Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Senin, 22 April 2024

Nugraha is My Name (part 28)

Nugraha is My Name (part 28)




PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


-------


Tidak semua orang tau bagaimana kita menjaga, mengontrol isi hati, pikiran serta perasaan kita agar selalu baik-baik saja. 

Lantas, kenapa harus terpengaruh oleh perkataan mereka yang tidak tau kebenarannya? 


-------


Sakit hati yang paling sulit untuk diungkapkan adalah sakit hati seorang anak terhadap orang tuanya. Karena mengungkapkannya saja akan membuat dunia menilai seorang anak menjadi durhaka.

Diluar dunia dan syari'at, tanpa kepercayaan mana pun maka ungkapan itu hanya akan menambah rasa sakit semakin dalam bahkan bisa menjadi mati rasa. 

Sebagai anak harus selalu menuruti kemauan orang tua, ancamannya adalah neraka yang berawal dari penggalan kalimat "ridho orang tua adalah ridho Tuhan....".

Lantas bagaimana dengan perasaan dan keinginan anak? 

Orang tua hanya ingin yang terbaik untuk anaknya, orang tua hanya ingin anaknya sukses dan bisa mengangkat derajat orang tuanya, tidak sedikit pula ketika mempunyai anak adalah agar ketika para orang tua sudah tua nanti berharap anak-anaknya akan mengurus mereka. 

Apakah anak sudah menjadi bagian dari sebuah investasi? 


Banyak orang yang segalanya bisa sendiri, semua beban dia tanggung sendiri, rasa sakit dan rasa bahagia dia telan sendiri. 

Baginya, bercerita dan terbuka kepada orang lain adalah sebuah kelemahan. 

Dan momennya selalu menjadi hal yang tidak pernah terkendali dengan semua rencana hingga  akhirnya aku bertanya: 

"Apakah kamu baik-baik saja?" 


Aku mampu melihat arti dari tatapan mata seperti itu, sudah bukan menjadi hal asing bagiku. Seperti dejavu, seperti melihat kehidupan masa lalu orang-orang yang pernah sangat dekat denganku. Atau mungkin diriku sendiri? 

Semua orang bisa berjalan sendirian tapi tidak  semua orang bisa hidup dalam kesendirian, adakalanya harus ada orang lain yang bisa dipercaya untuk berbagai macam ceritanya. Sederhananya adalah ada orang yang bisa menjadi pendengar. 

Ditengah perjalanan hidup yang terkadang membingungkan ini, kita tidak terlalu butuh orang-orang yang memberi solusi, karena kita hanya butuh telinga mereka dengan mulut tertutup tanpa berusaha untuk menghakimi. 


Aku pribadi bukan orang yang dituntut oleh keadaan hingga harus memenuhi kebutuhan atau menghidupi orang lain, baik itu orang terdekat termasuk keluarga. Tanggung jawabku hanya diriku sendiri. Makanya aku bisa dengan leluasa untuk berjalan bahkan berlari kemana pun aku mau. Tidak ada beban yang tertinggal, tidak ada alasan untuk kembali jika aku tidak mau, tidak ada rumah untuk dituju, point-nya adalah tidak ada seorang pun yang membutuhkan apalagi menunggu kepulanganku.

Sebebas itu kehidupanku, begitu menyenangkan.  Tidak sedikit orang yang mendambakan kehidupan sepertiku. Tapi itu bagi mereka orang-orang yang tidak tau betapa kosongnya perasaanku.


Apakah aku bahagia? 

Aku tidak pernah merasa tidak bahagia. Bahkan ketika aku tidak bahagia pun, aku mampu menciptakan kebahagiaan dengan caraku sendiri. Entah itu dari rasa sakit yang sedang aku alami, entah itu dari apa yang sedang aku pikirkan, ataupun hal-hal kecil yang biasa saja bagi orang lain tapi menjadi sesuatu yang luar biasa jika sudah terjadi pada diriku. 


Ada beberapa percakapan antara aku dengan seseorang. Selama perkenalan kita dari tahun 2021 lalu, baru beberapa hari yang lalu kita membahas sesuatu yang aku pikir menjadi hal ter-deep sejauh ini. Tapi masih terkesan santai bukan sesuatu yang terlalu berlebihan. 


