Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Rabu, 10 Februari 2016

Cerita dari Negeri Amerika (Part 10)



Aku pun mulai membaca surat tugas pertamaku. 

***

Ternyata tugas pertamaku adalah melakukan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan yang ada disebuah rumah yang terletak di kawasan elit daerah Buttonwood Ln, Virginia. Sekitar 2 jam perjalanan menggunakan mobil. Meskipun masih sekadar asisten penyelidik, tapi aku sangat antusias sekali. 
Bersama teman baruku yang baru aku kenal beberapa jam, namanya Richard. Dia berasal dari London dan sudah 2 tahun bekerja di sini, di kantor intelijen Amerika. Tapi sejak pertama kali bekerja pun dia sudah bergelut di bagian lapangan. Kebetulan dia lulusan dari sekolah ternama di negara asalnya, Inggris.
Setibanya di TKP, ternyata polisi sudah melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Tapi kami tetap harus melaksanakan tugas ini.
Kami pun turun dari mobil.

***

Pembunuhan ? 

Seorang wanita yang berusia 25 tahun ditemukan tidak bernyawa di dalam rumahnya. Sudah menikah tapi belum mempunyai anak. Sedangkan suaminya sedang di perjalanan pulang dari Rusia ketika mendengar kabar bahwa istrinya ditemukan tidak bernyawa di rumah mereka. 

Aku hanya mengikuti kemana Richard berjalan ketika di rumah itu, dia dengan teliti menyelidik setiap bagian rumah, mulai dari pintu depan, pintu belakang, jendela, cctv dan terakhir di kamar tepat dimana mayat seorang perempuan itu terbaring tidak bernyawa. Hanya secarik kertas dan pulpen saja yang aku pegang, dan aku sigap ketika Richard menyuruhku mencatat setiap apa yang dia temukan. 
Kenapa ini menjadi tugas kami, kenapa bukan hanya polisi negara bagian saja yang melakukan hal seperti ini. 
Ternyata, Linda, wanita yang meninggal itu adalah salah satu anggota dari tempat dimana kami bekerja. 
Jadi, polisi hanya berjaga di sekitar rumah saja. 
Hampir 1 jam kami mencoba untuk mencari sebab terjadinya pembunuhan itu, dan kami pun bergegas meninggalkan TKP dengan beberapa catatan yang sebelumnya sudah aku tulis. 

*

Sesampainya di kantor, kami pun mulai berdiskusi dengan pembahasan satu persatu seperti yang sudah aku tulis sebelumnya. 
Karena ini baru pertama kali aku melakukan tugas lapangan, aku pun masih belum banyak mengerti harus kemana arah pembahasan ini, aku hanya mencoba untuk memberi ide dan beberapa pendapat saja. Lebih menggunakan logika, karena pengalamanku hanya nol dalan hal ini. 

Setelah beberapa jam kami membahasnya, Richard pun memutuskan untuk kembali ke TKP dan mengajakku tentunya. Aku hanya mengikutinya saja. 
Setelah sampai, malam hari saat itu. Kami hanya bertemu dengan beberapa petugas di luar rumah dan ada 2 orang kerabat dari Linda, juga ada suaminya yang baru datang dari luar negeri, urusan pekerjaan, katanya. 
Richard pun mulai mengintrogasi setiap orang yang mengenal Linda, termasuk kerabat dan suaminya. Seperti kapan terakhir mereka berkunjung ke rumah korban dan kapan si suami terakhir kali meninggalkan rumah. 
Setelah hampir 30 menit, kami pun kembali ke kantor. 

Sesampainya di kantor, Richard menyambungkan sebuah ponsel ke komputernya. Ponsel dari mana? Setahuku dia hanya memiliki satu ponsel saja. Oh iya, itu adalah ponsel milik korban. Dia mengambilnya dengan diam-diam saat tadi melakukan penyelidikan yang kedua kalinya. 
Terlihat di layar komputer setiap data yang ada di ponsel itu. Aku pernah melakukan hal ini saat di tempat latihan dulu, mencari dan mengumpulkan data adalah hal dasar dan sangat penting untuk seseorang yang bekerja di lapangan. Saking canggihnya komputer itu, ditemukan juga kapan terakhir kali HP-nya digunakan, padahal telepon itu dalam keadaan mati dan rusak. 
Terlihat semua data lengkap terbuka, seperti kapan terakhir melakukan panggilan, SMS dan segala bentuk data yang ada didalamnya termasuk email dan akun bank.
Bukan hanya data yang ada di ponsel itu yang ditemukan oleh Richard, tapi terlihat jelas sidik jari yang pernah menyentuh ponsel korban. Bukannya ini harus ke bagian forensik ya?
Aku tidak terlalu mengerti. 

Setelah mendapatkan apa yang dicarinya, Richard pun menelpon petugas polisi dan langsung menugaskannya untuk menangkap suami korban. 

*

Aku hanya takjub saja melihat usaha Richard yang dengan cepatnya menemukan pelaku pembunuhan itu. 

*

Di ruang introgasi, suami korban pun diberikan banyak pertanyaan, Richard yang langsung mengintrogasi di dalam sana. Sedangkan aku hanya menyaksikannya di balik kaca yang satu arah. Terdengar dari pengeras suara, bahwa suaminya memang yang melakukan pembunuhan itu. Dengan alasan bahwa Linda ketahuan berselingkuh beberapa kali. Tanpa ada jejak sedikit pun, suami korban melancarkan niatnya itu. Pintu, jendela, dan tidak ada jalan masuk ke rumah yang rusak. Dengan alasan pergi keluar negeri karena ada alasan pekerjaan menjadi alibi yang sangat meyakinkan jika ditanya di mana dia berada saat pembunuhan itu terjadi. 
Tapi tidak sulit bagi Richard untuk menebak siapa yang melakukan pembunuhan itu, selain tidak ada jalan masuk yang rusak, dari panggilan yang masuk dan keluar dari ponsel korban pun tidak ada yang berasal dari atau keluar negeri, berbeda dengan pengakuan suaminya, bahwa beberapa hari yang lalu saat dia sedang berada di luar negeri sempat berbincang di telpon bersama istrinya. Dikuatkan dengan bukti dari pasport yang tidak ada cap/ bukti kedatangan / kepergian dari luar negeri, apalagi saat Richard meminta bukti tiket penerbangannya, tersangka malah menjawab bahwa dia menghilangkannya. 

Memang terlihat mudah dalam mengungkap kasus hanya beberapa jam saja, tapi perlu insting dan pengetahuan yang sangat luar biasa.

*

Ini pengalaman pertamaku saat bertugas lapangan, dan masih menunggu beberapa tugas lainnya. Karena kasus pembunhan ini sangat cepat kami selesaikan, ya meskipun aku hanya membantu hal-hal kecil saja bersama rekan baruku, Richard si jenius.


