Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Minggu, 15 Maret 2020

Hidupku Just My Life 2020 (part 2)



Ini tentang sebuah cerita dari orang yang mempunyai sedikit mimpi dan sedikit harapan tanpa perlu ada pengakuan dari orang lain yang membaca atau mendengar semua ceritanya.
Jika kamu pada akhirnya menjadi salah satu orang yang menjadi pembaca atau pendengar isi hati orang itu, saya yakin itu karena tidak sengaja, dan atau kemungkinan lainnya adalah kamu ingin benar-benar tau siapa dan bagaiamana saya.

***

Ketika saya memutuskan untuk memperbaiki diri, ternyata itu seperti sesuatu yang bisa dikatakan sangat amat tidak mudah untuk dilakukan, seperti pemalas yang enggan untuk bangun dari tempat tidurnya, seperti orang-orang yang nyaman dengan kehidupannya saat ini, seperti orang-orang yang tidak lagi peduli akan hari esok, seperti orang yang sama sekali tidak khawatir akan sesuatu yang akan terjadi dengan dirinya dikemudian hari.

Well, saya mau membuat pengakuan, yang saya khawatirkan dalam hidup adalah tentang akan dimana saya tinggal 30 tahun mendatang jika umur saya sampai ke waktu itu. Rumah ? Ya, mungkin saya akan berhenti bekerja jika saya sudah mempunyai rumah impian dengan ukuran 4x5 2 lantai dengan dapur dan ruang TV di lantai 1 dan kamar pribadi di lantai 2, dengan halaman yang tidak terlalu luas, tanpa kolam ikan apalagi kolam renang karena saya tau merawatnya butuh waktu khusus dan biaya yang tidak sedikit, mungkin beberapa pot bunga atau 2-3 pohon yang bisa berbuah seperti jeruk atau mangga.

But that’s just a dream.

Saya tidak pernah mau mengakui bahwa itu sebagai masa depan, mungkin hanya masuk ke daftar keinginan saja, karena saya masih ingat yang diucapkan dia, “jangan terlalu serius manatap masa depan yang belum tentu dapat kita lalui, jalani saja apa yang terjadi saat ini”, mari kita artikan secara awam!
Bukankah semua orang berhak mempunyai mimpi, bahkan ada pepatah “where there is a will there is a way” “gantungkan cita-citamu setinggi langit” dan masih banyak lagi kalimat bijak yang mungkin membuat orang berlomba-loba untuk membuat daftar mimpinya.
Apakah dia tidak mengharuskan saya memiliki keinginan tinggi ? Apakah dia tidak percaya bahwa setiap mimpi akan dapat terwujud dengan terus berusahanya orang itu untuk mencapainya, mewujudkannya ?
Atau, dia tidak percaya kalau saya mampu membuat berbagai mimpi dan mencoba untuk menjadikan semua mimpi-mimpi itu menjadi nyata ? Karena kalimat itu seperti sebuah benih yang setiap hari tersiram oleh banyak kepercayaan dan semakin hari semakin tumbuh dengan cepat hingga kuat dengan akar serta ranting dan batang yang kokoh hingga tidak mudah lagi untuk dicabut dari pikiran ini.
Bagaimana bisa dia menanamkan kepercaan seperti itu ? Jahatkah ?
Ya, saya berpikir seperti itu.

But it was.

Sebelum saya bisa membuka pikiran dengan benar-benar terbuka, sebelum saya mampu menerima keadaan hidup yang ternyata tidak semudah yang dibayangkan, sebelum saya sadar bahwa hidup ini bukan hanya tentang mimpi dan terus bermimpi, sebelum saya faham bahwa untuk mewujudkan satu atau bahkan setengah dari mimpi saja ternyata membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Setelah saya mencoba berpikir apa arti dibalik kalimat itu, ternyata bukan berarti kita tidak boleh mempunyai keinginan atau mimpi, hanya saja harus sadar dengan kemampuan diri kita, harus tau sampai mana batas garis cara berpikir dan cara pandang kita untuk hal-hal yang memang terlihat jauh di depan sana. Jangan terlalu serius manatap masa depan karena itu semua belum tentu benar-benar dapat kita lewati, jangankan kita lewati, sampai di titik itu saja belum tentu kita mampu. Ini bukan tentang pesimis akan sesuatu, tapi untuk zaman sekarang ini kita tidak bisa mengandalkan angan-angan untuk tetap bisa bertahan hidup. Kita butuh logika yang semua orang juga tau bahwa itu jauh lebih penting dibandingkan hanya memakai firasat atau perasaan. Makanya lebih baik fokus dengan apa yang kita kerjakan saat ini, lebih baik jalani dengan benar dan yakin apa yang terjadi saat ini. Jika ada peluang maka manfaatkan itu, jika ada masalah maka segera selesaikan itu.
Kita tidak bisa membuang waktu untuk bermimpi.

