjanjikan kebahagiaan untuk orang lain pula, mungkin kita hanya bisa sejauh memberi cerminan atau gambaran, karena hidup setiap orang berbeda, tidak harus selalu sama, tidak ada kewajiban untuk satu garis dalam  kehidupan. 


Tentang pilihan hidup kamu, selama kamu tidak ikut campur urusan orang lain, selama kamu tidak merugikan orang lain, lalu kamu memutuskan untuk menjalani pilihan yang  kamu pilih dan kamu bahagia dengan itu, lantas kenapa harus ada yang dipermasalahkan? 

Baik buruk itu untuk diri kamu, itu tanggungjawab untuk hidup kamu, selama kamu nyaman kenapa harus mempermasalahkannya? 

Badan kamu itu milik kamu, hak kamu mau bagaimana kamu memperlakukannya, termasuk seluruh anggota tubuh dan pikiran, mental dan juga hati kamu. 

Jangan memperdulikan mulut orang lain yang diri sendirinya saja masih memiliki beban pikiran dan perasaan untuk hidupnya, jangan mendengarkan lagu tanpa irama apalagi tanpa suara, nikmati saja hidup kamu, sesukamu, kamu tunjuk yang kamu mau, kamu pilih yang kamu inginkan, jika ada halangan atau rintangan tunggu waktu untuk banyak kesempatan.


Ini bukan tentang motivasi hidup, tapi inilah aku, inilah diri aku yang aku pribadi melihatnya memang sangat jauh berbeda dari kebanyakan orang disekitar aku, aku bangga aku berbeda dari mereka, aku tidak berusaha membedakan diri dari yang lainnya, tapi ini tentang rasa bahagia yang aku rasakan setelah jauh berjalan dan berlari bahkan berkali-kali tertatih tanpa sandaran ataupun tongkat untuk membantu ku melangkah, sampai akhirnya aku menemukan diriku yang terdalam, sampai akhirnya aku mengenal diri aku yang sesungguhnya, aku tau apa yang terbaik untuk diri aku, aku tau mana yang bisa membuat hidup aku bahagia, aku tau kapasitas diri aku, aku tau cara berpikir dan mengelola perasaan untuk kehidupan aku. 


Meskipun, 


Meskipun terkadang aku masih tidak bisa mengontrol perasaan, karena bisa mengalahkan pikiran dengan pembenaran atas logikanya bahkan menolak untuk berdamai diantara keduanya. 

Hati aku lemah tapi kuat untuk dua hal, yaitu kebimbangan dan kemunafikan. 

Aku bisa memilih ingin dengan siapa, aku bisa menentukan seberapa banyak kesempatan untuk bisa mendapatkannya, tapi selalu terkalahkan oleh rasa bimbang dan rasa munafik dalam diriku. 

Sekuat itu, hingga akhirnya aku hanya memendam dan berlagak seperti tanpa ada rasa, karena rasanya yang datang dan pergi, hatiku yang sangat munafik tidak mau mengakui yang sebenarnya.


Mungkin, mungkin aku sedikit terganggu dengan fase permulaan dan penyesuaian, aku selalu menghindari untuk momen seperti itu, karena akan menghabiskan banyak waktu untuk melakukannya. Pengenalan dan pemahaman satu sama lain. 

Apakah aku disebut sebagai orang yang pengecut? Aku pikir iya tapi tidak juga, karena aku tetap bahagia dengan banyak rasa dan waktu yang aku jalani, meskipun datang dan pergi tapi selalu percaya dengan akan adanya banyak kesempatan, hanya sejauh mana aku bisa memanfaatkan kesempatan itu. 




Love your choice, your life..

Jumat, 23 Desember 2022

Penghujung Rasa dan Pikiran

 


Tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding kita tau bahwa kita itu "kurang" dan kita itu "lemah", tidak ada yang lebih bahagia semakin kita jauh berjalan dan semakin menjadi apa yang kita mau.