Cerita dari Negeri Amerika (Part 9)



Aku hanya berdiri dan terdiam. 

***

Andaikan waktu bisa diulang kembali, aku tidak akan pernah menerima tawaran kerja dari Mrs Anne. Aku akan meneruskan pekerjaanku meskipun hanya di coffee shop yang upahnya hanya mencukupi keseharianku saja. Daripada di sini, karena aku menganggap ini bukan bidangku, bukan diriku dan sudah jelas bukan yang aku inginkan. Hanya tubuhku saja yang ada di sini, karena pikiran dan perasaanku sangat jauh sekali dari tempat ini. Aku ingin segera menyeleseikan pelatihan ini, ingin segera keluar dari tempat yang aku anggap melebihi penjara, meskipun aku belum pernah masuk penjara, tapi pasti tidak akan jauh berbeda dari ini, apalagi dengan disiplin waktu yang sangat berlebihan. Bukan hanya waktu istirahat yang harus disiplin, bahkan mandi, makan dan istirahat pun tidak boleh melebihi dari waktu yang sudah ditentukan. 

Tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin aku melarikan diri dari tempat ini, apalagi dengan penjagaan yang sangat ketat. 
Baiklah, sementara akan aku jalani saja. Karena saat ini aku sedang menjalani nasibku saja bukan takdir. 
Aku masih bisa merubahnya. 

*

Sekitar pukul 3 pagi semua orang yang sedang tertidur lelap dibangunkan dengan suara alarm yang begitu keras, padahal kami baru istirahat 2 jam saja, dan latihan sebelumnya juga sangat melelahkan. 
Berlari, mengangkat beban, belajar menembak, belajar menggunakan kode-kode yang ada di komputer, berenang dan menyelam, latihan bela diri, selain sangat menguras energi, mentalku juga sedikit terganggu.
Kemudian semua orang dikumpulkan di lapangan, semuanya wajib berkumpul. Jika tidak mengikuti arahan pelatih, nasibnya akan sama seperti budak di zaman kehidupan kuno. Akan dihukum dan mendapatkan sanksi yang sangat berat. Ini bukan latihan pramuka atau baris berbaris, tapi ini sudah serius seperti militer.
Jika ada beberapa kesalahan yang sama berkali-kali, sudah pasti akan mendapatkan hadiah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Contohnya saja tidak boleh tidur di kamar melainkan harus tidur di kolam lumpur. Selain itu tidak akan mendapat jatah makan selama sehari penuh, dan akan mendapatkan hukuman yang lebih berat lagi jika beberapa kali melanggar aturan. Terakhir aku pernah melihat yang disuruh menembak kepalanya sendiri meskipun ternyata dengan peluru kosong. Karena dia sudah beberapa kali mencoba melarikan diri dengan menyandera beberapa petugas keamanan. Berkali-kali pula banyak petugas yang tertembak. 
Sangat mengerikan. 
Makanya lebih baik aku mengikuti semua aturan yang ada, sekalipun aku tidak menyukainya. 

*

1 tahun berlalu.

Aku sudah menguasai semuanya. Apalagi ilmu bela diri yang sejak kecil sudah aku tekuni.
Aku pun harus kembali ke kantor di Langley, dengan dijemput oleh Mr Adam dan Mrs Anne. Kabarnya aku akan mulai melaksanakan tugas pertama, yaitu tugas lapangan. Menurut dari berkas yang aku baca pada catatan laptop milik Mr Adam saat perjalanan menuju apartemenku.
Jujur saja, aku malah sedikit penasaran juga dengan tugas ini. Meskipun masih ada rasa takut, tapi aku memang sangat ingin segera melaksanannya, melakukan hal-hal yang masih baru bagiku, bagi kehidupanku. Sudah pasti juga akan berpengaruh pada kehidupanku selanjutnya dimasa mendatang. Tapi aku akan mencoba menjalaninya, mencoba menjadi apa yang mereka mau. 

*

Setelah seminggu beristirahat, aku pun mulai kembali ke kantor. Hanya saja berbeda lantai. Kali ini aku berada disebuah ruangan yang berisi banyak komputer dan dengan jendela kaca, sangat jelas jika melihat ke luar gedung. Apalagi ruanganku lebih tinggi dari ruangan kerjaku saat masih mengurusi administrasi. 
Teman satu ruangan pun ada beberpa yang tidak asing, ya, diantaranya ada yang pernah satu sesi saat latihan di markas (kami menyebutnya markas, tempat latihan). Ada 2 perempuan dan 4 laki-laki. Tidak pernah ada yang akrab dengan mereka. Hanya kenal sepintas saja. 

***

Aku pun mulai membaca surat tugas pertamaku yang mereka kirim melalui email.
Ternyata tugas pertamaku adalah melakukan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan yang ada disebuah rumah yang terletak di kawasan elit daerah Buttonwood Ln, Virginia. 
Sekitar 2 jam perjalanan menggunakan mobil. Meskipun masih sekadar asisten penyelidik, tapi aku sangat antusias sekali. 
Setibanya di tempat kejadian perkara, ternyata polisi sudah melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Tapi kami tetap harus melaksanakan tugas ini. Kami pun turun dari mobil. 

Pembunuhan?


Cerita dari Negeri Amerika (Part 8)



Natally pergi ke dapur. Karena kamar tanpa pintu, jadi aku masih melihat ada meja makan di arah sana. Sedangkan aku masih merebahkan tubuhku yang masih terasa lemas di kasur. Entah apa yang terjadi semalam, yang aku ingat hanya minuman berbotol saja.
Terasa juga bekas sulutan rokok di lenganku. 
Tapi kenapa aku sampai di kamar Natally?
Tidak mungkin dia sendiri yang memopong tubuhku dalam keadaan mabuk ke tempat tidurnya sendirian. Begitu melihat ke arah jendela, matahari begitu terik di luar sana, sudah siang.
Ternyata aku berada di sebuah gedung yang tinggi. Aku langsung memakai bajuku.
Oh iya. Aku tidak memakai pakaian sama sekali. 

Aku mengikuti Natally ke dapur. Di sana dia sedang duduk dengan kopi yang masih panas di meja. Terlihat dari asap yang mengepul dari gelasnya. Tapi dia terlihat sedang sibuk dengan HP-nya. Sepertinya penting. Begitu menyadari aku menghampirinya, dia langsung menutup panggilannya. Tapi aku tidak mau tahu soal itu. Aku mengucapkan terima kasih karena sudah memberi tumpangan semalam. Aku juga tidak lupa meminta nomer dia yang baru, karena nomer dia yang lama sudah tidak aktif lagi. Sekalian juga aku pamit karena harus pergi ke kantor, meskipun hari ini adalah akhir pekan, kebanyakan orang yang menggunakan waktunya untuk istirahat dari semua pekerjaan.
Tapi memang harus aku kerjakan, karena ini sebuah pekerjaan.

