Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Selasa, 05 Desember 2023

Nugraha is My Name (part 12)

Nugraha is My Name (part 12)


PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


- Nugraha is my name. 


-------


Desember 2023.


Fz adalah salah satu orang yang memberi warna baru dalam kehidupanku pada saat ini. 

Disaat aku ingin menjauh dan berusaha untuk hidup tanpa ada orang baru lagi, ternyata takdir berkata lain. Berawal dari ketidaksengajaan yang membawaku pada situasi yang mungkin akan rumit atau membahagiakan. Tapi sudah tau bahwa kebahagiaan itu tidak akan selamanya ada. 

Dia juga menjadi salah satu orang yang memberi inspirasi baru dan mengajarkanku bahwa bersyukur saja tidak cukup. 


-------


Juni 2022. 


Flashback to 2010.

Tahun dimana aku menjadi seorang ayah pengganti yang seharusnya tidak perlu aku lakukan. 


Masih ingat, saat itu hampir tengah malam, tanggal 11-05-2010 jam 23:39.

Aku bersama teman-temanku sedang menikmati malam yang indah dan bahkan terlalu sayang untuk dilewatkan. 

Kehidupan anak remaja yang sedang benar-benar tau bagaimana cara menikmati kesenangan tanpa mempedulikan kanan kiri dan kedepannya.

Apalagi saat itu aku sedang jauh dari rumah. 

Tiba-tiba aku di telepon oleh seseorang, dia adalah ayah dari perempuan itu. 


Aku disuruh datang ke RSIA di Astana Anyar, diminta untuk meng-adzani anak yang baru lahir. Karena kakek dari anak itu sedang berada diluar kota.

Pada keesokan harinya aku juga diminta memberi nama sementara olehnya untuk anak itu, aku pilih "Angga Nugraha" dan sekalian diminta untuk menandatangani surat kelahiran.


Pertama menggendong bayi, dalam hatiku, "kamu bukan anakku", tapi aku mencoba untuk merubah pola pikir itu, kamu anak yang tidak berdosa. 

Di usiaku yang belum genap 18 tahun, baru keluar dari rumah, lagi kacrut-kacrutnya, mencoba untuk peduli dengan seorang perempuan yang ditinggal oleh pria yang tidak bertanggung jawab. Tapi seiring waktu berjalan, aku menerima keputusan atas apa yang sudah aku pilih, dia memang hanya temanku, dia bukan pacarku ataupun saudaraku, tapi aku tetap memperdulikannya. 

Dan anak itu juga bukan darah dagingku, tapi aku menyayanginya. 


Aku belajar menjadi pribadi yang baik, belajar menjadi sosok ayah pengganti yang bisa dijadikan contoh, aku juga berusaha memenuhi kebutuhannya, belajar menerima banyak hal entah itu omongan yang kurang enak untuk didengar ataupun banyak pujian yang orang lain sampaikan. 

Sampai aku kembali merasa kecewa karena terlalu dalam mencintai seseorang, yaitu anak itu. Anak yang sudah jelas bukanlah anakku. 

Aku terlalu erat memegang gelas hingga pecah dan malah melukai tanganku sendiri.


Satu tahun kemudian.

2011.

Rasanya waktu berjalan begitu cepat kala itu.

Dia bisa melihat wajahku, mengenali suaraku, bisa tertidur di gendonganku, berhenti menangis dalam pelukanku, dia belajar merangkak, berjalan, dia juga memanggilku dengan nama "Nugi" bukan panggilan lainnya. Dan tiba saatnya ulang tahun pertama anak itu.

Aku diminta mengambil kue ulang tahun oleh ibunya di sebuah toko yang tidak jauh dari rumah.

Dan ketika aku kembali ke rumah, ada sosok yang membawa hadiah yang selama ini perempuan itu inginkan, "akta kelahiran" dengan nama anak itu yang berubah menjadi "Erlangga Sadewa". Dan sosok itu adalah ayah biologisnya.


Masih terbayang dan sedikit terasa sakit jika teringat saat itu. 

Remaja umur 19 tahun dihadapkan dengan kenyataan yang benar-benar menyakitkan. Remember, aku tidak sayang kepada ibunya selain hanya perduli, apalagi jika harus mencintainya, tapi aku menyayangi dan mencintai anak itu melebihi sayang dan cintaku kepada orang-orang sebelum dia, bahkan sampai saat ini pun belum pernah aku merasakan hal seperti itu kepada orang lain melebihi semua rasa sayang dan cinta kepadanya, kepada anak itu. 


