Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Rabu, 14 Juni 2023

My Crab🦀

 


"Sehebat apapun dirimu, tolong jangan pernah mengambil apa yang menjadi milik orang lain"


Quote terbaik sekaligus tersakit yang pernah aku dengar di tahun ini.


(I've heard it twice, 12 tahun yang lalu dan 6 hari yang lalu)


***


Ketika aku merasa bahagia, aku tidak pernah lupa untuk bersyukur dan sebisa mungkin melakukan hal-hal lainnya yang aku tambahkan sebagai rasa syukur ketika aku menyadari bahwa mengucap syukur saja masih terasa kurang. 

Tapi nyatanya semua itu tidakklah cukup, Dia tetap dengan percaya dirinya mengambil rasa bahagia itu dari diriku, kembali menggantikannya dengan rasa sakit yang lumayan dalam. 

Aku pikir pada ulang tahun kali ini Dia akan memberikan kebahagiaan yang sama, tapi Dia mempunyai rencana lain, Dia malah mematahkan hati yang setahun kebelakang begitu berbunga. 

Setelah aku sembuh dari rasa itu, Dia mencoba membawa perasaanku terbang ke awan dengan langit yang cerah, udara yang hangat, membuat senyumku mengembang seolah tidak pernah terjadi apapun. 


Satu tahun kurang 15 hari aku di atas awan. 


Dia mengembalikanku ke daratan dengan pijakan yang masih sedikit mengawang, dengan sedikit kesadaran atas apa yang aku dengar dan aku rasakan, bahwa semuanya tidak ada yang abadi di dunia ini, bahkan senyumku saja belum menjadi tawa apalagi bersuara, Dia mengembalikan rasa hancur yang tidak begitu berantakan.


Aku sudah dewasa, aku juga tidak muda lagi, malah sebentar lagi aku juga mau ulang tahun, hanya saja terkadang rasa kecewa pada diri sendiri itu memang ada. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk menerima apa yang sebenarnya terjadi, butuh waktu yang tepat untuk bisa duduk tenang dan memikirkan apa yang beberapa hari lalu aku dengar, yang selama ini mengganggu pikiran tapi berusaha untuk aku abaikan. 

Apakah sesakit itu? 

Sebenarnya tidak. 

Karena aku sudah memperkirakan hal ini akan terjadi, momen seperti ini akan aku alami, tapi tidak ada dalam pikiranku bahwa semuanya akan terjadi begitu cepat. 


"He's nothing to u! U have no right to do anything for him. Giving, advising, rebuking, scolding, teaching him, and whatever it is. Moreover, intending to take it from me, from us."


Seperti pelangi yang dihapus pasti, seperti petir di siang bolong dikala matahari terang benderang, seperti tersungkur saat berjalan di tanah tanpa berbatu, seperti diludahi tanpa tapi, seperti hamparan pasir yang dipenuhi cucuk berduri, tidak ada bandingannya jika memang diibaratkan seperti itu. 


Aku tidak akan pernah kecewa kepada mereka, tapi aku hanya sedikit kecewa pada diri sendiri yang malah menempatkan dirinya di hati terdalam seperti berlian. 

Padahal aku juga tau bahwa berlian itu bukanlah milikku, seharunya aku lebih dari sadar bahwa diriku bukanlah tempat yang tepat untuk dijadikan sebagai singgasana itu, sekalipun berlian itu nyaman dan tenang ketika diperlakuan sebagaimana mestinya. 

Aku cuci, aku usap, aku buang beberapa debu yang menempel, aku puji, aku banggakan, aku perlihatkan kepada semua orang, aku rawat, aku obati beberapa luka yang ada, aku ganti dengan sedikit kebahagiaan yang aku usahakan dengan segala semampuku, aku lindungi dari terik matahari, aku payungi dari hujan yang turun dengan silih berganti, aku alasi dengan hamparan kain bersih dan wangi, aku selimuti dari dinginnya udara, aku selalu menatap matanya disaat dia berbicara tanpa koma, mendengarkan semua ceritanya tanpa titik, bahkan aku pernah menyeka air matanya disaat dia menangis sedih, "sedikit" merangkulnya disaat dia rapuh dan kecewa oleh mereka, dan sampai aku sadar.


Aku sadar bahwa berlian itu ada pemiliknya. 


***


Hal seperti ini bukan hal tersulit untuk aku lalui, mungkin memang iya aku sedikit kecewa kepada diri sendiri yang terlalu menyayangi seseorang sekaligus tanpa henti tanpa melihat waktu dan kondisi, tapi aku sadar dan mengakui bahwa inilah diriku yang sebenarnya yang menjadikan betapa berbedanya dari orang lain. Aku bisa menyayangi seseorang tanpa ikatan darah sekalipun seperti anak kandung sendiri, orang lain belum tentu bisa melakukan hal yang sama seperti apa yang sudah aku lakukan selama ini. 


Dibalik rasa kecewa itu aku sedikit bangga, karena mungkin aku diajarkan dan diperlihatkan oleh keluargaku termasuk orangtuaku bahwa hal seperti ini bukan hal yang aneh bagiku. Kehidupanku dari kecil sampai dewasa ini melihat orangtua yang melakukan hal yang sama. Aku? Aku tidak ada apa-apanya, 2/10 mungkin jika memang boleh dibandingkan. 

Bagiku pribadi, melakukan hal seperti ini seperti sebuah panggilan dan salah satu jalan untuk merasakan kebahagiaan. 

Tentu saja aku bisa menciptakan kebahagiaanku dengan cara lain dan kebetulan untuk saat ini dengan cara yang seperti ini adalah salah satunya.

Oh com'on! 

Tidak sulit untukku untuk bahagia, aku tau caranya dan aku tau jalannya. 



Kenapa malah menjadi seperti ini?

Mau tau apa permasalahannya? 


Actually sangatlah sederhana tapi sering dan selalu berulang juga karena kurangnya komunikasi diantara kami.

Ketika aku berusaha untuk mengajarkan anak sopan santun, maaf tolong terimakasih (basic u know), mengajarkan dia hal-hal yang dasar, intinya sesuatu demi kebaikan anak. Yang terakhir adalah sabar. 

Anak minta ini itu, tidak harus selalu diikuti (dulu kemana aja). 

Aku menolak untuk membantu dengan alasan tahan dulu, tapi mereka yang mewariskan sifat tidak sabaran. 

Bukan perkara uang 200-300rb, itu barang saja siapa yang awalnya membelikan? Me!

But, please hold on for a while. 



Karena pikiran mereka sudah kesana kemari, ya sudah. 

Aku menolak untuk berdebat untuk hal-hal yang tidak menguntungkan apalagi menimbulkan konflik lain apalagi jika harus berdebat dan dihadapkan dengan orang-orang yang tidak faham apa itu arti diskusi. 


Go on! Oh my God!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