***

Menurut psikolog, katanya kecerdasan anak itu gen dari sang ibu. Tentu saja termasuk bodoh dan pintarnya anak ya bisa dibilang itu turunan dari sang ibu, itu bahasa kasarnya. Ya contohnya bagaimana dia berpikir, berbahasa dan berintelektual.
Dan selebihnya adalah turunan dari sang ayah.

Well, saya tidak pernah khawatir dengan kegagalan si pencukur rambut yang memotong rambut saya yang ternyata hasil akhirnya jauh dengan keinginan yang saya mau di awal, karena dalam beberapa hari saja pasti akan tumbuh dengan cepat. Saya tidak akan pernah memarahinya jika itu terjadi lagi, karena saya berpikir itu hanya akan membuang waktu dan membuka sisi lain saya yang buruk jika saya melakukan itu.

Lain halnya jika salah cara asuh anak.

Jika seorang anak dari usia dini ditanamkan hal-hal buruk like bertengkar di hadapan dia, memarahinya di depan umum, menghukumnya melebihi apa yang dia lakukan, membatasinya untuk berbicara, atau yang lebih buruknya adalah tidak pernah berbicara dengannya.
Mungkin uang memang segalanya bagi sebagian orang dan saya, tentu saja. Tapi anak kecil, mereka tidak butuh itu, mereka hanya ingin di dengar dan dianggap. Semuanya bisa dibeli dengan uang, tapi waktu tidak akan pernah bisa kembali apalagi dibeli.
Ini semua bukan tentang masa lalu saya, saya hanya melihat dari kehidupan anak-anak zaman sekarang. 
How about your child ?

***

Saya tidak pernah menganal ibu saya dengan benar, saat saya umur 1,5 tahun saya tinggal dengan tante saya, karena ibu saya sakit, dan saat saya kelas 1 SD ibu saya meninggal. Bahkan saya sama sekali tidak mengingat wajah orang yang melahirkan saya. Tapi saya bisa mengenal dia dari orang-orang yang memang mengenalnya dengan benar dan dari kakak saya, dan tentu saja dari diri saya sendiri.
Saya tau bagaimana dia berpikir, bagaimana dia berprilaku, bagaimana dia memperlakukan orang-orang disekitarnya, bagaimana dia melihat sisi lain dari kehidupan ini dan masih banyak lagi yang bisa saya kenali karena semakin hari saya sadar bahwa dia memang sudah tiada tapi tidak dengan apa yang dia tinggalkan. Tentu saja apa yang ada di kepala saya, saya jadi tau cara berpikir yang baik, saya jadi tau bagaimana berprilaku yang seharusnya, saya jadi faham bagaimana cara memperlakukan orang-orang yang ada dikehidupan saya, dan saya semakin mengerti bagaimana cara saya melihat kehidupan dari berbagai sisi.

