Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Jumat, 12 April 2024

Nugraha is My Name (part 26)

Nugraha is My Name (part 26)



PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


-------


Semua orang sedang berjuang untuk hidupnya, jangan menjadi manusia jahat yang dengan sengaja merusak kehidupan orang lain. Kamu tidak pernah tau kalau ternyata itu semangat terakhir yang dia miliki.

Jadilah manusia baik, atau setidaknya jagalah lisanmu.


-------


Manusia mana yang selalu setia menemani manusia lainnya di saat sedang kesepian bahkan terpuruk, tapi harus terus memasang senyum palsu ketika manusia itu berkali-kali membicarakan nama orang yang telah menyakiti hatinya? 

Manusia mana yang begitu berbesar hati membujuk manusia lainnya untuk mau memaafkan jiwa dan raga manusia lainnya, padahal di dalam hatinya dia begitu menyesali keputusannya?


Terkadang ada manusia yang memang tidak pantas untuk dimaafkan. Dia harus menderita karena telah melepas seseorang.

Kamu tidak bisa menyakiti hati seseorang, lalu dengan seenaknya datang kembali, meminta maaf, lantas berharap bahwa semuanya baik- baik saja setelahnya. Tidak bisa. Enak saja. Perasaan manusia tidak semurah itu. Tidak semua hal di dunia ini bisa diperbaiki hanya dengan kata maaf dan permohonan ampun yang teramat sangat. 

Terkadang, luka itu membekas dan tidak akan pernah bisa sembuh. Dia menjadi bekas luka di hati yang memang sudah rapuh sejak awal.

Menjadi sebuah luka yang tidak sembuh, tapi memang tidak begitu sakit. 

Seharusnya, semua orang yang pernah pergi meninggalkan orang lain tanpa kejelasan itu dihukum untuk tidak akan pernah merasakan bahagia lagi seumur hidupnya. Sebagai bayaran yang setimpal atas kebahagiaan orang lain yang pernah dia renggut sebelumnya.


Aku sudah pernah berusaha keras untuk melupakan bahkan menganggap semuanya tidak pernah terjadi. Tapi ini bukan tentang perasaan dan keinginan, tapi ini tentang waktu yang selalu memperebutkannya antara kenyataan dan khayalan. Sekalipun itu masih masuk akal dan terkadang menjadi pembahasan priabdi dalam diri, tapi bukan hanya waktu yang bergerak diantara kehidupanku, masih ada dunia yang tidak akan pernah merestui sebuah keputusan yang dibatasi oleh firman. 


Jalan hidup setiap orang selalu berbeda, semua orang mempunyai cerita hidup masing-masing, memiliki cara untuk melewati setiap waktu dalam hidupnya, tidak sedikit pula yang sedang berusaha untuk mewujudkan keinginan-keinginan dalam dirinya.


So do I. 

Sepuluh tahun yang lalu aku tidak pernah berpikir akan seperti ini. Jangankan sepuluh tahun yang lalu, satu jam yang lalu saja aku tidak tau apa yang akan terjadi. Apalagi aku adalah orang yang kebetulan memiliki sifat plin-plan dan moody-an parah. Parahnya itu sudah ada di level yang aku sendiri saja tidak bisa mengendalikannya. Persekian detik bisa berubah niat dan tujuan bahkan bisa tidak ada rencana sama sekali. Bayangkan, ketika sudah menyusun banyak agenda secara detail dan rinci, tiba-tiba batal begitu saja. 

Tapi inilah aku. Aku dengan segala ketidak konsistenan yang mungkin akan menjadi alasan bagi orang lain untuk berhenti dan pergi juga memilih tidak bersamaku lagi. 

Terkadang aku sendiri juga tidak begitu mengerti dengan kehidupanku, karena semakin aku mencari tau dan mencoba untuk lebih keras dalam segala hal, maka aku semakin bingung. 

Tapi inilah hidupku. Aku melihatnya begitu unik dan luar biasa. 

Bahkan semua itu menjadi salah satu alasan kenapa aku masih tetap bertahan sampai sejauh ini, kerena hidup ini penuh dengan hal-hal yang mengejutkan, menggelikan, membahagiakan, menyenangkan bahkan terkadang juga begitu menyakitkan. 


Sebagai seorang manusia yang terpaksa dilahirkan tanpa pernah diminta, kita harus menyembah dengan beribadah, kalau tidak bersedia maka akan disiksa dan bahkan diperjalanan pun harus bertemu dengan berbagai cobaan yang datang silih berganti.


Kita tidak bisa memilih dari siapa ingin dilahirkan dan untuk apa diciptakan selain beribadah dan menungggu giliran untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah kita lakukan. Kita juga harus bersedia menjalani kehidupan yang sama sekali tidak pernah kita inginkan. Mencintai orang lain, membencinya, menyukainya, mengomentarinya, menemaninya untuk waktu yang tidak sebentar padahal hati tidak ingin, terpaksa harus bersatu dalam sebuah ikatan padahal ada rasa ingin bebas kesana kemari.


Banyak dicintai oleh orang lain menjadi suatu kebanggaan, dibenci oleh orang lain menjadi suatu beban, dengan berbagai tanggungjawab yang sama sekali tidak terasa nyaman, serasa banyak mata tertuju pada diri kita, tanpa permisi mereka mengambil cerita kita, tanpa maaf mereka membentak kita, tanpa peduli mereka memperlakukan manusia lainnya seperti budak seks, menjadikan sesamanya seperti pelacur, dipekerjakan lalu dibayar dengan seadaanya demi bertahan sampai hari dimana akan tiba saatnya untuk bertemu dengan yang menciptakan.