---


Apalah kita hanya manusia yang setiap hari hanya menunggu dan berharap hari esok yang lebih baik, mensyukuri hari ini sebagai anugrah, melupakan hari kemarin sebagai kenangan dan pembelajaran, kita tidak hidup dalam ratusan ataupun ribuan tahun, kita hanya hidup dalam 3 hari itu, belajar, bersyukur dan berharap. 

Lalu kenapa harus ada cita-cita yang setinggi langit? 

Atau kata-kata bijak yang selalu ada di halaman buku tulis, atau isian cita-cita yang harus diisi oleh teman sebangku untuk biodatanya, jika memang hidup kita hanya bisa untuk tiga hari itu? 

Tentu saja ini tulisan bukan untuk anak kecil atau orang yang close minded.

Ayah aku pernah ngomong gini, "jangan terlalu serius menatap masa depan yang belum tentu dapat kita lewati, jalani saja apa yang terjadi saat ini". 

Dulu se-bodoh itu untuk menepisnya dan menggantinya dengan kalimat "gantungkan cita-citamu setinggi langit bla bla bla", tapi semakin kesini semakin sadar bahwa this is real life, ini hidup yang sesungguhnya. 

No no! 

Bukan dalam artian bahwa kita tidak boleh ada keinginan atau harapan, tapi hidup dalam fase "jalani saja apa yang terjadi saat ini" saja sudah setengah mati. 


Ada saat dimana aku sadar bahwa masa lalu kita bisa merubah masa depan kita, dan terjadi sama aku yang tidak terlalu signifikan jika dilihat oleh orang lain, tapi begitu terasa perbedaanya oleh diri aku sendiri, untuk hidup aku. 

Ada manfaatnya aku pernah hidup dengan berbagai macam orangtua yang cara berpikir juga berprilaku yang berbeda tapi dengan tujuan yang sama, meskipun ada persamaannya diantara mereka yaitu keras dan tegas tanpa belas kasih apalagi ampun ataupun kelembutan. 

Dulu aku tidak terima hidup dengan cara seperti itu, aku menolak meskipun memang terpaksa dijejali dalam artian tidak ada pilihan lain, tapi lambat laun aku angkat tangan, aku ampun, aku pergi, aku mencari cara hidup sendiri, sampai aku menemukan solusi dan cara berpikir juga menyikapi kehidupan dengan keterbukaan dan kelapangan dan juga sedikit ampunan.

Ada sedikit penyesalan tapi bukan sesuatu yang aku sesali, kenapa itu semua tidak aku temukan di rumah atau lebih tepatnya di keluarga atau lebih spesifiknya pada orangtua. 


Aku melihatnya untuk kehidupan aku saat ini cara mendidik mereka yang dulu keras dan tegas sangat berguna banget, aku tidak gampang mengalah sama orang, selalu sarkas kalau bicara, tidak pernah mau kalah debat sekalipun itu aku kurang benar intinya debat aku harus menang, siapapun yang hidup dalam lingkungan aku harus dan wajib ikut aturan aku, jika salah akan dapat teriakan atau amarah, jika berkali-kali salah akan terhempas atau diabaikan, jika masih polos atau tidak sejalan ya aku bisa kasih cara yang baik, cara-cara dari A sampai Z for better, bahkan dari cara cuci kaki sampai cara makan juga sopan santun aku kasih tau, kamu nafas depan aku berarti kamu sudah bertanda tangan bahwa kamu menyerahkan seluruh hidup kamu dan bersedia untuk diatur dan di komplain sama aku, itu dalam artian yang tidak sebenarnya by the way, kurang lebih ikut aturan aku saja, begitu. 

Pernah ada yang berhasil ? Pernah. Aku pernah hidup dengan seseorang yang ketidaksengajaannya menyerahkan diri dan hati dengan pasti untuk hidup dengan aku. 