Tentu saja aku bukan anak kecil yang dengan polosnya untuk mendengar dan menanggapi apa yang dia katakan, mungkin reaksiku berlebihan tapi pikiranku masih berada di jalur dengan segala logikanya. Sehingga aku masih bisa memilih bagian mana yang perlu dijadikan pembahasan dan bagian mana yang aku pikir tidak terlalu penting untuk aku tanggapi. 

Ayolah! Aku bukan anak kemarin sore. 


Aku bukan ahli dalam bidang memberi solusi, karena aku tau kapasitasku sejauh mana dan seperti apa. Apalagi keadaanku juga yang sedang tidak baik-baik saja. 

Tapi aku pikir bahwa diriku sangat ahli dalam mencari titik dimana lawan bicaraku harus mengungkapkan perasaan terdalam dalam dirinya. 


"Siapa yang terpenting dalam hidupmu?"

Hingga akhirnya dia mengatakan bahwa keluarga adalah segalanya. Dia tidak bisa jauh dari keluarganya. Keluarga adalah hal terpenting baginya. 


Tidak ada yang salah dari itu semua. 

Tapi saat aku bertanya, dari sekian banyak orang yang ada dalam lingkungan keluarga, ditengah-tengah pengorbanan dia untuk keluarga, dengan segala macam cara usaha dia untuk keluarga, ada satu orang yang sangat penting untuk dia bahagiakan, siapkah orang itu? 

Diluar prediksi, dia kebingungan untuk menjawab itu. Beberapa kali dia menjawab dengan jawaban yang aku pikir belum tepat. 


Kataku.

Kamu harus ingat, kamu adalah segalanya bagi mereka, begitupun mereka yang seberharga itu bagimu. 

Mungkin memang bukan tugasmu untuk membahagiakan orang lain meskipun itu keluarga, tapi semua orang mempunyai pilihan dalam hidupnya, entah itu terpaksa atau memang sudah menjadi bagian dalam dirinya. Tapi mereka hanya bagian ditengah perjalanan hidupmu, sewajar, secukup dan seperlunya saja, karena ada yang lebih penting daripada mereka, yaitu diri kamu sendiri.

So, jangan lupa untuk membahagiakan diri kamu sendiri.


Reaksinya seperti baru tersadarkan dari mimpi panjang, dia baru paham dan mengerti bahwa dirinya adalah hal terpenting dalam hidupnya. 

Mungkin dia lupa bahwa setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk membahagiakan dirinya sendiri. 


Aku juga sempat bertanya tentang pengalaman yang membahagiakan baginya selama dia hidup.

Jawabannya cukup standar bagi orang yang sepantaran dia. Ya, lumayanlah. 

Lalu aku bertanya tentang pengalaman atau hal yang membuat dia bersedih.

Kamu bisa menebak apa yang terjadi? 

Tidak ada reaksi yang terjadi, dia hanya menjawab, "bingung".


Bingung adalah satu kata yang menyimpan banyak jawaban. 

Bukan hal yang menyenangkan tentu saja, tapi bingung karena terlalu banyak bagian mana yang harus dipilih dan diungkapkan. 


-------


Tidak ada yang spesial dariku.

Sebaik-baiknya aku lebih baik orang lain, seburuk-buruknya orang lain, lebih buruk diriku.

Tapi bisa dipastikan apa yang aku katakan adalah sebuah kebenaran berdasarkan logika dan perasaan bukan menyudutkan apalagi sebuah kepalsuan. 

Selasa, 16 April 2024

Nugraha is My Name (part 27)

Nugraha is My Name (part 27)


PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


-------


Jika rasa sakit yang Engkau berikan menurut-Mu terlalu mudah untuk hamba maka tambahkan rasa sakit yang lebih luar biasa sakitnya untuk hamba rasakan, Ya Tuhan! 


-------


Saat seseorang sedang hilang tanpa arah, maka dia akan bisa dengan cepat menentukan jalan mana yang akan dia pilih. Saat seseorang sedang berada dalam kegelapan, maka dia akan dengan mudah untuk menemukan cahaya.


