Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Senin, 04 Desember 2023

Nugraha is My Name (part 10)

Nugraha is My Name (part 10)



PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


- Nugraha is my name. 


-------


November 2023.


Saat pertama kali bertemu dengannya dan duduk bersebelahan di dalam sebuah minimarket itu, tidak ada hal istimewa selain basa basi dan sekedar bertanya, "tidak ada colokan buat nge-charge ya disini?". 

Aku melihat mata yang teralihkan dari layar HP itu, matanya menoleh kepadaku dengan jawaban yang menggambarkan kekecewaan karena aku sudah mengganggu kesendiriannya.

"Gak ada A!" 


-------


"Saat dia kembali mengatakan cinta, aku bertanya kepadanya dimana itu cinta? 

Aku meminta dia untuk menunjukkannya. 

Aku tidak bisa melihatnya, menyentuhnya, bahkan tidak bisa merasakannya lagi. 

Aku hanya mendengar ucapan lirihnya dengan dalam tapi penuh penyesalan, sedangkan aku yang sudah tidak percaya dengan cinta yang hanya ucapan tanpa perbuatan".


-------



Flashback ke tahun 2005-2006.


Ketika aku kelas 2 SMP semester 2, untuk pertama kalinya aku pergi dari rumah dan pertama kalinya naik kendaraan umum sendirian. Tujuan utamaku adalah rumah kakak sepupuku yang ada di Banjaran, anak dari Ua-ku.

Dan beberapa Minggu kemudian dengan resmi aku pindah ke Banjaran dan tinggal bersama mereka, karena aku ingin pindah sekolah. 

Itu hal menyenangkan dalam hidupku, tapi hanya awalnya saja. 

Setelahnya lebih parah dari apa yang pernah aku rasakan sebelumnya. 

Mungkin karena saat itu mereka baru memulai rumah tangga dan kebetulan mereka juga baru mempunyai anak. Mereka belum pengalaman mengurus anak apalagi yang umurnya seusiaku. 

Percaya atau tidak, itu momen yang paling menyedihkan selama satu setengah tahun. 

Di rumah sudah pasti tidak ada rasa nyaman, di sekolah pun demikian, aku mengalami yang namanya bully, bisa dibayangkan betapa menyedihkannya pada saat  itu. 

Kalau aku mendengar kata Pasir Pariuk dan Al-Falah rasanya seperti tidak ada kalimat yang bisa menjabarkan betapa bencinya aku. 

Kalau ada kata melebihi benci, mungkin bisa aku gunakan kata itu. Karena semua ingatan buruk itu pasti langsung muncul di kepalaku. Menyedihkan, menyakitkan, menakutkan, salah satu trauma yang paling mendalam. 



-------


2022.


Aku sempat membenci semua orang yang ada di dekatku. Mereka yang seharusnya bisa menjadi orang yang bisa menenangkan dan mungkin membantuku melewati masa itu, tapi kenyataannya mereka hanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing. 

Aku mengerti dan begitu paham kenapa semua itu terjadi, salah satunya adalah karena aku tidak pernah dekat dengan mereka. 

Aku juga selalu terlihat baik-baik saja. 

Besar kemungkinan tidak akan pernah ada dari mereka yang menyadari bahwa kala itu aku sedang benar-benar merasakan keterpurukan. 


Beberapa hari setelah lebaran aku kembali ke Jakarta. Kalau tidak salah itu pertengahan bulan Mei. 

Aku sempat bercerita tentang semua yang terjadi kepada dia, tapi responnya yang sangat datar seolah-olah aku bisa mengatasinya sendirian sebagaimana aku selalu berusaha menyelesaikan permasalahan lainnya. 


Sampai ada momen aku teringat pada seseorang yang bernama Hd. 

Setelah hampir satu tahun kita tidak bersapa lagi, dan mungkin kebetulan juga pada saat itu aku sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, aku kembali meneruskan percakapan yang sempat tertunda selama hampir satu tahun itu.


Tenyata dia sedang bersekolah di sekolah yang sama pada saat aku di Banjaran dulu. 

Dia juga bercerita tentang kesehariannya, menjelaskan silsilah keluarga dia yang sebenarnya aku tidak tau dia itu yang mana karena pada saat aku tinggal disana aku tidak pernah bertemu dan tau kalau itu adalah dia. 

Bahkan dia juga bilang bahwa sudah beberapa kali melihatku, berkali-kali juga pergi ke daerah rumahku, Ciyuda. Bahkan dia juga pernah ke rumah Ua-ku. 


Aku tau keluarganya siapa saja, jelas. Aku tinggal di daerah itu satu setengah tahun. Tidak ada satu orang pun yang tidak aku kenal. 

Tapi aku masih tidak tau siapa dia. 

Sampai ada dimana aku memberanikan diri untuk bertanya tentangnya kepada kakak sepupuku bahkan sama si Rendi. (Fyi, si Rendi sudah tau bagaimana aku luar dalam dan seluruh cerita hidupku). 


Aku juga bercerita tentang keadaanku pada saat itu. Dari mulai permasalahan keluarga sampai percintaan. Yang jelas dia juga menjadi tau bagaimana diriku secara garis besar, tapi hanya sebatas itu saja. Dan dia tidak mempermasalahkan semuanya, apalagi tentang pribadiku yang sudah jelas menjadi pilihan hidupku, yang sejatinya tidak mudah untuk sampai ke tahap itu.

