Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Selasa, 02 Februari 2016

Money Changer Story (Part 5)



Aku berjalan memasuki pesawat dengan langkah yang begitu pelan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi lagi di saat aku sudah sampai di tempat terakhir pesawat berhenti nanti. Pikiranku sangat kacau sekali. Aku tidak tersadar kalau berjalan begitu pelan sehingga membuat antrian panjang menuju pintu masuk pesawat, malah terdengar ada beberapa orang yang menggerutu, tepatnya orang yang berada persis di belakangku.

Begitu masuk, aku langsung mencari tempat duduk sesuai yang tertera di tiket. Kebetulan saat itu pesawat tidak terlalu penuh. Ada seorang perempuan yang langsung menghampiriku. Ternyata aku menempati tempat duduknya, tepat di sisi jendela, dengan pemandangan keluar yang sangat gelap waktu itu, hanya lampu-lampu di sekitar lapangan pacu pesawat saja yang terlihat.

Kulihat jam tanganku dengan kaca yang sedikit pecah, tepat pukul 11 malam pesawat pun baru take-off.

Aku masih ingat, ini adalah jam tangan pemberian dari Anisa, hadiah ulang tahunku yang ke 18 tepat satu tahun yang lalu. Anisa adalah mantan pacarku. Dulu kami satu sekolah. Dan semenjak lulus sekolah, tidak ada kabar lagi darinya. Aku hanya mendengar kabar dari temanku bahwa Anisa pergi menjadi TKW mengikuti ibunya.

Setelah pesawat melaju kurang lebih 30 menit, aku baru teringat kalau di sebelahku ada seorang perempuan yang tadi mempersilahkan tempat duduknya untuk aku tempati. Aku pun mengucapkan terima kasih. 

Aku benar-benar tidak fokus. Rasanya seperti bukan diriku lagi. 
Dalam situasi yang tidak seperti ini, biasanya kalau ada perempuan langsung kenalan dan sok akrab saja. Sekarang? Sepertinya naluri ini hilang seketika. Yang ada dalam kepalaku hanya ketakutan saja. Bagaimana nasibku nanti. Nanti aku tinggal di mana. Apalagi ini pertama kalinya aku ke luar negeri. Sudah pasti kehidupannya jauh berbeda dengan kampung halamanku, tidak ada yang kenal pula. Ron dan Martin pun aku tidak tahu lagi dimana mereka, meskipun sebenarnya aku juga tidak berniat mencari tahu, tapi merekalah yang membawaku sampai seperti ini, sampai aku harus pergi meninggalkan semuanya. Ya, semua. Keluarga, teman dan juga pekerjaanku. Dan yang menambah kalut pikiranku, aku meninggalkan semuanya dengan kesan yang sangat tidak baik, meskipun pada kenyataannya aku tidak pernah berniat melakukan itu semua.

*

Tiba-tiba saja ada tangan yang menyentuhku, tepat di bahuku.

Kaget. Ternyata dia adalah perempuan yang duduk di sebelahku. Dia menawarkan beberapa makanan dan minuman yang sudah dia pesan. Tapi aku menolaknya.

Tapi usahanya tidak sampai di situ, karena dia memperkenalkan dirinya, namanya Marisa. Asli dari Indonesia, dan sedang menempuh pendidikan sekaligus bekerja part time di Negara berlambang Singa itu, tuturnya. Usianya baru 21 tahun. Aku pun tidak diam saja. Aku menyebutkan namaku sesuai yang ada di pasportku, Dika. Dan aku sedang ingin berlibur saja. 

Semenjak kami berkenalan, kami berbicara banyak hal. Di antaranya adalah tentang pekerjaan kami. Kalau aku bilang bekerja di sebuah hotel, tapi saat ini sedang dalam masa cuti. Sedangkan dia sedang kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan properti.

Kemudian dia bertanya di mana aku akan tinggal selama berlibur di sana, karena tadi aku bercerita bahwa aku akan berlibur di Singapura dengan waktu yang cukup lama.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, dia langsung menawarkan sebuah apartemen yang tidak jauh dari pusat kota dengan harga sewa yang sangat cukup murah, terutama bagi turis sepertiku. Karena seumur hidupku, aku hanya tinggal di rumah dan belakangan di sebuah kost saja, belum pernah tinggal di apartemen. Tapi aku pikir tidak akan jauh berbeda dengan hotel.

Aku belum menyetujuinya. Tapi dia langsung memberikan kartu namanya. Mungkin dia tahu dan paham, bahwa aku terlihat sedang dalam keadaan bingung saat ini.

Beberapa menit kemudian terdengar suara dari ujung sepiker, bahwa pesawat akan segera landing. Dari atas saja sudah terlihat betapa megahnya bandara itu. Pantas saja masuk dalam bandara termegah di dunia.

Marisa langsung mengucapkan sampai jumpa dan berlalu di antara orang-orang yang berdesakan ingin segera keluar dari pesawat.

Aku tidak tahu berapa lama aku tadi tertidur. Tas ku? Ada. Karena yang aku bawa hanya 1 tas saja. Apalagi isinya hanya uang dan pasport palsuku saja. 

*

Setelah keluar dari pesawat, aku dihadapkan dengan pemeriksaan imigrasi. Aku ditanya tujuanku ke Negara Singa ini untuk apa. Aku jawab saja untuk berlibur. Dan tinggal di sebuah apartemen temanku. Sambil menunjukkan kartu nama yang diberikan oleh Marisa sewaktu di pesawat.

Setelah selesai pemeriksaan, aku belum tahu akan menuju ke mana.

Apalagi malam sudah semakin larut. Tidak tahu bagaimana keadaan kota di sini.

Aku menyalakan ponselku. Dan baru juga dinyalakan, tapi ponselku kembali mati. Habis batre.

Bagaimana aku bisa tahu tujuanku. Yang sudah biasa aku jadikan tempat mencari info pun malah mati. Aku hanya duduk di kursi tepat di tengah-tengah lobi bandara kedatangan. Memang banyak orang berlalu lalang, tapi aku merasa sangat kesepian, tanpa teman juga tanpa tujuan.

Harus ke manakah aku sekarang?

Apakah menuju apartemen yang ditawarkan oleh Marisa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