Apa saja sih ? 

Sebenarnya dari dasar, maaf tolong terimakasih, sopan santun, cara makan, mandi, dan lainnya. Penting? Tentu saja. Memang masih ada yang tidak tau? Sebenarnya beda orang beda cara. Aku meluruskan untuk yang terbaik.

Dan yang terpenting adalah cara berpikir. 

Kita harus terbuka dengan hal-hal yang baru, untuk hal-hal yang sebenarnya tidak sependapat dengan kita, untuk hal-hal yang sebenarnya tidak masuk akal untuk kita, terbuka untuk berbagai masukan dan juga kritik, terbuka untuk ilmu-ilmu baru, apapun itu dalam konteks open minded for everything. 

Kecuali pilihan agama dan politik, tapi masih terbuka untuk pendapat dan pandangan diantara keduanya. 


Oh iya, rasanya aku galak banget dan tegas ya? Tapi aku tidak seperti itu. 

Aku juga mempunyai sisi yang sebaliknya, karena ternyata tidak semua orang bisa menerima cara keras dan juga tegas. Semua kembali ke mental dasar setiap orang, kadang penyampaian informasi harus sesuai dengan kesiapan dan kondisi penerimanya. 

Tidak bisa kita memaksakan kehendak kita, tidak boleh kita memaksa orang untuk menjadi ataupun mengikuti yang kita mau, karena pengetahuan itu tidak jauh dengan paksaan, dipaksa atau terpaksa. Kita harus merubahnya dengan banyak pilihan, kita harus bersedia menyiapkan banyak hidangan, biarkan mereka yang mengambil cara yang mereka suka, biarkan mereka yang memilih cara yang mereka mau, kita bukan lagi hidup di zaman batu. 


Tentang cara berpikir, ini bagian terpenting dalam hidup aku terutama. 

Aku menemukannya dari banyak pendapat dan juga ilmu dari berbagai macam sumber, orang, dan juga secara langsung. 

Kalau disimpulkan, bahwa ketika aku berpikir maka cara berpikir aku tidak lagi bisa disimpulkan, karena cara berpikirku terlalu luas, aku bisa melihat dari banyak sisi, aku tidak bisa lagi men-judge seseorang bodoh hanya karena dia tidak naik kelas atau tidak bisa membaca atau berhitung, atau melihat seseorang itu jomblo, karena bisa saja dia memang tidak berusaha untuk mencari pacar atau terlalu menyimpan tipe yang terlalu tinggi, atau kurang dandan, atau belum bertemu dengan yang menyukai dia. Melihat orang yang kawin cerai, karena bisa saja dengan berbagai banyak masalah hidup dan banyak pilihan juga trauma dan juga luka, atau mungkin memang bosenan. 


Intinya adalah semakin terbuka cara berpikir maka semakin menghargai perbedaan dan juga pilihan orang. 


Iya, sayangnya aku menemukan itu semua diluar rumah. 

Terlalu terbuka cara berpikir aku, maka terlalu terbuka juga cara melihat dan menilai banyak hal, semakin terbuka cara berpikir aku, maka semakin terbuka juga cara aku menyimpulkan dan memutuskan banyak hal dan yang lebih parahnya adalah tidak ada keputusan sama sekali. 


Tentang melihat sifat seseorang, menilai sikap seseorang, menyimpulkan perilaku seseorang, menghargai perbedaan pendapat, menerima semua masukan dan kritikan, memberi pendapat juga kritis dan mendasar dalam artian langsung ke pokok untung dan ruginya, melihat agama dari berbagai aspek kehidupan manusia, sisi positif dan negatif dari politik, dan banyak lagi. 