*

Sesampainya di kantor, aku langsung menemui seseorang. Katanya tamu yang datang dari luar kota. Kebetulan yang biasa menerima tamu sedang ada urusan keluar. 
Begitu kata operator yang tadi pagi menelpon-ku. 

Dia adalah salah asisten dari seorang pejabat tinggi di Amerika. Karena ini baru pertama kali menerima tamu dan dengan urusan yang belum jelas untuk apa juga, aku hanya memperkenalkan diri, begitu pun dia. 
Albert namanya. Usianya sekitar 30-an, keturunan latin. Setelah saling memperkenalkan diri, kemudian kami masuk ke sebuah ruangan yang memang biasa digunakan untuk menerima tamu. Di sana dia menjelaskan alasannya menemuiku. Benar saja, tidak jauh dari sesuatu yang aku kuasai, dan sudah jelas pula yaitu tentang administrasi keuangan. Dia mengajukan sebuah proposal, lebih jelasnya perihal kerja sama. Saat aku membaca dengan rinci, ternyata atasannya meminta bantuan agar bisa membantu beberapa urusannya. Disitu juga tertulis berapa jumlah biaya yang akan dia berikan, sangat besar menurutku. Tapi aku tidak membacanya sampai selesai. Kemudian aku meminta izin beberapa saat untuk  menelpon atasanku, karena Albert ingin keputusannya saat itu juga. 

Setelah aku menelpon atasanku, Mr Adam, ternyata dia menyetujuinya. Dia meminta agar aku langsung menandatangani surat itu. 
Albert pun bergegas pamit.
Sedangkan aku menuju ruangan kerjaku untuk menyimpan berkas itu. 

*

Sore hari.

Ketika aku sedang duduk santai di sofa sambil menonton acara musik favoritku, tiba-tiba HP-ku berdering. Ternyata itu dari Mr Adam. 
Dia ingin aku menemuinya di cafe yang tidak jauh dari apartemenku. Ah, padahal aku sedang bersantai. Tapi mau bagaimana lagi, kalau urusannya dengan Mr Adam aku tidak bisa menolak, apalagi dia adalah atasanku.

Hanya berjalan beberapa blok saja, aku sudah sampai di sebuah cafe yang tadi diberitahukan oleh Mr Adam. Dia tidak sendirian, ada seorang perempuan juga seorang pria. Aku masih mengingat semua wajah itu. Mereka adalah Mrs Anne dan Albert.

Ada apa ya? Sampai mendadak begini mereka meminta agar aku menemuinya. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung menyapa mereka dan duduk. Saat itu juga aku bertanya ada urusan apa sehingga aku dihubungi untuk datang. Pentingkah? 

Kemudian Mrs Anne menjelaskan dengan rinci permasalahannya. Disambung Mr Adam, dia juga melanjutkan rincian yang tadi disebutkan oleh Mrs Anne. 

Aku hampir tidak percaya, ternyata aku akan diikutsertakan dalam pelatihan untuk bekerja di lapangan, aku tidak akan bekerja di belakang meja lagi. Dengan beberapa pertimbangan hingga akhirnya aku harus siap mengikuti latihan itu. Tentu saja ini juga sudah disetujui oleh atasan mereka, yaitu Mr X (aku tidak pernah tahu yang mana orangnya dan siapa nama aslinya).

Oh iya, aku pernah bertemu dengan ketua intelijen dimana tempatku bekerja. Tepatnya bulan kedua saat pertama masuk. Dia orangnya tegas dan sangat to the point.
Dia mengingatkanku agar benar-benar total dalam bekerja dan harus lebih disiplin tentunya. 

*

Aku pun menyetujui apa yang sudah mereka sampaikan. Aku juga menerima sebuah amplop yang berisi rincian gajiku selama bekerja kemarin, selain itu juga ada berkas yang isinya kurang lebih aku harus menyetujui setiap aturan yang akan aku ikuti di saat latihan nanti. 

Baiklah, aku sudah siap untuk semuanya. 

*

Aku tidak pernah menyimpan uang di rekening yang diberikan oleh kedubes. Aku juga tidak pernah mengecek berapa saldo yang tersisa. Karena sekarang aku memakai fasilitas yang diberikan dari kantor. Tapi aku menyimpan uangku di sebuah bank swasta, tanpa kartu atm apalagi kredit atau debit. Semuanya murni yang aku gunakan yang memang disediakan oleh mereka. 

Tidak lupa juga aku selalu mengirimkan uang kepada ibu yang ada di rumah untuk sekedar membantu biaya sekolah adikku. Aku juga selalu menyempatkan waktu untuk menelpon mereka. Meskipun hanya berbincang beberapa menit saja, setidaknya bisa melepas rindu. 

*

Pada pagi hari, aku di jemput oleh dua orang yang berbadan tegap seperti tentara. Oh, mereka memang tentara. Tapi memakai jas hitam yang sangat rapih. 

Memasuki mobil van. Dari dalam van aku tidak bisa melihat keluar jendela, kecuali hanya ke arah depan saja. Seperti tahanan saja.
Mau latihan atau mau diculik?

Setelah van melaju sekitar 30 menit, tibalah kami di depan sebuah gedung yang tinggi dan terlihat sangat luas, juga dengan penjagaan masuk yang sangat ketat.
Setelah masuk ke dalam gedung, aku langsung dihadapkan dengan pelatih yang bernama Grandy Em, aku cukup memanggilnya G saja. Usianya sekitar 45 tahun. Kemudian aku di arahkan ke suatu ruangan yang akan menjadi kamarku. Tidak begitu luas, hanya cukup untuk tidur dengan kasur yang sangat minim juga. Sedangkan untuk ke kamar mandi ada di ujung lorong. Ternyata bukan hanya 1 kamar saja, melainkan ada puluhan. Banyak sekali. Tapi saat itu sedang dalam keaadan sepi tanpa seorang pun. 
Hanya ada aku dan G. Ketika berjalan ke arah lain, masih ada puluhan kamar. Pasti peserta latihannya ratusan.  

*

Setelah menyimpan barang bawaanku, yang aku bawa hanya tas yang berisikan baju non formal saja. Aku pun langsung harus ganti pakaian dengan baju yang sudah dipersiapkan. 

Latihan untuk kerja lapangan? Aku penasaran sekaligus merasa takut. 
Karena aku pernah bertemu dengan orang-orang yang pekerjaannya di lapangan. Tidak sedikit luka yang terlihat di badannya termasuk wajah. Sewaktu masih mengurusi bagian administrasi, tidak sedikit juga biaya yang dikeluarkan untuk membiayai karyawan yang kami menyebutnya sebagai agen yang ada masalah dengan pekerjaannya di lapangan. Kecelakaan mungkin, pikirku saat itu.