Aku sedang berada dalam satu persimpangan yang membuatku bingung. Keduanya sudah ada dalam pikiranku yang melayang nestapa seperti debu yang dengan mudahnya terbawa angin. Tapi aku tau akan bagaimana akhirnya jika berusaha untuk melawan arah angin itu. Hingga akhirnya aku masih tetap bertahan dengan segala sesuatu yang sedari awal sudah aku putuskan dengan berbagai macam pikiran dan perasaan juga segala bentuk risikonya.


Momen lebaran adalah waktu dimana semua orang sangat antusias untuk bertemu dengan keluarganya. Menyempatkan waktu mereka untuk bisa bertatap muka dengan anggota keluarga lainnya. 

Tapi tidak bagiku. 

Aku tidak tau apa tujuanku untuk bertemu dengan mereka, selain hanya akan menambah rasa sakit yang luar biasa ini. 

Hubunganku dengan keluarga terutama orangtua yang sudah tidak baik-baik saja sejak lama. Ditambah aku sedang berusaha untuk menerima kenyataan bahwa aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka. Mungkin dulu aku mengira ini hanya perasaanku saja, tapi pada akhirnya itu bukan hanya ada dalam benak dan hatiku, karena ternyata semua itu benar-benar nyata dan terjadi dalam hidupku. 

"Dede sing kiat, sing sabar, sing narima, sing jembar hate na, wios nu atos mah da atos". 

Like what? 

Yang berkata demikian dia tidak pernah merasakan sedikit dari apa yang pernah bahkan sedang aku rasakan. Aku pikir untuk saat ini omongan itu tidak akan berarti apa-apa. Karena aku sudah menerima dan belajar berdamai lagi dengan berbagai kenyataan yang terjadi.


Aku kuat, aku tau itu. Sudah bertahun-tahun lamanya aku berjuang untuk mendapatkan penerimaan dan pengertian, tapi semakin aku berusaha maka semakin tidak ada semua harapan itu.

Makanya aku meminta kepada-Nya untuk menambangkan rasa sakit itu jika memang nantinya akan menjadi sebuah kebaikan untuk hidupku kedepannya. Akan dengan senang hati dan ikhlas aku menerima semua itu. 


Dalam momen lebaran kali ini juga aku malah harus bertemu dengan orang yang ada di part ke 10 & 11 setelah 6 bulan tidak pernah bertemu.  

Ditengah perjalanan singkat kita, aku dengan jiwa yang serba ingin tau perasaan dan keinginan terdalam orang lain seolah selalu digerogoti oleh pertanyaan yang mau tidak mau lawan bicaraku harus menjawab dengan yang sebenarnya. Ini bukan tentang perasaan yang tidak akan pernah berujung, tapi tentang andil dia untuk keluarganya yang membuat ingatanku selalu kembali ke tahun 2022.

Aku sudah membuang semua rasa itu sejak lama, tapi perasaan adalah perasaan. Perasaan yang terkadang menumbuhkan sedikit dari memori terdalamku. Bukan perasaan yang datang kembali, tapi memori yang malah menyeruak hadir dalam kebersamaan tanpa paksaan, mau tidak mau kami harus selalu bertatap dan saling bercanda tanpa sesuatu yang jelas. Harus basa-basi ringan hingga belajar munafik dengan percuma. 


Sekali lagi, aku tidak bisa menumbuhkan rasa yang sejak lama sudah dengan sengaja aku hilangkan, tapi ini tentang waktu yang membuat memori baru. 

Ditengah perjalanan kita harus satu kendaraan, makan dalam waktu yang bersamaan, perbincangan yang terus menerus memaksa kita untuk melanjutkan dialog tanpa judul dan frasa, bahkan dengan kosa kata yang sebenarnya sangat jarang aku ucapkan demi menghindari timbulnya rasa yang baru. Oya, aku sudah ahli dalam bidang menghindar dari berbagai sumber rasa sakit untuk sekarang ini. 

Aku semakin tau sifat dia yang sebenarnya, semakin lebih tau pribadi dia yang sesungguhnya, bagaimana dia berkata dan berprilaku, tatapan yang banyak menyimpan isyarat hingga aku sendiri yang lebih tau diri akan dan harus berpola pikir juga berprilaku seperti apa dan bagaimana. 