Again, diri aku semakin kesini semakin istilahnya menyabotase diri sendiri, aku tidak tau kalau ada istilah lainnya, karena aku semakin tidak mau meminta dan lebih ke menghindari meminta bantuan kepada orang lain, tidak lagi membuka hati buat orang lain dan terutama orang baru, semakin tidak percaya orang lain dalam artian orang yang baru aku kenal, menutupi diri aku yang sebenarnya kepada orang lain terutama orang yang baru aku kenal. 

Aku terlalu nyaman hidup dengan lingkar kehidupan aku yang saat ini saja, tidak bersedia untuk memasukan orang baru, karena aku sedang tidak ingin ada masalah baru ataupun hal-hal yang tidak aku inginkan yang diluar jangkauan aku.


Kembali ke awal. 

Tentu saja aku tidak selalu seperti itu, ingat kembali bahwa aku hanya manusia biasa yang hidup dalam pembelajaran dan bersyukur juga berharap, adakalanya aku plin-plan, labil apalagi, moody sudah pasti karena aku katanya Gemini, aku juga katanya tidak konsisten, ya ini sudah pasti aku ada di fase tidak konsisten karena aku sudah ada di titik sudah bosan dalam menulis. Pasti ngawur kalau diteruskan😫

Sekian dan terimakasih🙏

Jumat, 16 Desember 2022

Emosi Tanpa Reaksi

 


Emosi adalah pemicu awal, dari emosi muncul sebuah perasaan, selanjutkan adalah tangisan. 

Kamu, jangan pernah memancingku untuk sebuah tangisan jika tidak siap merelakan bahumu untuk sandaran.


...


Saat ini aku sedang dalam fase belajar untuk tidak terintimidasi oleh apapun di dunia ini, terutama oleh hal-hal yang ada di sekitarku.

Aku juga sedang berusaha meyakinkan diri bahwa tidak semua yang aku lakukan untuk orang lain dapat diterima oleh mereka, sekalipun itu sebuah kebaikan. Karena setiap orang mempunyai standar kehidupan yang berbeda-beda, mungkin lebih tepatnya adalah mereka mempunyai pendirian untuk menerima ataupun menolak. 


Kehidupan itu seperti sungai deras yang tidak bisa dikontrol, maka kita harus belajar mengarunginya tanpa tenggelam. Sekalipun sulit tapi sebisa mungkin jangan sampai terbawa arus, justru kita sebagai manusia yang harus menciptakan banyak arus untuk kehidupan kita sendiri, dalam artian yang baik, bahwa tidak menutup kemungkinan setiap langkah kita akan selalu bertemu dengan berbagai masalah sebagai proses pendewasaan. 


Kita juga harus lebih hati-hati jika berucap dan membuka diri kepada orang lain, karena faktanya masih banyak orang yang hanya ingin tau tanpa mau peduli, hanya bertanya tanpa mau mengerti, pemikiran kita jangan sampai terbawa suasana apalagi sampai terduduk nyaman bersama seseorang yang kapan saja  bisa berubah tanpa  permisi apalagi kata maaf.

Masih banyak pula manusia yang cara berpikirnya masih tertutup, yang cara menyikapi keterbukaan dan kejujuran orang lain sebagai ancaman ataupun sesuatu yang hanya dilihat dari sisi buruknya, langsung menghakimi tanpa melihat dari kedua arah, seolah-olah mereka paling suci dan paling benar dari pembenaran yang mereka buat sendiri.

Belum banyak orang yang bersikap netral dan menghargai perbedaan atas pilihan orang lain. 

Masih banyak kelompok yang hanya jadi pembasmi tanpa logika apalagi  cara berpikir yang terbuka. 

Dan yang lebih parahnya adalah mereka menjauhi segala bentuk kebebasan demi menjaga kenyamanan diri mereka sendiri, menilai suatu pandangan atas nama kebaikan hanya untuk diri mereka sendiri. 


Tidak peduli terhadap masa lalu seseorang, kebanyakan dari mereka hanya melihat apa yang terjadi saat ini, tidak pernah mau peduli dengan apa yang sudah kita lewati, tidak pernah mau peduli dengan banyaknya alasan yang mengantarkan kita ke kehidupan ini, yang mereka pedulikan hanya bagaimana hidup kita sekarang ini.