Acara ulang tahun pertamamya pun tetap berlangsung.

Aku bertahan sejenak untuk melanjutkan momen terbaik yang sudah aku buat sejak jauh-jauh hari.

Kami juga mengundang beberapa anak tetangga disekitar rumah.

"Happy birthday to you, happy birthday to you, tiup lilinnya, tiup lilinnya".

Kemudian aku memberinya hadiah kecil sepatu berwarna abu tanpa bungkus kado, karena aku pikir setiap hari adalah hari yang spesial untuknya, jadi aku menganggap hari ulang tahun itu tidak ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya, setiap hari bersamanya adalah hari spesial bagi kami. 


Setelah acara itu selesai, aku mencoba mencerna semuanya. Berusaha untuk berpikir dan merenung.

Tapi semakin hari semakin tidak ada kesempatan lagi untuk aku ada diantara mereka, hingga pada akhirnya aku keluar dari hari-harinya, dari kehidupannya.

Berusaha move-on dan hanya sesekali aku datang menemuinya.

Karena aku bertemu banyak orang ditengah perjalanan baruku, mencoba banyak hal yang sejak saat itu bisa merubah cara pandangku terhadap dunia, terhadap orang-orang bahkan tehadap perempuan. 

Again, aku tidak akan pernah menyalahkan siapapun, karena semuanya sudah aku pilih dan aku lakukan atas kesadaranku sepenuhnya. Aku yang memilih dan berusaha untuk bertanggung jawab akan banyak hal untuk hidupku.


Tapi aku benar-benar tidak pernah tau jika pada saat umurnya yang ke 3 tahun orang tuanya memutuskan untuk berpisah. 

Andai saja aku tau itu sejak dulu, mungkin aku akan deket dengannya lagi sejak lama.


20 Juni adalah hari ulang tahunku. 

Masih ingat betul pada saat itu aku sama si Rendi sedang berada di lantai 2 mengecat ruangan yang terkadang menjadi tempat untuk kami mengobrol dan apapun itu. 

Pagi menuju siang, aku berdo'a dengan tangan yang mengepal berbalut warna cat biru hampir memenuhi setiap jariku. 

"Ya Allah, selain sehat dan umur yang berkah, kalau boleh aku ingin dipertemukan dengan orang-orang yang baik dan sayang juga menerima diriku apa adanya. Urusan rezeki bisa aku usahakan dan sudah Engkau janjikan. Amiin". 

Begitu saja dan sudah. 


Dan Tuhan memberi jawaban atas do'aku beberapa hari kemudian dengan rasa sadar bahwa bukan tentang asmara atau percintaan yang Dia berikan. Tapi aku dipertemukan dengan orang-orang yang selama ini sudah ada disekitarku secara jarak tapi terhalang oleh sebuah egois. 

Ya, mereka adalah keluargaku. Terutama kakak keduaku yang rumahnya pada saat itu aku jadikan tempat untuk bertahan semetara aku sedang berusaha untuk sembuh dari banyaknya perasaan yang tidak pasti. 

Aku juga menjadi lebih dekat dengan anggota keluarga yang lainnya. 

Karena aku sadar bahwa selama ini aku memang merasa jauh dari mereka secara emosional, tidak ada ikatan batin secara mendalam. 


Dilain sisi, aku juga ingin bertemu dengan orang yang baru. Pada awalnya.

Saat itu aku baru mengakhiri hubungan dengan seseorang yang sebelumnya sudah berjalan selama hampir 5 tahun, dengan alasan karena aku sudah terlalu kecewa kepadanya, banyak hal yang sudah aku korbankan dan aku pertaruhkan, materi dan waktu adalah yang terpenting, tapi disaat aku sedang butuh sosok orang yang bisa mengerti ternyata dia tidak bisa membantuku untuk melewati masa tersulit dalam hidupku. Orang terdekat yang seharusnya menjadi pendengar dan pemberi masukan terbaik malah acuh dan tidak peduli seakan-akan aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Aku berkali-kali patah hati tapi aku bisa melewatinya dengan cepat dan mudah karena obatnya hanya mencari hati yang baru, tapi saat itu adalah patah hati terberat selama hidupku sejauh ini, aku patah hati oleh ayahku sendiri. Patah hati oleh orang yang aku sayangi oleh orang yang dari kecil hingga saat ini aku jadikan contoh. Tidak ada obat untuk patah hati olehnya, aku tidak bisa mencari hati yang lain. Dia ayahku. Tidak mungkin dan akan aneh juga jika aku mencari sosok ayah lagi. Tidak bisa menghindar dan berlari, aku harus menjalani dan melewati masa terhancur itu, aku harus kembali memperbaiki dan kembali menjalani hidupku dengan kenyataan bahwa aku harus menyembuhkannya sendirian secara perlahan. 