Bagaimana dengan ayah ?
Saya ingat waktu itu mungkin umur saya sekitar 3 tahun. Ketika ayah saya masih memakai celana jeansnya. Saya meminta cincin persis dengan apa yang dia pakai saat itu. Dan tidak lama setelah itu dia mengirmkannya ke rumah tante saya. Tapi cincin itu hilang di kolam ikan depan rumah.
Terus mendapat kiriman banyak tauco darinya, karena dia sering sekali pergi dinas ke daerah Cianjur kota. Rasanya lumayan enak, tidak seburuk buatannya yang sengaja dia buat sendiri di rumah beberapa tahun lalu.
Saya ingat ketika saya awal masuk sekolah SD, saya mempunyai kebanggaan tersendiri kala itu, karena my dad is my teacher. Itu berlaku sampai saya masuk SMA. Tapi sejak SMA saya baru sadar bahwa ayah saya sama sekali tidak berpengaruh lagi untuk menunjang kepercayaan diri saya dan itu berlaku untuk kehidupan saya mulai saat itu. Karena ternyata saya baru menyadari, waktu sudah berubah, sudah bukan saatnya lagi untuk berada dibawah payung bersamanya lagi, saya harus mempunyai tempat baru untuk berteduh. Apalagi sejak saat itulah kalimat-kalimat bijak versi dia mulai saya dengar dan tertanam di dalam hati dan terngiang terus dalam dipikiran ini, yang hingga akhinya saya mau tidak mau memiliki pemikiran-pemikiran yang berdasarkan logika dalam kehidupann saya sampai saat ini.
Dia keras, pemikir yang hebat, pemecah masalah, pemberi solusi, ahli matematika, jago begadang, perokok sekaligus peminum kopi, bersahabat dengan siapa saja, dan tentu saja temannya banyak dan ada dimana-mana, sopan, selalu menyapa, dikagumi banyak orang, dihormati banyak orang, disegani banyak orang, banyak orang yang mau ada diposisinya seperti saat ini, jago masak, dan masih banyak lagi sisi lain dari dia yang belum saya tulis.
How about me ?
Saya keras ? Ya, tapi itu dulu, ayah saya juga dulu, sekarang dia sudah tidak sekeras dulu, mungkin keluarga saya tau perubahan itu. Pemikir ? Ya, tapi tidak untuk hal yang tidak menguntungkan, u know, untuk apa berpikir keras untuk hal yang sama sekali tidak ada artinya. Pemecah masalah ? Saya tidak terlalu ahli jika menjadi penengah, atau pada suatu waktu ada yang meminta solusi, saya akan menjawabnya dengan spontan karena jika dipikir lagi saya selalu merasa bahwa semakin lama dipikir dan dicari solusinya maka akan timbul jawaban bahwa itu tidak penting lagi untuk diselesaikan. Pemberi solusi ? Sama dengan apa yang saya bilang barusan. Ahli matematika ? Saya tidak bodoh dalam berhitung, tapi pikiran saya terlalu cepat untuk menambahkan/mengurangi/membagi/mengalikan angka, hingga akhirnya saya tidak mampu menemukan jawaban yang sebenarnya dengan cepat, sama halnya dengan tulisan tangan saya yang hanya bisa dimengerti oleh saya sendiri. U know what I mean. Jago begadang ? Ya, tentu. Perokok sekaligus peminum kopi ? Rokok saya kadang-kadang, tapi tidak untuk kopi. Ada kabar terakhir bahwa ayah saya juga sekarang sudah mengurangi rokok dan kopinya. Bersahabat dengan siapa saja ? Saya ? Tergantung. Tapi saya bisa mengenal semua orang dari semua kalangan. Sopan ? Tergantung dengan siapa saya berhadapan, tapi kadang saya suka khilaf kalau sudah kenal sama orang, kadang sopan saya berkurang karena terlalu banyak lawakan, yeah like him. Selalu menyapa ? Tergantung. Dikagumi banyak orang ? Sampai saat ini hanya saya sendiri yang dengan sadar mengagumi diri saya sendiri. Narsis! Dihormati orang ? I don’t know. Tapi sampai saat ini 95% orang fine-fine saja. Jago masak ? Saya tidak jago, hanya bisa. Jadi masih bisa diandalkan kalau suatu waktu tidak ada makanan di rumah ya saya selalu inisiatif untuk memasak.Sebuah fakta, di rumah saya semua orang bisa memasak.

Saya memang merasa tidak sama dengannya, tapi secara garis besar saya masih membawa sedikit gen dari dia. Dan saya bersyukur telah ditanamkan banyak logika dalam diri saya yang ternyata sangat berguna dibanding yang lainnya, karena kehidpan ini harus dihadapi dengan logika agar semua semakin masuk akal dan mudah untuk dimengerti.
Meskipun saya baru tinggal dengannya sejak SMP, tapi itu semua sudah lebih dari cukup, karena saya merasa bahwa dia mampu menebus waktu bertahun-tahun dengan apa yang dia tanamkan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