Telinga mereka tertutup oleh pendengaran buruk mereka sendiri, hati mereka tidak lagi memiliki pintu untuk batas perasaan yang kita alami, pikiran mereka sudah telanjur dipenuhi perkiraan buruk tentang kita. 


Andai saja semua orang mempunyai pemikiran yang terbuka, dalam artian selalu siap akan banyaknya perbedaan dan keragaman, juga terbuka dengan apapun pilihan orang lain  yang sudah ditimbang dan ditentukan. 

Tidak lagi mempunyai pandangan yang pendek apalagi harus menghakimi, tidak lagi menanggapi sesuatu hanya karena mencoba meluruskan karena tidak sejalan, dan tidak lagi memandang satu hal hanya dengan satu kiblat pendapat. Ya, andai saja. 


Padahal untuk menjadi manusia yang ikut memahami dan menghargai perbedaan tidak harus selalu berkomentar yang belum tentu komentarnya pun bisa membangun, cukup menjadi pendengar tanpa timbal balik antar dialog pun sudah lebih dari cukup. 

Tidak perlu saling mengadu dan bertukar emosi, cukup duduk saja sudah sangat berharga  bagi yang tidak sependapat, karena kebanyakan dari kita tidak terlalu butuh mulut, cukup membuka telinga saja sudah menjadi sebuah apresiasi besar, bahkan lebih berharga daripada pendapat ataupun kata-kata bijak yang terkadang malah menyakiti perasaan. 


Tentang hukum timbal balik, aku salah satu orang yang memegang teguh akan hukum itu. 

Ketika aku berbuat baik kepada seseorang  maka aku akan mendapatkan hal baik pula entah dari orang yang sama ataupun dari orang lain, dan ketika aku berbuat buruk kepada seseorang maka aku akan mendapatkan hal buruk pula dari orang yang sama atau dari orang lain. 

Disini bukan tentang memberi untuk suatu balasan, tapi tentang kenyataan dalam kehidupan manusia yang tidak pernah lepas dari peran orang lain. Makanya tercipta yang namanya timbal balik, ingin membalas kebaikan orang ataupun keburukan yang kita terima, bukan berarti sebuah dendam. 

Menjadi sesuatu yang wajar ketika kita selalu dapat kemudahan dalam segala hal, karena bisa saja dikehidupan masa lalu kita juga selalu membantu orang lain, memudahkan urusan orang lain, atau bisa saja dikehidupan kita kedepannya akan melakukan hal-hal baik kepada orang lain. 


Alam itu bijak dan selalu imbang juga berlaku adil kepada kita. Sebagai manusia kita tidak akan selalu dalam kebahagiaan, akan bertemu dengan banyak kesedihan ataupun kesusahan. Begitupun sebaliknya, kita tidak akan selalu dalam lingkaran yang sukar dan membingungkan juga keterpurukan, akan ada saatnya bertemu dengan senyuman juga tawa tanpa irama. 

Jangan pernah putus asa ataupun terlena, karena akan selalu ada dua hal dari apa yang kita alami dan kita lakukan. 


Tentang kehadiran orang lain dalam kehidupan kita, kita tidak bisa melebihi kapasitas dari apa yang kita miliki. 

Kita hanya bisa berkomunikasi sedalam kita mengenal diri kita sendiri.

Kita hanya bisa mengasihi dan mencintai sedalam kita mengasihi dan mencintai diri kita sendiri. 

Dan kita hanya  bisa berprilaku sebagaimana kesembuhan trauma kita sendiri. 