Rasa was-was dan jantungku selalu berdebar tidak karuan, keringat dingin mengucur. 
Sambil berjalan mengikuti G, aku melihat beberapa senjata yang terpajang di tembok lorong, tapi tertutupi oleh kaca yang terlihat sangat tebal. Aslikah? 

Untungnya rasa penasaranku tidak berlangsung lama, karena aku langsung dihadapkan dengan banyak orang yang berada disebuah ruangan yang sangat luas. Ada yang berwajah oriental, berkulit hitam, putih dan sudah pasti juga orang-orangnya belum pernah aku temui. Ada juga beberapa wajah asli dari Asia. Di ruangan itu juga lengkap dengan berbagai fasilitas olahraga, ada ring tinju, basket, ada juga dinding kaca, dan yang paling menarik adalah ada tempat menembak yang lengkap dengan berbagai macam senjata. 

*

Aku hanya berdiri dan terdiam. 


Cerita dari Negeri Amerika (Part 7)



Pada saat dulu, semua aplikasi visa (DV Lottery) harus mengeluarkan sedikit biaya untuk mengirim semua dokumen termasuk pas foto melalui pos ke Kentucky Consular Center (KCC) di Amerika. Tidak seperti sekarang, katanya semua aplikasi visa bisa di isi secara online. 

Pada saat aku terpilih mendapat kesempatan GC waktu itu, kata KBRI jumlah orangnya lebih dari 5000 pendaftar. Tapi hanya ada sekitar 50 orang saja yang bisa di acc dari seluruh negara, salah satunya adalah aku.

*

Semenjak bekerja di kantor intelijen ini, kebiasaan hidupku berubah 180 derajat. Yang biasanya tidak suka pantai pun, karena banyak teman di kantor yang mengajak, aku sering ikut pergi ke pantai untuk sekedar mengantar teman atau hanya untuk jalan-jalan jika hari libur. 

Pekerjaanku juga tidak yang aneh-aneh masih mengurus administrasi saja, mencatat pemasukan dan pengeluaran. Ada untuk pelatihan, obat-obatan, pengadaan alat-alat kantor dan lapangan. Ada juga pemasukan dana dari A, B dan dari lembaga-lembaga penting di negara ini. Tidak sedikit juga dari perusahaan swasta juga perorangan.

Oh iya, kantor tempatku bekerja juga ada cabang di negara lain, termasuk di negara bagian Asia. Bahkan di Indonesia pun ada. Tapi benar-benar masih tertutup, hanya orang-orang atau lembaga tertentu saja yang mempunyai akses untuk itu. Info ini aku dengar dari salah satu rekan kerjaku.

Di Amerika ada universitas juga yang lulusannya nanti akan langsung bekerja di kantor ini. 
Di Indonesia ada salah satu sekolah khusus yang hampir mirip, letaknya ada di daerah Bogor.
Tapi memang belum open public pada 2011, kalau untuk sekarang kabarnya sudah banyak tersebar bahkan setiap orang bisa mendaftar.

*

Suatu hari setelah jam pulang kerja, aku diajak hang-out oleh beberapa temanku ke pantai, Virginia Beach tepatnya.
Ada 4 orang waktu itu. Diantara kami semuanya pendatang, meskipun ada Lerry yang berasal dari New York, yang lainnya dari negara bagian perbatasan, keturunan latin, beberapa juga ada yang dari Mexico. 
Aku yang paling berbeda sendiri, secara keturunan Asia, orang Sunda lagi. Banjaran? Kalau yang belum tahu Banjaran bisa search di google.
Kehidupan di VA Beach (Virginia Beach) ternyata tidak seramai di pantai-pantai ternama lainnya seperti Hawaii dan Miami, tapi tetap saja gemerlapnya pada malam hari sangat luar biasa.
Sekitar pukul 10 malam kami sampai di sebuah pub yang tidak jauh dari pantai. 
Udara pantai sangat terasa. Lerry mulai menawarkan minuman yang sudah dia pesan untuk kami berempat.

Jujur saja, kalau meminum minuman yang beralkohol sangat jarang semenjak tinggal di sini. Dulu pernah waktu masih tinggal di LA, itu pun karena ada tetangga sebelah yang merayakan pesta ulang tahun dan kebetulan aku diundang. 
Kebanyakan disana minumannya khas dari Russia.
Yang sekarang kami minum pun dengan jenis yang sama.
Diantara kami berempat, Lerry-lah yang paling agresif.
Lirik perempuan sana sini, menggoda setiap perempuan yang berjalan di depan kami. 
Kami bertiga hanya tertawa saja melihat tingkahnya. Apalagi kepalaku sedikit pusing.
Karena kami merasa masih ada yang kurang, ada yang  mengusulkan bagaimana kalau mampir ke sebuah club sebentar sebelum pulang.
Akhirnya kami pun sepakat. 
Tapi tidak masuk ke diskotik di daerah pantai sana, Lerry mungkin sudah punya tempat favoritnya, kami pun menuju kawasan Richmond, VA. Sekitar beberapa menit dengan cara berkendara, Lerry-lah yang lihai dalam hal itu.
Kami pun sampai.

NU Night Club nama tempatnya. (Promosi, karena saat itu sedang ada diskon, itung-itung balas budi). Alasannya karena tempat ini sangat strategis dan aman juga dari para gangster di sana, dengan keamanan yang ketat pula. Seperti saat kami mau masuk saja harus dan wajib sekali melewati box pemeriksaan. Kabarnya tidak jarang para selebriti di sana yang sering menghabiskan waktu luangnya di tempat ini.

Memang, bukan kali pertama aku memasuki tempat clubbing seperti ini, tapi semenjak di sini aku baru sekarang.

Aku tidak ikut yang lainnya ke tengah untuk mengikuti alunan musik. Aku hanya duduk saja di bar.
Seru juga. 
Beda sekali saat masih di Bandung, kawasan Pasir Kaliki.
Masih ingat saat itu diajak beberapa teman kuliah. Kebetulan diantara temanku ada yang sedang merayakan ulang tahun kala itu. 

Karena aku hanya sendiri dan duduk saja, aku pun terus memesan minuman. Minum, minum dan minum lagi.
Dan yang aku ingat...

*** 

Aku terbangun di sebuah tempat tidur dengan matahari yang langsung menyinari mataku, di sampingku ada seorang perempuan.
Oh Tuhan! Apa yang telah terjadi?

Ternyata semalam aku terlalu banyak minum hingga akhirnya aku ambruk. Untungnya temanku sewaktu kerja di LA, namanya Natally masih mengenaliku. Kebetulan juga dia semalam ada di sana. Kabarnya dia juga pindah kantor ke daerah yang tidak jauh dari pantai, dan dia pun membawaku ke apartemennya. 

Natally? Ternyata Amerika tidak terlalu luas.