Tadinya aku ingin bertemu dengan cinta yang baru, tadinya, tapi ternyata Tuhan malah mendatangkan orang yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehku, aku sama sekali tidak menyangka akan bertemu lagi dengan sosok dari masa laluku. 


Beberapa hari setelah hari ulang tahunku, aku inisiatif membuka permintaan chat di akun instagram. Skip skip skip dan aku tertarik dengan salah satu pesan dari temanku 11 tahun lalu. 

Dia meminta nomor teleponku, karena sudah pernah kenal aku pun langsung memberikannya. 

Dan bukan temanku yang ternyata menghubungiku melainkan keponakannya. 

"Om, ini Angga".

Seorang anak yang pernah aku gendong 11 tahun lalu, seorang anak yang dulu aku menganggapnya hanya anak asuh. Dan itu 11 tahun lalu saat dia masih berusia 1 tahun. 

Anak 1 tahun, apa yang dia ingat, begitu pikirku. 

11 tahun bukanlah waktu yang sebentar, banyak fase yang sudah aku jalani dan aku lewati, perjalananku sudah kesana kemari, landing dimana, mengadu nasib di kota mana, sedih,  bahagia, susah dan senang hingga terbentuk diriku dengan banyak pemikiran dan pemahaman seperti saat ini. 

Dan begitupun bagi dia, 11 tahun bukanlah waktu yang mudah untuk dia lalui. Aku bisa ikut merasakan apa yang dia rasakan, memposisikan diriku jika menjadi dia, harus menyaksikan perpisahan kedua orangtua, merelakan kedua orangtuanya memilih jalan masing-masing, meninggalkan dirinya secara jiwa dan raga dan dengan tega meninggalkannya bersama kakek dan neneknya, hingga kakek dan neneknya meninggal dia harus pindah tinggal bersama tante dan pamannya. 

(Pertama kali kita bertemu lagi saat usianya sudah 12 tahun. 2010-2022).


Terbayang bagaimana kacaunya mental dia, bagaimana remuknya hati dia, seberapa banyak kekecewaan yang dia rasakan, seberapa dalam sakitnya perasaan dia, aku tidak lagi bisa membayangkannya sejauh ini. 

Aku juga mempunyai salah satu keponakan yang kurang lebih seperti itu perjalanan hidupnya, sekarang dia sudah dewasa, sangat terlihat jelas efek yang terjadi dan pribadi yang terbentuk dalam dirinya. Dan aku sedikit menyesal kenapa tidak dari dulu menemani masa sulitnya, karena untuk saat ini semuanya sudah sangat terlambat. 


Pada saat itu aku memutuskan untuk menerima kehadirannya dalam kehidupanku ditengah pencarian yang terus menerus aku lakukan.

Aku mulai mengenali sifatnya, tau kebiasaannya, sedikit mengerti dirinya, mencoba lebih peduli dengan keadaan hidupnya, ikut serta sedikit demi sedikit memenuhi apa yang dia butuhkan bukan yang dia inginkan, memperlakukannya seperti orang yang sangat dekat denganku, aku belajar menjadi dewasa, belajar bijak, belajar tegas, belajar memberi contoh yang baik dan memberinya banyak masukan. 

Semua itu berjalan 9 bulan, Juli 2022- Maret 2023.


3 Maret 2023. 


Pada suatu sore, untuk kesekian kalinya aku mengajaknya bermain ke salah satu pusat perbelanjaan, kita bercanda ria seperti biasa, dia menjadi pribadi yang cukup riang, mencoba beberapa permainan, bahkan dia mengalahkanku dipermainan balapan mobil, hingga kita mampir ke salah satu tempat makan. 

Kami memilih tempat duduk diatas, setelah dapat tempat duduk aku kembali ke bawah untuk pesan makanan. 