Sebenarnya tidak mudah untuk membawa orang baru dalam kehidupan kita, butuh proses panjang dan pertimbangan yang matang dan juga mendalam, karena kita harus memulai dari awal lagi, menyamakan persepsi lagi, menurunkan ego lagi, belajar memahami lagi, terbuka dengan hal-hal yang baru lagi, belajar saling mengerti lagi, menerima hal-hal yang sebenarnya tidak kita sukai lagi, dan masih banyak lagi yang sudah pasti menyita waktu dan tenaga juga pikiran. 

Aku menolak untuk kembali ke masa seperti itu lagi, berkali-kali menjauh dan menghindari keadaan yang arahnya sudah bisa ditebak akan seperti apa. 

Aku terlalu sayang dengan otak ku ini, terlalu tidak tega kepada hati ini, aku tidak akan membiarkan perasaan dan pikiran ini berada di zona yang merugi dan tidak berarti, apalagi untuk orang yang sama sekali tidak tau apa itu arti emosi.


Tidak ingin lagi jatuh hati apalagi sampai jatuh cinta.

Rabu, 14 Desember 2022

Sarkasme dan Hati Manusia


 Ini tentang hati manusia yang setiap saat bisa berubah, seperti warna hitam dan putih yang menjadi abu-abu, ataupun pelangi yang hanya nampak setelah rintik hujan.

Semua orang mempunyai pendirian, punya banyak mimpi dan harapan, tapi kenapa aku tidak? 

Masih tentang hati yang aku miliki, tentang pikiran yang aku kagumi, secepat itu berubah pikiran, secepat itu berubah perasaan, aku mampu membenci dan mencintai secara bersamaan, mampu bahagia dan sedih dalam satu momen, mampu peduli dan acuh saat itu juga, aku bingung dengan diriku, kenapa seperti itu? 


Apakah aku masih dalam tahap mencari kedewasaan dalam diri? Karena memang sebenarnya kedewasaan seseorang dimulai saat dirinya sadar bahwa dia belum dewasa. 

Tentang perubahan dalam hidup, tidak tau seberapa banyak luka dan rasa sakit yang diperlukan untuk menjadi seperti sekarang ini, apakah sudah cukup ataukah akan terus bertambah dan terulang, diri sendiripun tidak akan pernah tau.

Kita hanya bisa merubahnya untuk menjadi suatu pijakan dan pelajaran agar hidup menjadi lebih baik. 


Aku pribadi sudah tidak lagi mempunyai ambisi untuk sesuatu, tidak ada cita-cita apalagi cinta, semua itu rasanya hanya akan menjadi penghambat dalam hidup, mungkin sebagian orang mempunyai banyak wishes setiap harinya, tapi aku tidak, entah ini karena aku pribadi yang tidak mau ribet atau memang banyak faktor yang hingga akhirnya hanya tinggal mensyukuri apapun yang datang dalam kehidupan ini, aku sudah jarang meminta kepada-Nya, rasanya aku malu terus menerus meminta untuk lebih tapi takut untuk bertanggungjawab jika permintaan ku dikabulkan, apalagi lupa mensyukurinya. 

Aku juga tidak iri dengan apa yang orang lain miliki, karena aku selalu menganggap bahwa mereka tidak mempunyai apa-apa, semua itu hanya titipan, semakin banyak yang didapatkan maka semakin besar pula tanggungjawabnya. 

Aku tidak lagi dalam fase  berlomba-lomba untuk lebih cepat atau lebih tinggi, aku sedang di fase untuk terus bersyukur dan menerima apapun itu, bukan naif, keinginanku ada, tapi selalu terpatahkan oleh akan banyaknya permasalahan, aku bukan pengecut, aku hanya melihat dari sisi logika tanpa rasa, bahwa semuanya tidak akan pernah terkendali saat suatu keinginan yang tercapai.


Tentang rasa kecewa, sekalipun seseorang yang berjanji akan berubah dan aku pribadi tidak berjanji akan terima. 