Cerita dari Negeri Amerika (Part 6)



Tadi malam aku mendapat kabar dari Mrs Anne, kalau dia akan menjemputku untuk berangkat ke Virginia, tepatnya ke daerah Langley.

Langley adalah permukiman lepas yang terletak di wilayah sensus McLean di Fairfax
County, Virginia.
Sekitar pukul 6 pagi, mereka rombongan Mrs Anne sudah menunggu di depan apartmenku. 

Kami pun langsung menuju bandara Los Angeles. 
Sudah jelas bahwa kami akan berangkat menggunakan pesawat, karena tidak mungkin melalui jalur darat. Sangat jauh. 
Jarak Los Angeles ke Virginia sekitar 2400 mil lebih atau sekitar 3800 km.

Disepanjang perjalanan, Mrs Anne sibuk sekali dengan laptopnya. Aku juga tidak mungkin mengobrol dengan para asistennya. Akhirnya aku hanya diam saja tanpa sepatah kata pun yang aku keluarkan.

Sesekali aku melihat pemandangan dari jendela, meskipun hanya melihat lautan.

Setelah beberapa jam di atas pesawat, kami pun sampai di bandara Washington Dulles, Virginia.
Bandara yang lumayan megah menurutku.
Masih tanpa sepatah kata pun, kami langsung memasuki mobil yang sepertinya sudah dipersiapkan khusus penjemputan ke kantornya.
Di perjalanan menuju daerah Langley, aku satu mobil dengan Mrs Anne, dan saat itu dia baru berbicara kepadaku. Sambil memberikan id card untuk aku pakai, sudah lengkap juga dengan foto dan nama lengkapku disertai dengan kode scanner. Dapat foto aku dari mana?
Aku baru ingat, itu foto saat aku pertama kali membuat kartu stay (kartu tanda penghuni) di apartemen. Tapi kok? Ya sudahlah. 

"Nanti akan ditemani oleh Mr Adam, jika perlu apapun kamu cukup menghubungi dia. Jangan terlalu banyak bicara dengan orang lain." Kata dia dengan nada bicara yang sedikit pelan.
Oh iya, katanya aku juga sudah disediakan apartemen yang tidak begitu jauh dari kantor. Sisa barang-barangku nanti akan langsung diantar juga ke sana.
Apabila kinerjaku selama 3 bulan hasilnya bagus, aku akan diberikan fasilitas kendaraan dari kantor. Tapi untuk sementara aku harus memakai kendaraan umum saja.
Setelah hampir 1 jam perjalanan, sampailah di sebuah gedung yang luas sekali.
Ada sesuatu yang membuatku kaget setengah mati dan tidak tahu apalagi yang harus aku ungkapkan pada saat itu, ternyata aku akan bekerja di sebuah kantor intelijen ternama di Amerika. 
Oh Tuhan!
Dan setahuku, kantor ini semua orang sudah mengetahui jenis pekerjaan dan para pekerjanya seperti apa. 

Aku pun berjalan menuju pintu masuk kantor itu.
Mr Adam sudah menungguku di depan. Dia pun langsung mengajakku masuk menuju lobby. Kami berdua (aku dan Mr Adam) menuju lift yang ada di sudut ruangan. Sedangkan Mrs Anne dan para asistennya menuju arah yang berbeda.

Di dalam lift dia menekan angka 35. "I'm Adam, Mrs Anne's assisten", kata dia.
Dan ketika aku akan memperkenalkan diri, dia langsung meneruskan, "And you....Rian Ariandra from Los Angeles, right?"
Oke.

Ya sudah, terdiam. Sampailah di lantai 35. Menuju ruangan tempat cek kesehatan. 
Kembali teringat saat aku masih mengurus visa-ku di Jakarta. Aku harus melakukan tes kesehatan tentunya. Dulu tesnya di RS daerah Jakarta Selatan. Karena baru tempat itu yang ditunjunk oleh kedubes AS. Di suntik vaksin, diambil darah dan masih banyak lagi. Ternyata sama seperti yang sekarang dilakukan di tempat ini. Setelah hampir 1 jam melakukan pemeriksaan, aku pun diantar menuju tempat dimana aku akan bekerja.
Katanya nanti akan ada beberapa orang yang bekerja di dalam ruangan yang sama, sekitar 30 orang. Tapi untuk saat ini masih dalam tahap perbaikan, karena ini ruangan baru, jadi baru akan digunakan 2 hari lagi. Jadi aku masih mempunyai waktu 2 hari untuk istirahat sambil menunggu hasil tes kesehatanku.

Aku pun hanya berkeliling melihat-lihat.

Mr Adam pun keluar ruangan menuju lift.

Aku duduk disebuah kursi yang masih sedikit berdebu, rasanya lemas. Tidak bisa berpikir yang lain lagi, hanya berpikir kenapa aku sampai mau menerima tawaran Mrs Anne untuk bekerja disini. Ada sedikit rasa menyesal, kenapa aku tidak bertanya sedetail mungkin pada saat itu kepadanya. Selain jenis pekerjaan, kantornya ini yang jadi masalah, yaitu markas intelijen.

Ya sudahlah. 

Pekerjaanku memang masih tetap berjibun dengan administrasi bukan seperti di film-film itu.
Aku mencoba jalan-jalan sebentar dan masih disekitar lantai yang sama, dengan kamera yang ada disetiap sudut. Itu baru yang terlihat, pasti dan sangat yakin sekali masih banyak lagi kamera yang tidak terlihat.

Akhirnya aku turun menuju lobby dan menemui petugas di sana untuk menghubungi Mr Adam agar aku diantar ke apartemen.

Tibalah di sebuah apartemen yang menurutku 10 kali lipat mewah daripada apartemenku yang di LA.
Semuanya lengkap. Akses masuknya saja menggunakan kartu dan kata sandi. Sungguh luar biasa.
Ketika masuk kamar, aku mendapat sebuah surat. 
Ternyata itu rincian gaji dan beberapa tunjangan yang akan aku terima selama bekerja di sana.
Tertulis kalau aku tidak akan mendapat gaji bulanan tapi akan sekaligus pertahun dan dibayar pada akhir tahun. Sedangkan untuk sehari-hari semuanya sudah tersedia. 
Di dalam amplop juga ada kartu kredit yang bisa dipakai untuk kebutuhanku.

Saat itu juga aku menelpon ibu di Bandung. Aku hanya menceritakan kalau aku mendapat pekerjaan baru yang lebih baik dari sebelumnya. Tidak lupa juga meminta doa darinya.

Ternyata yang banyak orang impikan diluar sana bisa aku dapatkan hanya beberapa jam saja.

Oh Tuhan. 