Anak durhaka, ibu durhaka, ayah durhaka, suami durhaka, tetangga durhaka, saudara durhaka, orangtua durhaka, keluarga yang menyakiti, bahkan orang yang tidak kenal pun mengomentari kehidupan kita seolah-olah mereka tau segalanya tentang hidup kita.

Sedangkan kita? 

Kita yang masih harus bersikap sabar dan tetap menerima keadaan itu sebagai suatu cobaan hidup tanpa diperbolehkan untuk membalas karena aturannya kita akan mendapatkan nilai kebaikan jika ikhlas menerima semua hal yang menyakitkan itu. 


Hidup terkadang selalu bertemu dengan ketidakpastian, ketidakpuasan, ketidakmampuan, ketidakpengertian, ketidaksanggupan, banyak yang lebih menyakitkan dibanding membahagiakan dengan alasan yang katanya kurang bersyukur, tidak bisa menerima takdir, padahal kenyataannya sesabar dan sekuat apapun manusia, rasa sakit tetaplah rasa sakit, kecewa tetaplah kecewa yang kita dapat, ketidakpercayaan yang kita lakukan adalah hal nyata yang dirasakan oleh hati bukan ucapan yang terlintas dalam benak yang disuarakan oleh mulut yang telah dipenuhi oleh rasa sesak karena menimbun banyak penahanan terhadap ketidakadilan dalam hidup. 


Rasanya ingin berteriak keras menghujat, membalikan semua firman, memutuskan kepercayaan yang kadang rapih bak benang kepercayaan terhadap mereka yang sering kali mengecewakan yang pernah berjanji untuk tinggal selamanya tapi malah meninggalkan tanpa pamit, tapi katanya sekali lagi kita sebagai yang diciptakan harus sabar dan ikhlas menerima semua itu, kita hanya bisa duduk sila dan memejamkan mata sambil mengingat nama itu, memuji nama itu dan juga utusan yang paling dicintai, meskipun bukan hanya sekali selalu ada keraguan dalam hati ini, apakah memang benar? Karena terkadang banyak yang tidak masuk akal, banyak yang bisa di debat, banyak yang bisa dijadikan argumen, bahkan banyak juga yang menjadikan semua itu sebagai tameng kekuasaan, juga tidak sedikit yang mengatasnamakan itu untuk kepentingan pribadi dan golongannya. 


Berbagai macam manusia dengan karakter yang berbeda pula. 

Dengan banyaknya karakter dan kerahasiaan yang mereka simpan di ruang kehidupannya masing-masing, tidak sedikit yang tersakiti dan terkhianati tanpa dan bahkan dengan terang-terangan, mencoba untuk mendua, menyakiti dengan sengaja atau sebaliknya, menipu tanpa ampun, menyiksa dengan sangat kejam, melukai fisik dan perasaan, mereka terus menyakiti satu sama lain, tidak pernah peduli hak manusia lainnya, mereka tidak lagi memiliki simpati dan empati. 


Mereka yang selalu ingin kaya, ada yang ingin lebih kaya dan semakin kaya, ada yang mencoba untuk menjadi kaya raya, ada yang tetap ingin terlihat sederhana meskipun dengan kemunafikannya dia lebih ambisius untuk menjadi yang terkaya tanpa memikirkan seberapa banyak orang yang harus dia singkirkan. 


Tapi mau bagaimana lagi, karena sudah dikatakan ini adalah takdir yang tidak bisa dirubah, meskipun masih ada nasib yang bisa kita atur sedemikian rupa, tapi ketika logika lebih penting daripada perasaan, semuanya tidak ada yang bisa terpengaruh apalagi bisa berubah karena untuk merubah itu bukan hal yang mudah. Beda halnya dengan lidah yang dengan ringannya bergerak bahkan bisa lebih tajam dari pedang hingga melukai hati dengan ucapan-ucapan sinisnya. 


Imajinasiku sedang berkelana. 

Memaparkan betapa riuhnya dunia ini. 

Sesekali aku ingin berteriak dan bertanya:

Apakah akan setimpal? 

Aku yang dulu pernah percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja, tapi selalu terkoyak oleh kenyataan yang dengan tegasnya berkata bahwa ternyata kehidupan ini adalah kenyataan yang sebenarnya. Tidak ada kehidupan yang lebih baik atau buruk selain bisa menerima diantara keduanya. 


Tapi memang benar, hidupku ini sangat amat penuh dengan hal-hal yang mengejutkan. 

Apalagi ketika harus kembali dihadapkan dengan masa lalu yang telah lama aku tinggalkan bahkan berusaha keras untuk aku lupakan. Apakah Dia benar-benar sangat tertarik dengan kehidupanku? Hingga harus terus menerus dipertemukan dengan terjangan ombak dan perjalanan yang naik-turun juga lingkungan yang berubah-ubah seperti ini? 


Ada rasa tidak sabar akan bertemu dengan kehidupan yang seperti apa lagi kedepannya. 

Tentang percintaan yang sudah aku anggap cukup. 

Tentang keluarga yang dengan tegasnya aku mengatakan bahwa mereka adalah keluarga yang benar-benar keluarga berdasarkan namanya saja bukan dari fungsinya. 

Tentang diriku yang masih dengan indecisiveness person alias LABIL. 

Tentang kehidupan yang aku pikir akan lebih menarik dibanding kehidupanku sebelumnya. 

Tentang mereka? 

Mereka yang hanya bisa aku benci dalam diam dan aku kagumi dengan perlahan. 


-------


Kagumi saja dirinya, jangan berharap kamu akan memilikinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