Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Minggu, 28 April 2024

Nugraha is My Name (part 29)

Nugraha is My Name (part 29)



PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 

 

-------


Beberapa jalan memang harus ditempuh sendirian, tidak dengan keluarga, teman, bahkan pasangan. 

Tapi hanya aku dan Dia. 


-------


Rasanya seperti menjadi manusia yang paling terpuruk di tengah dunia yang sebesar ini, padahal pada kenyataannya tidak ada apa-apanya dibanding kehidupan orang lain yang sama-sama masih berjuang untuk hidup mereka masing-masing.

Masih banyak yang lebih menderita oleh keadaan dalam hidupnya.

Kadang masih terselamatkan oleh istilah "masih untung".

Bersyukur, masih untung bisa tidur di atas kasur yang lumayan empuk, masih untung masih bisa tinggal di tempat beratap, masih untung bisa memakan makanan yang enak setiap hari, masih untung bisa melihat hal-hal baik, masih untung bisa ikut membantu meringankan beban orang lain padahal keadaan diri sendiri saja sedang dalam keadaan yang tidak baik, masih untung bisa mendapat hiburan tanpa harus mengeluarkan banyak biaya, masih untung ada HP yang memudahkan segala urusan, masih untung bisa bertemu makhluk-makhluk fana lainnya yang kadang kalau ngobrol kesana kemari tanpa sesuatu hal yang jelas, dan masih banyak untung lainnya terutama diberi kesehatan yang luar biasa yang mungkin lebih berarti dari hal apapun yang sudah ada.  


"Terkadang manusia berbicara semudah melempar batu ke laut, tapi dia tidak tau sedalam apakah batu itu tenggelam".


Ya, tidak semua orang akan paham dengan apa yang keluar dari mulutnya sendiri, dengan apa yang dia ucapkan dan katakan terhadap orang lain, apakah akan menyakiti atau tidak. 

Dan aku pribadi tidak bisa mengontrol itu semua. Aku hanya bisa mengatur ritme putaran perasaan dan pemikiran dengan apa yang aku dengar dan aku saksikan. Memang benar, tidak semua hal membutuhkan reaksi apalagi emosi. Semua tergantung pada apa yang akan aku lakukan, apakah harus merespon atau membiarkannya begitu saja. Meskipun terkadang masih banyak hal-hal yang tidak pernah aku prediksi sebelumnya. Apalagi tentang pertemuan yang sebenarnya sudah lama aku hindari. 


2021 awal perkenalan, 2022 awal pertemuan, dekat, cukup dekat dan berakhir karena sebuah konflik juga keadaan yang tidak ingin aku hadapi. Mungkin bisa dibilang aku pengecut, tapi logikaku tetap berjalan sedalam apapun perasaan itu. 

Aku pernah berjanji akan membalas budi kepada siapapun yang hadir dalam keadaanku yang sedang tidak baik-baik saja, siapapun orangnya, sejauh apapun jaraknya, setidak menyenangkan pribadinya, tapi tidak jika hal yang seperti itu harus hadir kembali. 


Dia pernah membantuku melewati masa-masa itu, part 9-10-11-27-28.

Terimakasih, tapi aku pikir untuk saat ini semua itu tidak perlu lagi. 

Sebuah kebetulan, ketika aku sedang ada konflik dengan dia, my fucking dadd actually, dia selalu hadir kembali dalam kehidupanku. 

Sebenarnya aku tidak percaya yang namanya kebetulan, tapi apapun rencana-Nya, kebetulan itu selalu terjadi dalam hidupku.

Setelah kembali bertemu dengannya disaat momen lebaran kemarin, kami menjadi dekat lagi. 

Tidak akan ada yang menyadari kedekatan kita seperti apa, kami pandai dalam menyembunyikan semuanya. Dibalut dengan candaan dan penuh cacian, tapi seperti yang sudah bisa ditebak bagaimana keadaan yang sebenarnya. 

Aku bisa saja melanjutkan itu semua, apalagi dengan cara berpikir dia saat ini yang jauh lebih dewasa dibanding 2 tahun yang lalu, yang ya mungkin akan lebih nyambung untuk berbicara dan membahas hal-hal yang cukup penting. Tapi aku memilih untuk tidak melakukan itu semua. 

Aku sudah mengatakan kepadanya bahwa itu adalah masa lalu yang dengan tegasnya aku juga mengatakan bahwa semua itu sudah berlalu. Kita bisa berteman atau seperti adik dan kakak tanpa ragu akan timbulnya hal-hal yang seperti itu. Mungkin sulit untuk dipercaya, tapi aku sudah membuktikannya kepada diriku dan dia juga orang-orang di sekitarku, aku memang mempunyai jalan yang berbeda dari kebanyakan orang dengan segala pertimbangan dan pemikiran juga segala risikonya, tapi itu hanyalah sebuah rasa yang sejauh ini selalu bisa aku kendalikan. Ya, sangat mudah untuk saat ini. Perilaku dan kebiasaanku sudah seperti orang lain pada umumnya. 

Lagi pula aku tidak terlalu peduli dengan apa yang akan orang lain pikirkan, selama aku tidak melakukan hal-hal aneh didepan mereka. 

Dan terlalu berlebihan jika aku masih memikirkan dan khawatir siapa yang akan menyukaiku dan siapa yang tidak menyukaiku, aku memiliki hal-hal yang lebih penting untuk dilakukan.

Mereka, siapapun itu, jika pikirannya positif akan melihat diriku yang sejatinya dan sebenarnya bukan karena prasangka ataupun hal-hal buruk yang pernah terjadi. 

Jika ada yang mencintaiku, aku akan mencintanya.

Jika ada yang mendukungku, aku akan mendukungnya.