Cerita dari Negeri Amerika (Part 5)



Seminggu setelah bertemu dengan Mrs Anne, aku masih kepikiran tentang pekerjaan yang dia tawarkan.
Penasaran juga jenis pekerjaan yang ada di kantornya. Apakah tentang administrasi? Atau menjadi pengantar kopi seperti pekerjaanku saat ini. Entahlah, semoga saja lebih baik dari saat ini. 

*

Pada malam hari setelah pulang kerja, aku mencoba untuk menelpon Mrs Anne, tapi sayangnya tidak ada jawaban. Sudah istirahat mungkin. Karena waktu itu memang sudah larut malam.
Aku putuskan untuk mengirim email saja.
Isinya kurang lebih menanyakan perihal pekerjaan yang ada di kantornya, apakah masih ada lowongan atau tidak.

Karena malam sudah larut, aku pun tidur.

*

Sedikit info tambahan tentang gadget yang banyak dipakai di sana khususnya anak muda seumuranku. 
Ternyata oh ternyata, merek dari Cina disana hanya nol koma sekian persen yang menggunakannya. Merek yang bukan berasal dari Cina maksudku. Kalau brand ternama seperti Nokia yang kala itu masih banyak yang pakai, itu merk dari Firlandia yang diproduksi di Cina, karena alasan biaya produksi dan upah pekerja yang lebih murah.
Di Amerika penduduknya rata-rata menggunakan produk dalam negeri. Seperti yang aku pakai saat ini. Gadget dengan lambang buah apel, Apple. iPhone, iPod, iPad dll. Jarang sekali melihat yang memakai produk dari luar negeri. Kalau pun ada, hanya menggunakan merek ternama saja, seperti nokia, blackberry juga sangat jarang, ada juga yang acer, dan kadang ada juga Sony dan LG.
Itu tahun 2011.

*

Pagi hari.

Hari ini kebetulan libur kerja.
Aku memeriksa email masuk, ternyata dari Mrs Anne.
Isinya, dia memberikan alamat rumah barunya yang terletak di daerah Silver Lake.

Setelah aku mencari tahu di internet, ternyata itu adalah sebuah kawasan perumahan yang sangat elit. Malah ada juga artis Hollywood yang tinggal di kawasan itu.
Kalau di Bandung, mungkin seperti Kota Baru Parahyangan atau Dago. Kalau di Jakarta, banyak juga kalau di Jakarta, mungkin saja Kelapa Gading, Pondok Indah dan PIK. Kalau Menteng sudah diatasnya lagi, karena kebanyakan old money yang tinggal di sana. 

Dia juga memberikan rute agar aku sampai ke sana. Tapi katanya nanti kalau sudah masuk kawasan rumahnya harus minta diantar saja ke petugas, tinggal sebut saja namanya.
Orang pentingkah dia?

Dengan hanya memakai taksi sekitar 30 menit, sampailah aku di kawasan perumahan yang lumayan elit itu, menurutku.
Dengan deretan rumah yang bertingkat dan gaya rumahnya yang cukup mentereng juga pohon-pohon di sepanjang kiri dan kanan jalan. Tidak sedikit juga para petugas keamanan yang hilir mudik seperti tentara yang sedang berlatih saja.

Setelah aku memasuki kawasan itu, ada seseorang yang menghampiri dan menyuruhku untuk mengikutinya.
Petugas dari Mrs Anne pikirku.
Benar saja, dia adalah asisten di rumah Mrs Anne. Tidak seperti para asisten rumah tangga kebanyakan, pakaiannya saja dengan jas yang terlihat mahal. Beda sekali dengan penampilan asisten rumah tangga di Indonesia.

Aku pun dipersilahkan memasuki rumahnya. Mewah sekali, kamera hampir di setiap penjuru rumah, ada dimana-mana, dan dengan barang-barang antik disetiap sudutnya. Sangat terlihat kesan glamornya.
Setelah beberapa menit menunggu, Mrs Anne pun menemuiku.
Sedikit berbincang tentang pengalamanku selama bekerja di kantor dan coffee shop. Tidak mau kalah, dia juga menceritakan masa lalunya yang pernah bersekolah tinggi dengan biaya dari beasiswa berkat banyak mata pelajaran yang dia kuasai. Kurang lebih 1 jam kami mengobrol, tidak ketinggalan dia juga menunjukkan foto William, anaknya yang sudah meninggal itu.
Benar saja anaknya itu sedikit mirip denganku. Wajahnya oriental, tapi ada bulenya. Perpaduan antara Patrick dan Mrs Anne.

Barulah ke inti tujuanku datang ke sana. Aku akan langsung diterima asalkan sudah ada surat pernyataan bahwa aku memang sudah keluar dari tempat kerjaku saat ini.

*

Setelah kembali memikirkan beberapa pertimbangan, aku pun memutuskan untuk keluar dari coffee shop dan menerima pekerjaan dari Mrs Anne.
Seminggu kemudian aku pun menelpon Mrs Anne untuk memberi kabar bahwa aku menerima tawaran kerja darinya dan juga sudah mengurus persyaratannya.

*

Pagi pun tiba. 
HP-ku berdering. Ternyata dari Mrs Anne. Dia sudah menunggu di depan apartemenku.


Cerita dari Negeri Amerika (Part 4)



Jalan-jalan terus lumayan jenuh dan menguras tabungan juga.
Tujuanku kesini bukan untuk jalan-jalan.

*

Akhirnya aku mulai mencari info tentang lowongan pekerjaan.
Setelah mencari beberapa info dari salah satu situs, ada lowongan pekerjaan sebagai pelayan di sebuah tempat kopi, coffee shop ternama di Amerika dan sangat terkenal juga di negara-negara lainnya. Letaknya ada di Pine Ave, Long Beach, masih satu wilayah dengan tempat tinggalku. 
Tapi jaraknya lumayan jauh.
Singkat cerita, aku diterima bekerja di coffee shop itu.

Aku pun memutuskan untuk pindah ke sebuah apartemen yang tidak jauh dari tempatku bekerja. 

Ramona Park Apartment namanya. Aku memilih yang paling murah saat itu, harganya 950 dolar perbulan. Sudah termasuk air, listrik, gas dan juga internet.
Tempatnya nyaman sekali. Meskipun masih hampir sama dengan apartemen lamaku. Hanya saja di sini ada balkonnya.

Oh iya, tentu saja harga apartemen sebesar itu sudah sangat murah dikawasan itu. 

Pekerjaanku hanya menerima pesanan dan mengantarnya. Ada sekitar 10 karyawan disana, dengan pemiliknya yang juga ikut pengawasi sekaligus sebagai kasirnya. Dia tidak mempunyai asisten untuk itu. 
Di sana juga ada seorang wanita dari Indonesia, dari Medan tepatnya. Katanya dia dapat pekerjaan disana berkat bantuan sebuah agen tenaga kerja ternama di Jakarta, tentu saja masuk dengan membayar sejumlah uang. Dia tinggal di sebuah apartemen bersama teman sekampungnya yang bekerja di sebuah cafe yang berbeda.

