Ini tentang sebuah
cerita dari orang yang mempunyai sedikit mimpi dan sedikit harapan tanpa perlu
ada pengakuan dari orang lain yang membaca atau mendengar semua ceritanya.
Jika kamu pada
akhirnya menjadi salah satu orang yang menjadi pembaca atau pendengar isi hati
orang itu, saya yakin itu karena tidak sengaja, dan atau kemungkinan lainnya adalah
kamu ingin benar-benar tau siapa dan bagaiamana saya.
***
Ketika saya
memutuskan untuk memperbaiki diri, ternyata itu seperti sesuatu yang bisa dikatakan
sangat amat tidak mudah untuk dilakukan, seperti pemalas yang enggan untuk
bangun dari tempat tidurnya, seperti orang-orang yang nyaman dengan
kehidupannya saat ini, seperti orang-orang yang tidak lagi peduli akan hari
esok, seperti orang yang sama sekali tidak khawatir akan sesuatu yang akan
terjadi dengan dirinya dikemudian hari.
Well, saya mau membuat
pengakuan, yang saya khawatirkan dalam hidup adalah tentang akan dimana saya
tinggal 30 tahun mendatang jika umur saya sampai ke waktu itu. Rumah ? Ya,
mungkin saya akan berhenti bekerja jika saya sudah mempunyai rumah impian
dengan ukuran 4x5 2 lantai dengan dapur dan ruang TV di lantai 1 dan kamar
pribadi di lantai 2, dengan halaman yang tidak terlalu luas, tanpa kolam ikan
apalagi kolam renang karena saya tau merawatnya butuh waktu khusus dan biaya
yang tidak sedikit, mungkin beberapa pot bunga atau 2-3 pohon yang bisa berbuah
seperti jeruk atau mangga.
But that’s just a dream.
Saya tidak pernah
mau mengakui bahwa itu sebagai masa depan, mungkin hanya masuk ke daftar
keinginan saja, karena saya masih ingat yang diucapkan dia, “jangan terlalu
serius manatap masa depan yang belum tentu dapat kita lalui, jalani saja apa
yang terjadi saat ini”, mari kita artikan secara awam!
Bukankah semua
orang berhak mempunyai mimpi, bahkan ada pepatah “where there is a will there
is a way” “gantungkan cita-citamu setinggi langit” dan masih banyak lagi
kalimat bijak yang mungkin membuat orang berlomba-loba untuk membuat daftar
mimpinya.
Apakah dia tidak
mengharuskan saya memiliki keinginan tinggi ? Apakah dia tidak percaya bahwa
setiap mimpi akan dapat terwujud dengan terus berusahanya orang itu untuk
mencapainya, mewujudkannya ?
Atau, dia tidak
percaya kalau saya mampu membuat berbagai mimpi dan mencoba untuk menjadikan
semua mimpi-mimpi itu menjadi nyata ? Karena kalimat itu seperti sebuah benih
yang setiap hari tersiram oleh banyak kepercayaan dan semakin hari semakin
tumbuh dengan cepat hingga kuat dengan akar serta ranting dan batang yang kokoh
hingga tidak mudah lagi untuk dicabut dari pikiran ini.
Bagaimana bisa dia
menanamkan kepercaan seperti itu ? Jahatkah ?
Ya, saya berpikir seperti itu.
But it was.
Sebelum saya bisa
membuka pikiran dengan benar-benar terbuka, sebelum saya mampu menerima keadaan
hidup yang ternyata tidak semudah yang dibayangkan, sebelum saya sadar bahwa
hidup ini bukan hanya tentang mimpi dan terus bermimpi, sebelum saya faham
bahwa untuk mewujudkan satu atau bahkan setengah dari mimpi saja ternyata
membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Setelah saya
mencoba berpikir apa arti dibalik kalimat itu, ternyata bukan berarti kita
tidak boleh mempunyai keinginan atau mimpi, hanya saja harus sadar dengan
kemampuan diri kita, harus tau sampai mana batas garis cara berpikir dan cara
pandang kita untuk hal-hal yang memang terlihat jauh di depan sana. Jangan terlalu
serius manatap masa depan karena itu semua belum tentu benar-benar dapat kita
lewati, jangankan kita lewati, sampai di titik itu saja belum tentu kita mampu.