Aku sudah mengambil keputusan sejak semuanya terjadi, aku yang masih bisa mengendalikan semuanya dengan rasa sadar dan penuh perhitungan, makanya aku masih tetap dalam tahap sebatas mengaguminya dengan jarak yang cukup berbatas hingga tidak akan pernah ada celah untuk sesuatu yang lebih. 

Lagi pula aku tidak pernah berharap apapun darinya, karena memang tidak ada satu bagian pun yang bisa dijadikan alasan untuk hal lebih itu selain hanya mengaguminya saja. 


Kenapa aku masih terus mengagumi dia? 


Dia yang dengan segala kekurangannya sebagai anak tapi masih bisa dan mampu sekaligus bersedia untuk berkorban demi keluarganya. Apalagi dia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang mensupportnya. Dibalik riang gembira yang selalu dia perlihatkan, tersimpan berbagai macam pikiran dan perasaan yang semua orang juga tau bagaimana keadaan yang sebenarnya terjadi di dalam sana. Mungkin orang lain hanya tau dan mengerti tapi aku malah merasa empati dan simpati yang berlebihan. 

Mungkin itu salah satu kelemahanku. 


Dalam perjalanan kemarin aku juga semakin tau karakter asli orang lain yang tidak pernah terlihat sebelumnya dan mungkin ada beberapa karakterku juga yang baru diketahui oleh mereka. 

Dan aku sangat senang masih ada keluarga yang menganggapku ada. 


-------


Ikhlas itu ketika kita mendapat akhir yang berat dan menyakitkan juga menyedihkan, apakah masih bisa menerimanya atau tidak. 

Jumat, 12 April 2024

Nugraha is My Name (part 26)

Nugraha is My Name (part 26)



PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


-------


Semua orang sedang berjuang untuk hidupnya, jangan menjadi manusia jahat yang dengan sengaja merusak kehidupan orang lain. Kamu tidak pernah tau kalau ternyata itu semangat terakhir yang dia miliki.

Jadilah manusia baik, atau setidaknya jagalah lisanmu.


-------


Manusia mana yang selalu setia menemani manusia lainnya di saat sedang kesepian bahkan terpuruk, tapi harus terus memasang senyum palsu ketika manusia itu berkali-kali membicarakan nama orang yang telah menyakiti hatinya? 

Manusia mana yang begitu berbesar hati membujuk manusia lainnya untuk mau memaafkan jiwa dan raga manusia lainnya, padahal di dalam hatinya dia begitu menyesali keputusannya?


Terkadang ada manusia yang memang tidak pantas untuk dimaafkan. Dia harus menderita karena telah melepas seseorang.

Kamu tidak bisa menyakiti hati seseorang, lalu dengan seenaknya datang kembali, meminta maaf, lantas berharap bahwa semuanya baik- baik saja setelahnya. Tidak bisa. Enak saja. Perasaan manusia tidak semurah itu. Tidak semua hal di dunia ini bisa diperbaiki hanya dengan kata maaf dan permohonan ampun yang teramat sangat. 

Terkadang, luka itu membekas dan tidak akan pernah bisa sembuh. Dia menjadi bekas luka di hati yang memang sudah rapuh sejak awal.

Menjadi sebuah luka yang tidak sembuh, tapi memang tidak begitu sakit. 

Seharusnya, semua orang yang pernah pergi meninggalkan orang lain tanpa kejelasan itu dihukum untuk tidak akan pernah merasakan bahagia lagi seumur hidupnya. Sebagai bayaran yang setimpal atas kebahagiaan orang lain yang pernah dia renggut sebelumnya.


Aku sudah pernah berusaha keras untuk melupakan bahkan menganggap semuanya tidak pernah terjadi. Tapi ini bukan tentang perasaan dan keinginan, tapi ini tentang waktu yang selalu memperebutkannya antara kenyataan dan khayalan. Sekalipun itu masih masuk akal dan terkadang menjadi pembahasan priabdi dalam diri, tapi bukan hanya waktu yang bergerak diantara kehidupanku, masih ada dunia yang tidak akan pernah merestui sebuah keputusan yang dibatasi oleh firman. 


Jalan hidup setiap orang selalu berbeda, semua orang mempunyai cerita hidup masing-masing, memiliki cara untuk melewati setiap waktu dalam hidupnya, tidak sedikit pula yang sedang berusaha untuk mewujudkan keinginan-keinginan dalam dirinya.