Entah kenapa aku merasakan bahwa bekerja sebagai pelayan cafe itu sangat cocok sekali. Apalagi dengan uang tip dari para tamu yang lumayan besar, di sana rata-rata mendapat tip sebesar 15 persen yang langsung diterima oleh pelayan. Ya meskipun upah yang tidak begitu banyak. 
Dalam sebulan aku bisa mengumpulkan sekitar 600 hingga 700 dolar dari sisa kebutuhan dan bayar sewa apartemenku. Belum lagi kalau aku lembur, dibayarnya perjam dan langsung kontan.

Kebanyakan pelanggannya adalah orang kantoran jika dipagi hari, sedangkan pada siang hari kebanyakan yang datang adalah remaja dan yang memang sengaja istirahat dari pekerjaannya. Sedangkan pada sore hari sangat ramai sekali pengunjung dari berbagai macam kalangan.

Dan berlangsung selama setahun.

Kehidupan anak muda di Amerika memang beragam, dalam hal fashion, bahasa juga cara berbicara dan juga cara bergaul. Tidak jauh berbeda seperti yang dilihat di film-film Hollywood. 

Pada suatu pagi, aku kedatangan pelanggan seorang pria yang usianya sekitar 50 tahun. Dia memanggilku, katanya dia pesan 2 kopi tambahan dan kue coklat, padahal tadi dia sudah pesan sendiri ke kasir. 
Mungkin dia sedang kehausan. 
Atau mungkin sedang menunggu seseorang, masa iya minum 2 kopi sendirian.
Saat aku sedang membersihkan meja dan kursi, terlihat seorang wanita menghampiri pria itu. Ya, terlihat akrab.
Betapa kagetnya, ketika aku mengantarkan kopi, wanita itu adalah Mrs Anne yang pernah bertemu dan duduk bersebelahan sewatu di pesawat. Aku juga masih ingat dengan amplop yang pernah dia berikan. Aku pun menyapanya.
"Hai Mrs Anne. How are you ?" 
"I'm sorry, who are you ?"
Ternyata dia tidak mengingatku. 
Tapi setelah aku ceritakan semuanya, dia baru mengingatnya.
Aku pun diajak duduk bersama mereka.
Kemudian dia bertanya, kenapa aku tidak pernah menghubunginya, padahal beberapa hari setelah bertemu di pesawat itu kebetulan di perusahaannya sedang banyak sekali membutuhkan pegawai. Ya aku jawab saja kalau kartu nama dia hilang. Aku juga harus mengikuti prosedur dari lembaga green card yang memang memberi jalan untukku sehingga aku bisa tiba di negara ini.
Dia juga bertanya, aku yang lulusan dari universitas  ternama di Bandung, tapi kenapa lebih memilih sebagai pelayan di cafe.
Aku kembali menjelaskan bahwa sebelumnya aku pernah bekerja di sebuah perusahaan sebagai admin.
Upah bukanlah prioritas utama bagiku.
Meskipun banyak dari sekian pendatang upah yang besar yang menjadi tujuan utama bagi mereka. But not for me.

Setelah sekian lama aku berbincang dengan Mrs Anne, teman pria yang  bersamanya  baru ikut menyambung obrolan kami.
Dan dia berkata, "He's like William".
Aku pun bertanya siapa itu William.
Ternyata Mrs Anne dan Patrick (nama pria itu), mereka itu pernah ada suatu hubungan kemudian mempunyai anak yang bernama William. 
Di sana tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan bahkan sampai mempunyai anak pun sudah menjadi hal yang lumrah, di Amerika tinggal serumah dengan lawan jenis tanpa ada ikatan pernikahan pun tidak akan menjadi masalah. 
Ternyata William meninggal di usianya yang ke 17 tahun karena suatu insiden. Tapi entah dari sisi mana yang mereka lihat, kalau aku ini mirip dengan anak mereka. Anaknya pasti bule. Meskipun Patrick ini keturunan Asia , tapi Mrs Anne ini sudah jelas "bule face". Ah sudahlah. Tidak mau tahu juga.

Karena aku masih banyak pekerjaan, aku pun pamit untuk melanjutkan pekerjaanku. 
Sebelumnya Mrs Anne memberikan kartu namanya dengan uang tip yang aku pikir lumayan banyak. 

*

Di tempat kerjaku itu biasanya ada libur mingguan dan bulanan. Tapi aku putuskan saja untuk mengambil libur di akhir bulan saja, 1 hari per minggu, jadi kalau 4 minggu total dengan libur perbulan menjadi 5 hari.
Ketika hari libur aku gunakan untuk bersantai dan jalan-jalan. Tapi aku sama sekali tidak tertarik dengan suasana pantai di sana.
Pernah ada teman kerja yang mengajakku pergi ke pantai barat, tapi aku pikir lebih baik santai di apartemen saja.
Aku jarang pergi ke tempat perbelanjaan, kalau ada kebutuhan atau membeli pakaian sudah biasa menggunakan aplikasi online shop terkenal di Amerika. Kecuali kalau ada film terbaru, aku selalu meluangkan waktu untuk pergi ke bioskop yang tidak jauh dari apartemenku.

Tidak lupa juga aku selalu mengikuti berita-berita yang ada di Indonesia. Saat itu yang sedang sering muncul di berita adalah tentang tertangkapnya beberapa petinggi negara yang tersandung kasus korupsi juga berita artis. 
Masih ingat, waktu itu sedang booming berita Agnes Monica AKA Agnez Mo yang berkolaborasi dengan Michael Bolton pada pertengahan tahun 2011.
Ternyata teman kerjaku juga banyak yang bertanya, siapa itu Agnes Monica. 
Ya aku jawab saja bla bla bla (tapi tidak selengkap seperti yang ada di Wikipedia). 
Wah dia multitalenta sekali ya, tanggapan mereka.

Di cafe juga sering di putar lagu yang featuring Michael Bolton itu, Said I love You But I Lied. 


Cerita dari Negeri Amerika (Part 3)



Untuk sementara ini aku tidak memikirkan tentang pekerjaan, aku memutuskan untuk pergi mengunjungi tempat- tempat wisata saja. Karena selama aku tiba di sini keseharianku hanya bekerja. Meskipun ada hari libur, tapi aku tidak pernah pergi keluar selain ke supermarket. 
Mungkin pernah beberapa kali mengunjungi rumah teman kantorku, itupun jika mereka mengundangku disaat ada acara tertentu saja. Aku tidak bisa datang ketuk pintu begitu saja seperti di tempat asalku. Semuanya harus ada janji terlebih dahulu.

*

Hari pertamaku pergi ke Hollywood Boulevard.