Ini bukan tentang pesimis akan sesuatu, tapi untuk zaman sekarang ini kita
tidak bisa mengandalkan angan-angan untuk tetap bisa bertahan hidup. Kita butuh
logika yang semua orang juga tau bahwa itu jauh lebih penting dibandingkan
hanya memakai firasat atau perasaan. Makanya lebih baik fokus dengan apa yang
kita kerjakan saat ini, lebih baik jalani dengan benar dan yakin apa yang
terjadi saat ini. Jika ada peluang maka manfaatkan itu, jika ada masalah maka
segera selesaikan itu.
Kita tidak bisa membuang waktu untuk bermimpi.
***
Menurut psikolog,
katanya kecerdasan anak itu gen dari sang ibu. Tentu saja termasuk bodoh dan
pintarnya anak ya bisa dibilang itu turunan dari sang ibu, itu bahasa kasarnya.
Ya contohnya bagaimana dia berpikir, berbahasa dan berintelektual.
Dan selebihnya
adalah turunan dari sang ayah.
Well, saya tidak
pernah khawatir dengan kegagalan si pencukur rambut yang memotong rambut saya
yang ternyata hasil akhirnya jauh dengan keinginan yang saya mau di awal,
karena dalam beberapa hari saja pasti akan tumbuh dengan cepat. Saya tidak akan
pernah memarahinya jika itu terjadi lagi, karena saya berpikir itu hanya akan
membuang waktu dan membuka sisi lain saya yang buruk jika saya melakukan itu.
Lain halnya jika
salah cara asuh anak.
Jika seorang anak
dari usia dini ditanamkan hal-hal buruk like bertengkar di hadapan dia,
memarahinya di depan umum, menghukumnya melebihi apa yang dia lakukan,
membatasinya untuk berbicara, atau yang lebih buruknya adalah tidak pernah
berbicara dengannya.
Mungkin uang
memang segalanya bagi sebagian orang dan saya, tentu saja. Tapi anak kecil,
mereka tidak butuh itu, mereka hanya ingin di dengar dan dianggap. Semuanya
bisa dibeli dengan uang, tapi waktu tidak akan pernah bisa kembali apalagi
dibeli.
Ini semua bukan tentang masa lalu saya, saya hanya melihat dari kehidupan anak-anak zaman sekarang.
How about your child ?
***
Saya tidak pernah menganal ibu saya dengan benar, saat saya umur 1,5 tahun saya
tinggal dengan tante saya, karena ibu saya sakit, dan saat saya kelas 1 SD ibu saya
meninggal. Bahkan saya sama
sekali tidak mengingat wajah orang yang melahirkan saya. Tapi saya bisa
mengenal dia dari orang-orang yang memang mengenalnya dengan benar dan dari
kakak saya, dan tentu saja dari diri saya sendiri.
Saya tau bagaimana
dia berpikir, bagaimana dia berprilaku, bagaimana dia memperlakukan orang-orang
disekitarnya, bagaimana dia melihat sisi lain dari kehidupan ini dan masih
banyak lagi yang bisa saya kenali karena semakin hari saya sadar bahwa dia memang
sudah tiada tapi tidak dengan apa yang dia tinggalkan. Tentu saja apa yang ada
di kepala saya, saya jadi tau cara berpikir yang baik, saya jadi tau bagaimana
berprilaku yang seharusnya, saya jadi faham bagaimana cara memperlakukan
orang-orang yang ada dikehidupan saya, dan saya semakin mengerti bagaimana cara
saya melihat kehidupan dari berbagai sisi.
Bagaimana dengan
ayah ?
Saya ingat waktu
itu mungkin umur saya sekitar 3 tahun. Ketika ayah saya masih memakai celana
jeansnya. Saya meminta cincin persis dengan apa yang dia pakai saat itu. Dan
tidak lama setelah itu dia mengirmkannya ke rumah tante saya. Tapi cincin itu
hilang di kolam ikan depan rumah.
Terus mendapat
kiriman banyak tauco darinya, karena dia sering sekali pergi dinas ke daerah
Cianjur kota. Rasanya lumayan enak, tidak seburuk buatannya yang sengaja dia
buat sendiri di rumah beberapa tahun lalu.