Dan ketika aku kembali ke atas, aku melihat raut wajahnya yang sangat lain daripada biasanya, dengan wajah tertunduk sambil melihat layar HP-nya ada air mata mengalir di pipinya. Aku melihat keadaan sekitar dan tanpa pikir panjang aku memutuskan untuk membungkus makanan dan mengajaknya pulang. 

Ditengah perjalanan aku mengajaknya mampir ke ATM karena aku sama sekali tidak ada uang tunai, dan disanalah tangisannya tumpah. 

Aku tidak tanya kenapa, aku hanya bilang ke dia kalau aku akan berusaha selalu ada untuknya, kapanpun dia mau dia bisa mendatangiku, bercerita banyak hal, bahkan aku akan berlari menghampirinya kapanpun dia memanggil namaku. 


Pov:

(Dia melihat satu keluarga terdiri dari ayah, ibu dan kedua anaknya sedang makan bersama). 


Ditengah perjalanan pulang aku baru menyadarinya bahwa ternyata cinta yang selama ini aku cari ada di hadapanku, cinta dengan landasan sayang yang berawal dari rasa peduli dan rasa iba. 

Aku juga baru sadar bahwa ternyata cinta itu konteksnya sangatlah universal, tidak hanya antara laki-laki dan perempuan, tidak hanya antara orangtua kepada anak, ternyata aku bisa mencintai dan menyayangi anak itu yang sudah jelas bukan anakku. 


Tuhan kembali menghadirkan dia ditengah perjalanan hidupku yang sedang dalam masa perbaikan, Tuhan mempertemukan kita kembali dengan banyak misteri dan tujuan, aku tidak tau apalagi rencana Tuhan tapi aku merasa bahwa itulah yang sedang aku jalani.

Aku harus menjaganya, menyayanginya, harus  lebih memperhatikan lahir maupun batinnya. 

Dan dialah sosok yang akan aku jadikan untuk menebus banyak kesalahan yang pernah aku lakukan selama ini. Aku sering berbuat salah tapi menerima dan menyayanginya bukanlah sebuah kesalahan. 


Aku bukanlah orangtuanya, aku juga bukanlah saudaranya, aku tidak pernah ingin menjadi orang terpenting dalam kehidupannya, karena yang aku lakukan bukan untuknya tapi untuk kebaikan diriku, hanya saja perantaranya melalui dia. 

Hingga, hingga Tuhan yang memutuskan dan dia yang mengatakan bahwa dia tidak lagi membutuhkanku.


3 Juli 2023.


Satu tahun kita bersama lagi.

Meksipun tidak berada dalam satu atap, tapi aku berusaha untuk selalu ada untuknya. 


Membantunya melewati beberapa kesedihan, kekhawatiran, berusaha memenuhi segalanya untuk dia. Aku juga berusaha untuk memberinya rasa yang selama ini dia inginkan. 

Satu tahun ini rasanya begitu cepat berlalu. 

Melihatnya berubah menjadi anak yang lebih baik, dimulai dari hal-hal kecil sampai dia bisa memaafkan mereka yang selama ini mengabaikannya.


Tapi lagi-lagi aku tidak bisa terus berada disamping dia.


Aku harus rela dijauhkan untuk kedua kalinya. 


***


Untuk Angga.


Hidup ini tidak semenakutkan saat melihat ke belakang sana. 

Mungkin memang sedikit menyakitkan dan cukup mengecewakan, tapi percayalah saat kamu belajar ikhlas menerima semuanya maka kamu akan mendapatkan kebahagiaan dibalik itu semua.

Hidup terlalu singkat untuk memikirkan hal-hal yang membuat luka semakin sakit.

Aku tau dan sangat mengerti juga begitu paham, karena aku pernah ada diposisi yang lebih berdarah darimu.

Mungkin terlalu berlebihan, tapi aku berhasil sembuh dan memperbaiki diri lebih baik lagi ketika bisa berdamai dengan keadaan, bahkan dengan masa laluku.


Kamu tidak perlu berharap untuk sesuatu yang tidak pasti. Apalagi memaksakan kehendak dan keinginan yang sudah jelas tidak bisa kamu dapatkan. 

Kamu harus bisa membuat kebahagiaan dari hal-hal yang ada ditengah perjalanan hidupmu. Tidak perlu menunggu dan berharap untuk dibahagiakan oleh orang lain. 