Kalau yang suka menonton acara hollywood pasti tahu ini tempat apa. 
Atau bahkan pernah kesana juga?
Hollywood Boulevard adalah tempat dimana nama-nama artis hollywood ditulis di keramik jalanan di sana.
Banyak nama tentunya, mulai dari artis lama sampai saat ini.

Ada kejadian lucu dimana aku pernah dimintai tolong untuk memfoto beberapa pasangan dan keluarga. 
Turis mungkin ya. 

Jadi ingat terakhir kali aku pergi ke Alun-alun Bandung bersama ibu dan adikku. Disana kami meminta di foto oleh fotografer yang sudah biasa memenuhi area Alun-alun dan jalan Asia Afrika.

Selanjutnya aku pergi ke Universal Studio Hollywood.

Ini adalah studio tour untuk melihat yang biasa ada di belakang panggung/ layar.
Mungkin sedang ada adegan syuting juga saat itu.
Tapi tidak berlangsung lama aku berada di sana, karena jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.
Aku pun memutuskan untuk langsung pulang saja dengan taksi.
Oh iya, di LA supir taksinya tidak mau menerima uang tip/ lebih. Tidak tahu juga alasannya kenapa.

Sebenarnya aku juga bisa mengendarai mobil sewaktu masih di Bandung, di sini juga pernah ditawari untuk membuat SIM oleh orang kedutaan, gratis. Apalagi kredit mobil di sini juga akan terjangkau bahkan bisa membelinya dengan tunai karena lebih murah. 
Tapi permasalahannya adalah letak kemudi adanya di sebelah kiri, jadi aku masih ragu-ragu. 
Pernah sekali mencoba mengendarai mobilnya Natally. Baru berjalan 10 meter saja rasanya sudah pusing. 
Belum terbiasa mungkin.

*

Ingin sekali rasanya ke Downtown Torrance. 
Katanya disana banyak sekali hidangan yang lengkap. Mulai dari masakan seluruh benua sampai yang khas dari daerah kecil pun ada. Dari Indonesia yang masih terkenal teteplah rendang, terakhir ada sate dan baso juga nasi goreng.
Pernah waktu ada teman kantor yang bilang kalau yang dia tahu dan yang pernah dia makan masakan dari Indonesia itu hanya rendang. Rasanya lezat sekali katanya. But it's true.
Jadi ingat lagi dengan si Uni yang biasa menambahkan daun singkong yang banyak kalau aku mampir ke rumah makan Padang yang di dekat Alun-alun Bandung. 

Aku pernah bertanya kepada temanku itu, namanya Jason, kamu tahu Nasi Goreng? Dia jawab tidak, tapi ingin sekali mencoba beberapa masakan Indonesia lainnya.
Dan suatu hari aku diajak main ke rumahnya di daerah dekat Warehouse District.
Kebetulan orang tuanya mempunyai toko peralatan rumah tangga di sana. 

Sekedar info saja.
Salah satu hal yang dicari di Warehouse District adalah cookware atau peralatan masak. Piring, panci, wajan, gelas, serta perkakas lainnya, baik model biasa atau model yang biasa dipakai di restoran yang mewah pun banyak tersedia di sini.
Barang- barang tersebut bisa kita peroleh mulai harga kurang dari 1 dolar. Harga alat kebutuhan rumah tangga di sini lebih hemat 70 persen dibandingkan dengan harga yang ditawarkan di tempat lain.
Salah satu tempat yang menjual aneka peralatan rumah tangga tersebut adalah The Dish Factory.
Kabarnya artis ternama Angelina Jolie pun sering mengunjungi toko ibunya itu. 
(Kok bisa ya artis gitu berburu barang dengan harga dibawah 1 dolar), whatever.
Sesampainya di rumah Jason, aku bertemu dengan ibu dan adiknya saja. Ayahnya sudah lama meninggal. Adiknya perempuan, namanya Kelly. Dia baru masuk sekolah tingkat pertama. Tapi aku tidak mengingat nama ibunya.
Baik sekali. Mereka menerima kedatanganku yang untuk pertama kalinya dengan begitu ramah.
Aku diminta membuat rendang dan nasi goreng. Aku kurang paham bagaimana cara membuat rendang. Meskipun hanya tinggal browsing saja. Aku bilang saja kalau bumbunya tidak tersedia di dapur dan harus mencarinya di Asian Market atau online. Pada akhirnya aku hanya membuat nasi goreng saja. Dengan nasi yang setengah hangus, tapi mereka tidak tahu kalau itu memang hangus.

Katanya enak sekali.

Setelah beberapa jam berada di rumah Jason, aku pun pamit pulang.
Ibunya memberikan sebuah gelas cantik dan beberapa makanan kecil. 

*

Di sini aku jarang minum air mineral, setiap minggu aku membeli segalon susu. Kalau air minum memang sudah tersedia di keran dapur.

Di LA juga ada yang berjualan keliling, pedagang kaki lima. Tapi hanya khusus makanan saja. Kalau abang sayur yang biasanya mangkal di komplek rumah seperti di dekat rumahku sewaktu di Bandung, sepertinya aku belum pernah melihatnya. Karena di sini kalau beli sayuran harus ke supermarket yang harganya memang diatas harga di pasar.

Selain pedagang keliling, di LA juga ada pengemis. Bahkan banyak sekali. Tidak terlalu jauh berbeda dengan di Indonesia, malah lebih parah lagi di sini, para tunawisma harus main kucing dengan para petugas tentunya. 

Pernah sekali, waktu masih bekerja aku melihat ada yang berbaju lusuh berlari di depanku. 
Ternyata sedang di kejar oleh polisi. Di sini selalu ada pembersihan hampir setiap harinya.

Bagi kamu yang mau ke pasar yang agak kumuh di LA, bisa mencari yang namanya China Town. Jadi ingat Pasar Baru di Bandung. Dimana setiap dagangannya sampai keluar tumpah ruah ke trotoar jalan, apalagi menjelang lebaran, sudah pasti pejalan kaki jadi agak susah untuk berjalan. Di sana juga tersedia makanan yang sangat murah. Nasi dan lauknya saja ada yang tidak sampai 2 dolar. Murah sekali. Hanya jaraknya saja dari apartemenku lumayan cukup jauh.
Di sini juga sudah lama sekali ada busway, hanya jarak dari tempat pemberhentian busway ke tempatku lumayan jauh, jadi harus menempuhnya dengan berjalan kaki untuk sampai ke apartemenku.

Kalau untuk bepergian saat santai, lebih baik menggunakan busway, tapi kalau terburu-buru lebih baik menggunakan taksi yang biasa hilir mudik atau melalui aplikasi yang terkenal yaitu Uber. Driver di sini bisa diandalkan. 

*

Waktu santaiku sudah hampir sebulan. Hampir setiap tempat wisata sudah aku kunjungi. 

Akhirnya aku mulai mencari info tentang lowongan pekerjaan.