Saya ingat ketika
saya awal masuk sekolah SD, saya mempunyai kebanggaan tersendiri kala itu,
karena my dad is my teacher. Itu berlaku sampai saya masuk SMA. Tapi sejak SMA
saya baru sadar bahwa ayah saya sama sekali tidak berpengaruh lagi untuk
menunjang kepercayaan diri saya dan itu berlaku untuk kehidupan saya mulai saat
itu. Karena ternyata saya baru menyadari, waktu sudah berubah, sudah bukan
saatnya lagi untuk berada dibawah payung bersamanya lagi, saya harus mempunyai
tempat baru untuk berteduh. Apalagi sejak saat itulah kalimat-kalimat bijak
versi dia mulai saya dengar dan tertanam di dalam hati dan terngiang terus
dalam dipikiran ini, yang hingga akhinya saya mau tidak mau memiliki
pemikiran-pemikiran yang berdasarkan logika dalam kehidupann saya sampai saat
ini.
Dia keras, pemikir
yang hebat, pemecah masalah, pemberi solusi, ahli matematika, jago begadang,
perokok sekaligus peminum kopi, bersahabat dengan siapa saja, dan tentu saja
temannya banyak dan ada dimana-mana, sopan, selalu menyapa, dikagumi banyak
orang, dihormati banyak orang, disegani banyak orang, banyak orang yang mau ada
diposisinya seperti saat ini, jago masak, dan masih banyak lagi sisi lain dari
dia yang belum saya tulis.
How about me ?
Saya keras ? Ya,
tapi itu dulu, ayah saya juga dulu, sekarang dia sudah tidak sekeras dulu,
mungkin keluarga saya tau perubahan itu. Pemikir ? Ya, tapi tidak untuk hal
yang tidak menguntungkan, u know, untuk apa berpikir keras untuk hal yang sama
sekali tidak ada artinya. Pemecah masalah ? Saya tidak terlalu ahli jika
menjadi penengah, atau pada suatu waktu ada yang meminta solusi, saya akan
menjawabnya dengan spontan karena jika dipikir lagi saya selalu merasa bahwa
semakin lama dipikir dan dicari solusinya maka akan timbul jawaban bahwa itu
tidak penting lagi untuk diselesaikan. Pemberi solusi ? Sama dengan apa yang saya
bilang barusan. Ahli matematika ? Saya tidak bodoh dalam berhitung, tapi
pikiran saya terlalu cepat untuk menambahkan/mengurangi/membagi/mengalikan
angka, hingga akhirnya saya tidak mampu menemukan jawaban yang sebenarnya
dengan cepat, sama halnya dengan tulisan tangan saya yang hanya bisa dimengerti
oleh saya sendiri. U know what I mean. Jago begadang ? Ya, tentu. Perokok
sekaligus peminum kopi ? Rokok saya kadang-kadang, tapi tidak untuk kopi. Ada
kabar terakhir bahwa ayah saya juga sekarang sudah mengurangi rokok dan
kopinya. Bersahabat dengan siapa saja ? Saya ? Tergantung. Tapi saya bisa
mengenal semua orang dari semua kalangan. Sopan ? Tergantung dengan siapa saya
berhadapan, tapi kadang saya suka khilaf kalau sudah kenal sama orang, kadang
sopan saya berkurang karena terlalu banyak lawakan, yeah like him. Selalu
menyapa ? Tergantung. Dikagumi banyak orang ? Sampai saat ini hanya saya
sendiri yang dengan sadar mengagumi diri saya sendiri. Narsis! Dihormati orang
? I don’t know. Tapi sampai saat ini 95% orang fine-fine saja. Jago masak ?
Saya tidak jago, hanya bisa. Jadi masih bisa diandalkan kalau suatu waktu tidak
ada makanan di rumah ya saya selalu inisiatif untuk memasak.Sebuah fakta, di
rumah saya semua orang bisa memasak.
Saya memang merasa
tidak sama dengannya, tapi secara garis besar saya masih membawa sedikit gen
dari dia. Dan saya bersyukur telah ditanamkan banyak logika dalam diri saya
yang ternyata sangat berguna dibanding yang lainnya, karena kehidpan ini harus
dihadapi dengan logika agar semua semakin masuk akal dan mudah untuk
dimengerti.
Meskipun saya baru
tinggal dengannya sejak SMP, tapi itu semua sudah lebih dari cukup, karena saya
merasa bahwa dia mampu menebus waktu bertahun-tahun dengan apa yang dia
tanamkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kamu disini!👇✌️😁