***


Aku tidak akan pernah menyesal atas semuanya. 

Memang terlalu rumit, tapi aku pernah menyukainya, terlalu sakit tapi aku pernah menikmatinya, terlalu sesak tapi aku mampu melewatinya, hingga pada akhirnya aku sadar bahwa sekuat dan sekeras apapun aku menggenggam, jika hal itu ditakdirkan bukan untuk aku miliki, semuanya akan terlepas dengan sangat mudah.


Aku tidak akan pernah mau untuk terjatuh ke lubang yang dimana aku pernah menggalinya sendiri.

Jangan pernah datang dengan ataupun tanpa luka lagi, jangan ganggu aku lagi, karena aku sudah siap untuk kembali berjalan meninggalkan banyak luka yang pernah membuatku hancur.

Jangan tarik aku kembali kesana, cukup sudah aku banyak merugi waktu, tenaga, harta dan air mata juga perasaan.


"Sehebat apapun dirimu, tolong jangan pernah mengambil apa yang menjadi milik orang lain"


Quote terbaik sekaligus tersakit yang pernah aku dengar dari orang yang sama 12 tahun lalu. 


Seperti pelangi yang dihapus pasti, seperti petir di siang bolong dikala matahari terang benderang, seperti tersungkur saat berjalan di tanah tanpa berbatu, seperti diludahi tanpa tapi, seperti hamparan pasir yang dipenuhi cucuk berduri, tidak ada bandingannya jika memang diibaratkan seperti itu. 


Aku tidak akan pernah kecewa kepada mereka, tapi aku hanya sedikit kecewa pada diri sendiri yang malah menempatkan dirinya di hati terdalam seperti berlian. 

Padahal aku juga tau bahwa berlian itu bukanlah milikku, seharunya aku lebih dari sadar bahwa diriku bukanlah tempat yang tepat untuk dijadikan sebagai singgasana itu, sekalipun berlian itu nyaman dan tenang ketika diperlakuan sebagaimana mestinya. 

Aku cuci, aku usap, aku buang beberapa debu yang menempel, aku puji, aku banggakan, aku perlihatkan kepada semua orang, aku rawat, aku obati beberapa luka yang ada, aku ganti dengan sedikit kebahagiaan yang aku usahakan dengan segala semampuku, aku lindungi dari terik matahari, aku payungi dari hujan yang turun dengan silih berganti, aku alasi dengan hamparan kain bersih dan wangi, aku selimuti dari dinginnya udara, aku selalu menatap matanya disaat dia berbicara tanpa koma, mendengarkan semua ceritanya tanpa titik, bahkan aku pernah menyeka air matanya disaat dia menangis sedih, "sedikit" merangkulnya disaat dia rapuh dan kecewa oleh mereka, dan sampai aku sadar.

Aku sadar bahwa berlian itu ada pemiliknya. 


Kenapa malah menjadi seperti ini?


Sebenarnya sangatlah sederhana tapi sering dan selalu berulang juga karena kurangnya komunikasi diantara kami, para orang tua?

Ketika aku berusaha untuk mengajarkan anak sopan santun, maaf tolong terimakasih, mengajarkannya hal-hal yang dasar, intinya sesuatu demi kebaikan anak. Dan yang terakhir adalah mengajarinya sabar. 

Anak minta ini itu, tidak harus selalu dituruti. 

Aku menolak untuk membantu dengan alasan tahan dulu, tapi mereka yang mewariskan sifat tidak sabaran. 

Bukan perkara jumlah nominal.


Karena pikiran mereka yang sudah kesana kemari, ya sudah. 

Aku menolak untuk berdebat untuk hal-hal yang tidak menguntungkan apalagi menimbulkan konflik lain, apalagi jika harus berdebat dan dihadapkan dengan orang-orang yang tidak paham apa itu arti diskusi. 


Setelah semua itu terjadi, aku tidak pernah bertemu dengan anak itu lagi. 

Pernah beberapa kali bertemu di jalan, tapi kami merasa asing. Merasa asing karena ucapan mereka yang masih teringat jelas di telingaku. 


Sekarang dia sudah kelas 1 SMP. 

Semoga menjadi anak yang baik, pintar, dan bisa belajar dari banyaknya kejadian dalam hidup ini. 


-------


To be continued. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