Waktu yang sudah berlalu memang tidak akan pernah kembali, meskipun berusaha untuk mengulang kembali, tapi semuanya tidak akan sama seperti dulu, pikiran dan perasaan kita bertumbuh setiap saat, semakin hari semakin percaya bahwa semuanya akan hancur jika tiba saatnya, apalagi kepercayaan yang sekali robek maka tidak akan pernah kembali utuh. 


Dulu aku menggantungkan hati pada kenyamanan bersama seseorang, tapi ketika kail itu lepas semuanya berantakan, dan aku menyadari bahwa tidak ada yang bisa mengerti diri kita selain diri kita sendiri. 

Kita tidak harus selalu bergantung kepada orang lain, kita harus mampu mengontrol diri dan pikiran juga perasan kita sendiri. 

Kita tidak harus bergandengan tangan, tidak harus selalu mencari telinga orang lain untuk mendengarkan lagu-lagu kesedihan dan keputusasaan juga rasa sakit kita, kita harus mampu melewati semuanya sendiri. 


Cara berpikir ku juga semakin hari semakin terbuka, tidak harus orang lain tau jika kita sedang terpuruk, mereka tidak harus tau kalau kita sedang bersedih, justru kita harus memperlihatkan bahwa semuanya baik-baik saja, semua masih dalam kendali kita dan dalam kontrol kita sendiri, tentu saja kita harus berbicara dengan diri sendiri bahwa kita mampu menemukan solusi dan menyelesaikan apapun dengan cara kita sendiri. 


Kita juga jangan lupa bahwa  dalam hidup ini banyak pilihan, ketika kita sudah memilih sesuatu harus fokus dengan pilihan itu, jangan  ragu apalagi takut untuk menjalaninya, selama kita nyaman dengan pilihan kita, sebaiknya jalani saja, hidup kamu milik kamu dan  apapun pilihan kamu itu adalah tanggungjawab kamu, kamu pemilik tubuh kamu, tidak harus mendengar apa kata orang lain yang berusaha untuk merubah pandangan kita akan sesuatu.

Yang menurut kamu benar ataupun salah sudah tidak perlu lagi campur tangan apalagi pendapat orang lain. 


Aku tidak tau kenapa bisa berpikir sejauh ini, tidak tau juga bahwa ternyata aku mampu menjadi orang yang berbeda dari orang lain yang terbiasa dengan persamaan dan satu pembenaran. 

Aku merasa bahwa cara berpikir ku tidak lagi sama dengan manusia pada umumnya, pandangan tentang kehidupan, agama, sosial dan cinta juga hak-hak sebagai manusia yang bebas akan pilihan dalam menentukan cara menjalani hidup.

Terlalu ruwet seperti benang kusut, seperti debu tanpa sapu, seperti suara tanpa nada, seakan-akan semuanya nampak berbayang tanpa pantulan, isi pikiranku sudah terlalu penuh dengan banyaknya obrolan didalam sana, belum bertemu dengan orang yang memiliki pandangan yang hampir sama, belum bertemu dengan seseorang yang setidaknya mampu mengimbangi apa yang aku sampaikan, ataukah mungkin tidak akan pernah ada? 


Tentang open minded dan cara berpikir yang luwes, kadang tidak harus sama, menjadi pendengar saja sudah lebih dari cukup, tidak harus seimbang ataupun sederajat, cukup duduk di sampingku dan bersandar di bahuku, tidak perlu berjanji akan selalu ada, oh iya aku pribadi tidak suka dengan ucapan janji. 


Hidup kadang harus seperti air mengalir, terkadang juga harus seperti arus sungai yang mengalir tanpa hambatan apalagi takut dengan gertakan, karena pada dasarnya manusia itu serba ingin tau, selalu ingin lebih dan berada setingkat diantara yang lainnya, banyak yang butuh validasi dari orang di sekitarnya, sifat manusia yang terkadang tidak bisa dimengerti oleh manusia itu sendiri. 


Damned!