So do I. 

Sepuluh tahun yang lalu aku tidak pernah berpikir akan seperti ini. Jangankan sepuluh tahun yang lalu, satu jam yang lalu saja aku tidak tau apa yang akan terjadi. Apalagi aku adalah orang yang kebetulan memiliki sifat plin-plan dan moody-an parah. Parahnya itu sudah ada di level yang aku sendiri saja tidak bisa mengendalikannya. Persekian detik bisa berubah niat dan tujuan bahkan bisa tidak ada rencana sama sekali. Bayangkan, ketika sudah menyusun banyak agenda secara detail dan rinci, tiba-tiba batal begitu saja. 

Tapi inilah aku. Aku dengan segala ketidak konsistenan yang mungkin akan menjadi alasan bagi orang lain untuk berhenti dan pergi juga memilih tidak bersamaku lagi. 

Terkadang aku sendiri juga tidak begitu mengerti dengan kehidupanku, karena semakin aku mencari tau dan mencoba untuk lebih keras dalam segala hal, maka aku semakin bingung. 

Tapi inilah hidupku. Aku melihatnya begitu unik dan luar biasa. 

Bahkan semua itu menjadi salah satu alasan kenapa aku masih tetap bertahan sampai sejauh ini, kerena hidup ini penuh dengan hal-hal yang mengejutkan, menggelikan, membahagiakan, menyenangkan bahkan terkadang juga begitu menyakitkan. 


Sebagai seorang manusia yang terpaksa dilahirkan tanpa pernah diminta, kita harus menyembah dengan beribadah, kalau tidak bersedia maka akan disiksa dan bahkan diperjalanan pun harus bertemu dengan berbagai cobaan yang datang silih berganti.


Kita tidak bisa memilih dari siapa ingin dilahirkan dan untuk apa diciptakan selain beribadah dan menungggu giliran untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah kita lakukan. Kita juga harus bersedia menjalani kehidupan yang sama sekali tidak pernah kita inginkan. Mencintai orang lain, membencinya, menyukainya, mengomentarinya, menemaninya untuk waktu yang tidak sebentar padahal hati tidak ingin, terpaksa harus bersatu dalam sebuah ikatan padahal ada rasa ingin bebas kesana kemari.


Banyak dicintai oleh orang lain menjadi suatu kebanggaan, dibenci oleh orang lain menjadi suatu beban, dengan berbagai tanggungjawab yang sama sekali tidak terasa nyaman, serasa banyak mata tertuju pada diri kita, tanpa permisi mereka mengambil cerita kita, tanpa maaf mereka membentak kita, tanpa peduli mereka memperlakukan manusia lainnya seperti budak seks, menjadikan sesamanya seperti pelacur, dipekerjakan lalu dibayar dengan seadaanya demi bertahan sampai hari dimana akan tiba saatnya untuk bertemu dengan yang menciptakan.


Anak durhaka, ibu durhaka, ayah durhaka, suami durhaka, tetangga durhaka, saudara durhaka, orangtua durhaka, keluarga yang menyakiti, bahkan orang yang tidak kenal pun mengomentari kehidupan kita seolah-olah mereka tau segalanya tentang hidup kita.

Sedangkan kita? 

Kita yang masih harus bersikap sabar dan tetap menerima keadaan itu sebagai suatu cobaan hidup tanpa diperbolehkan untuk membalas karena aturannya kita akan mendapatkan nilai kebaikan jika ikhlas menerima semua hal yang menyakitkan itu. 


Hidup terkadang selalu bertemu dengan ketidakpastian, ketidakpuasan, ketidakmampuan, ketidakpengertian, ketidaksanggupan, banyak yang lebih menyakitkan dibanding membahagiakan dengan alasan yang katanya kurang bersyukur, tidak bisa menerima takdir, padahal kenyataannya sesabar dan sekuat apapun manusia, rasa sakit tetaplah rasa sakit, kecewa tetaplah kecewa yang kita dapat, ketidakpercayaan yang kita lakukan adalah hal nyata yang dirasakan oleh hati bukan ucapan yang terlintas dalam benak yang disuarakan oleh mulut yang telah dipenuhi oleh rasa sesak karena menimbun banyak penahanan terhadap ketidakadilan dalam hidup. 