Tapi bisa dipastikan itu tidak harus kamu (tidak perlu inisial), mohon maaf. 

Jika ada yang membenciku, aku tidak peduli.

Hidupku tetap berjalan dengan ataupun tanpa gunjingan orang. 


Aku juga sudah mengatakan kepadamu bahwa aku akan ada untukmu jika suatu saat membutuhkanku seperti biasanya dalam hal apapun itu. 


Hal yang aku hindari adalah kembali ke tempat itu, tapi dengan mudahnya Dia membawaku ke dalam keadaan mau tidak mau pada akhirnya aku masih tetap harus berjalan ke lingkungan itu dan bertatap hingga bertegur sapa bahkan bersalaman. 

Aku sempat berjanji untuk menghindarinya, tapi dan tapi Dia selalu saja dengan entengnya menempatkanku pada situasi itu. 


Aku membencinya, demi nama Dia yang maha Kuasa. Saking membencinya aku tidak lagi bisa merasakan bagaimana rasanya rasa sakit itu yang seharusnya bisa aku utarakan. 

Orang yang seharusnya bisa menjadi tujuan ketika aku sebagai anak sedang terjatuh dan terpojok oleh keadaan nasib yang kurang baik. 

Orang yang seharusnya menjadi pendengar ketika aku sedang dalam perjalanan yang hampa dan tanpa arah.

Orang yang seharusnya menyediakan bahunya ketika aku lelah dengan berbagai kenyataan hidup yang sudah jelas tanpa tujuan harus seperti apa dan bagaimana. 

Orang yang seharusnya tau betapa butuhnya aku sebagai anak figur dia yang sebenarnya. 

Aku tau aku sudah cukup umur untuk banyak hal yang mungkin akan biasa saja bagi anak-anak yang lainnya. Tapi aku bukan anak-anak yang lain itu. Aku masih membutuhkan sosok seperti dia, aku tidak menantikan pemberiannya, aku hanya butuh keberadaan dia yang sebenarnya. 

Aku tidak sekuat itu untuk menghadapi kehidupan ini. Aku merasa lelah dan ingin menyerah. Bertahun-tahun aku hidup sendiri. Bertahan dari berbagai macam masalah dan banyaknya cobaan. Aku bisa mencari materi sendiri dengan segala cara yang aku bisa, tapi aku tidak bisa mencari pengganti dirinya. Sedewsa ini aku masih ingin duduk berdua dengannya dan mengutarakan banyak perasaan dan keinginan juga rencana-rencana besar dalam hidupku. Tapi kenapa dia tidak mau dan tidak bisa? 

Setidak penting itukah keberadaanku baginya? 


Aku ini masih manusia. 

Seberapa pun aku merasa aku sangat kuat, aku tetaplah manusia yang bisa merasa lelah, marah, sedih, dan segala bentuk ketidak baik-baikan dalam hidup. 

Aku pernah ada di fase yang paling menyedihkan dalam hidup. Ketika aku hanya terdiam dengan tatapan kosong, lalu aku menangis karena tidak ada pilihan lain selain bertahan pada situasi yang sebenarnya tidak aku inginkan.

Tidak semua orang tau bagaimana aku kuatnya menjaga, mengontrol isi hati, fikiran serta perasaanku untuk terlihat baik-baik saja.


Tapi sekarang aku sadar, membencinya tidak ada hal baik yang akan aku dapat. Semakin aku membencinya, berarti aku semakin membenci diriku sendiri. 


Tidak ada yang salah darinya, semua ini hanya perasaanku yang menginginkan hal yang sudah jelas tidak akan pernah aku dapatkan. 

Aku akan berhenti berekspektasi bahwa orang lain akan mencintaiku seperti layaknya aku mencintai mereka.

Aku sudah berubah menjadi lebih baik untuk diriku dan untuknya, dengan merubah perilakuku, menjaga nama baiknya, dan apapun itu sudah aku lakukan tanpa dia sadari dan tidak harus dia ketahui. 

Aku akan membiarkan semua seperti seharusnya. 

Aku memang menginginkannya, tapi aku akan menganggap bahwa hal itu tidak harus aku dapatkan lagi seumur hidupku. Aku akan berusaha berdamai dengan keadaan diantara kita yang besar kemungkinan tidak sedekat hubungan antara anak dan ayah pada umumnya. 

Aku akan sedikit iri dengan anak-anak lain, tapi mereka juga harus iri dengan kehidupanku yang akan tetap baik-baik saja tanpa sosok itu.


Aku akan tetap berusaha hidup dengan baik dan tenang, hidup dengan sebahagia- bahagianya dengan caraku sendiri.

Mencari yang membuatku senang dan tetap menghargai kesenangan orang lain. Tetap menjadi manusia yang memanusiakan manusia lain ditengah perjalanan hidupku yang sudah pasti tidak akan selalu baik-baik saja seperti saat ini. 

Aku juga akan belajar untuk meromantisasi hidup, tidak menyimpan sakit hati, dendam dan tidak merusak kebahagiaan orang lain.


Karena masalah yang sekarang aku hadapi, mungkin aku merasa cemas, gelisah dan sedikit berlebihan dalam menyikapinya.

Tapi setelah diingat lagi, dulu juga pernah ada ribuan masalah yang sudah aku selesaikan. 

Aku tidak harus larut sedih dengan masalah yang sekarang yakin pernah berpikir dulu pun terasa sangat berat tapi berhasil aku hadapi dan aku lewati. Aku harus kembali yakin bahwa selalu ada solusi dari apa yang Dia ujikan. 


-------


Jika yang di depan membuatku takut dan yang dibelakang membuatku luka, maka aku akan melihat ke atas, melihat Dia yang tidak pernah gagal menolongku dalam setiap cobaan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