Rasanya ingin berteriak keras menghujat, membalikan semua firman, memutuskan kepercayaan yang kadang rapih bak benang kepercayaan terhadap mereka yang sering kali mengecewakan yang pernah berjanji untuk tinggal selamanya tapi malah meninggalkan tanpa pamit, tapi katanya sekali lagi kita sebagai yang diciptakan harus sabar dan ikhlas menerima semua itu, kita hanya bisa duduk sila dan memejamkan mata sambil mengingat nama itu, memuji nama itu dan juga utusan yang paling dicintai, meskipun bukan hanya sekali selalu ada keraguan dalam hati ini, apakah memang benar? Karena terkadang banyak yang tidak masuk akal, banyak yang bisa di debat, banyak yang bisa dijadikan argumen, bahkan banyak juga yang menjadikan semua itu sebagai tameng kekuasaan, juga tidak sedikit yang mengatasnamakan itu untuk kepentingan pribadi dan golongannya. 


Berbagai macam manusia dengan karakter yang berbeda pula. 

Dengan banyaknya karakter dan kerahasiaan yang mereka simpan di ruang kehidupannya masing-masing, tidak sedikit yang tersakiti dan terkhianati tanpa dan bahkan dengan terang-terangan, mencoba untuk mendua, menyakiti dengan sengaja atau sebaliknya, menipu tanpa ampun, menyiksa dengan sangat kejam, melukai fisik dan perasaan, mereka terus menyakiti satu sama lain, tidak pernah peduli hak manusia lainnya, mereka tidak lagi memiliki simpati dan empati. 


Mereka yang selalu ingin kaya, ada yang ingin lebih kaya dan semakin kaya, ada yang mencoba untuk menjadi kaya raya, ada yang tetap ingin terlihat sederhana meskipun dengan kemunafikannya dia lebih ambisius untuk menjadi yang terkaya tanpa memikirkan seberapa banyak orang yang harus dia singkirkan. 


Tapi mau bagaimana lagi, karena sudah dikatakan ini adalah takdir yang tidak bisa dirubah, meskipun masih ada nasib yang bisa kita atur sedemikian rupa, tapi ketika logika lebih penting daripada perasaan, semuanya tidak ada yang bisa terpengaruh apalagi bisa berubah karena untuk merubah itu bukan hal yang mudah. Beda halnya dengan lidah yang dengan ringannya bergerak bahkan bisa lebih tajam dari pedang hingga melukai hati dengan ucapan-ucapan sinisnya. 


Imajinasiku sedang berkelana. 

Memaparkan betapa riuhnya dunia ini. 

Sesekali aku ingin berteriak dan bertanya:

Apakah akan setimpal? 

Aku yang dulu pernah percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja, tapi selalu terkoyak oleh kenyataan yang dengan tegasnya berkata bahwa ternyata kehidupan ini adalah kenyataan yang sebenarnya. Tidak ada kehidupan yang lebih baik atau buruk selain bisa menerima diantara keduanya. 


Tapi memang benar, hidupku ini sangat amat penuh dengan hal-hal yang mengejutkan. 

Apalagi ketika harus kembali dihadapkan dengan masa lalu yang telah lama aku tinggalkan bahkan berusaha keras untuk aku lupakan. Apakah Dia benar-benar sangat tertarik dengan kehidupanku? Hingga harus terus menerus dipertemukan dengan terjangan ombak dan perjalanan yang naik-turun juga lingkungan yang berubah-ubah seperti ini? 


Ada rasa tidak sabar akan bertemu dengan kehidupan yang seperti apa lagi kedepannya. 

Tentang percintaan yang sudah aku anggap cukup. 

Tentang keluarga yang dengan tegasnya aku mengatakan bahwa mereka adalah keluarga yang benar-benar keluarga berdasarkan namanya saja bukan dari fungsinya. 

Tentang diriku yang masih dengan indecisiveness person alias LABIL. 

Tentang kehidupan yang aku pikir akan lebih menarik dibanding kehidupanku sebelumnya. 

Tentang mereka? 

Mereka yang hanya bisa aku benci dalam diam dan aku kagumi dengan perlahan. 


-------


Kagumi saja dirinya, jangan berharap kamu akan memilikinya.