Sebenernya tidak terlalu mendalam, hanya obrolan biasa dan mengalir begitu saja. 


Semakin hari semakin intens cara berkomunikasi kami. 

Segala hal ditanyakan, saling bercerita keseharian masing-masing, apapun itu. 

Dia juga berjualan demi agar bisa membantu keluarganya. 

Kami sama-sama saling memberi semangat. 


Lagi-lagi ini tentang kesederhanaan dan sisi dewasa yang selalu aku lihat dari orang lain. 

Di umurnya yang bisa dibilang masih jauh dari umurku, ternyata dia mampu melakukan itu semua yang sudah jelas aku belum tentu bisa melakukannya juga.

Dari caranya berbicara, mendengarkan, menanggapi, mungkin akan terdengar berlebihan jika aku katakan bahwa itu membantuku melewati masa-masa tersulit.


Sebulan kemudian aku pulang dari Jakarta dan tinggal bersama kakak keduaku di daerah yang tidak jauh dari rumahnya. Dekat-dekat Banjaran juga tapi beda kecamatan. 

Aku bercerita bagaimana hubunganku dengan Ap kepada kakak keduaku. Tentu saja dia sudah mengetahuinya. Selain itu juga aku masih sedang berusaha menerima kenyataan tentang apa yang terjadi dalam hidupku mengenai perlakuan ayah kepadaku.


Oh iya, pada saat itu aku sudah memutuskan hubungan dengan Ap. Karena aku sudah merasa kecewa dengannya. Dia orang yang seharusnya membantuku melewati masa-masa itu, tapi kesempatan itu tidak dia lakukan. 

Sekian tahun aku memaklumi keadaannya yang sama sekali tidak pernah kutemukan keselarasan antara obrolan dan banyaknya pembahasan diantara kami. Aku yang sejatinya sangat suka membahas apapun tapi menurunkan standarku hanya agar bisa menyamainya. Aku menerima dia apa adanya, apapun itu. Tapi tidak ketika aku sudah menemukan kekecewaan darinya, karena aku tidak pernah sekalipun mengecewakannya. 

Aku selalu berusaha untuk ada dalam keadaan apapun untuknya. Menjadi pendengar yang baik, pemberi solusi yang tepat, mengingatkan bahkan mengajarinya banyak hal dari setiap pelajaran hidup yang pernah aku lewati.


Dia mengatakan kalau dia akan berubah dan masih sayang kepadaku. Pada saat itu dia masih tinggal di Jakarta sendirian. Dia kenal teman-temanku, Eka, Fe, Yudis dan Khillad pacarnya Fe. Tapi selama ini dia tidak pernah jauh dariku. Bertahun-tahun kita bersama. Dan pada saat itu dia merasakan bagaimana jauh dariku, tanpaku. Kita kembali berhubungan tapi sejujurnya rasa kecewa itu tetap ada dan rasa itu pun sudah tidak lagi sama. Tapi aku tetap menerimanya lagi dengan harapan bahwa dia akan berubah menjadi orang yang akan selalu ada untukku seperti aku yang selalu ada untuknya.


20 Juni adalah hari ulang tahunku. 

Masih ingat betul pada saat itu aku sama si Rendi sedang berada di lantai 2 mengecat ruangan yang terkadang menjadi tempat untuk kami mengobrol dan apapun itu. 

Pagi menuju siang, aku berdo'a dengan tangan yang mengepal berbalut warna cat biru hampir memenuhi setiap jariku. 

"Ya Allah, selain sehat dan umur yang berkah, kalau boleh aku ingin dipertemukan dengan orang-orang yang baik dan sayang juga menerima diriku apa adanya. Urusan rezeki bisa aku usahakan dan sudah Engkau janjikan. Amiin". 

Begitu saja dan sudah. 


2004-2005?


Ya, aku sangat tidak menyukai tempat itu selama bertahun-tahun. 

Ketika mengingat tempat itu rasanya semua ingatan buruk kembali datang menganggu dan menyakiti perasaan ini. 

Aku tidak akan pernah menyalahkan mereka atau pun keadaan, tapi ini tentang diriku yang memang takdirnya harus melewati momen itu.

Kalau boleh jujur, aku sangat ingin melihat senyuman dan sambutan dari mereka kala itu yang tidak pernah aku dapatkan dari orangtuaku. Tapi pada kenyataannya mereka juga baru belajar menjadi orang tua. 


Itu dulu. 

Sebelum aku mengenal Hd yang memberiku banyak pelajaran bahwa hidup ini bukan hanya tentang perjalanan tapi paksaan, paksaan untuk hal baik ataupun hal buruk sekalipun, mau tidak mau itu adalah jalannya dan aku harus bisa berdamai dengan semua itu.

Aku sangat membenci mereka, kakak sepupuku, ayah, saudara-saudaraku, dan semua orang yang anggapanku akan menjadi orang yang bisa mengerti diriku dan tau apa mauku, tapi mereka sudah mempunyai kehidupan dan permasalahannya masing-masing, mau tidak mau aku harus bisa menerima itu karena memang seperti itulah kenyataannya. 


Mulai saat itu aku merubah cara pandangku terhadap dunia, bahwa aku tidak bisa merubah dan mengontrol apa yang terjadi diluar sana dan banyak hal yang sudah pernah terjadi ataupun pribadi orang lain seperti ayahku salah satunya yang mempunyai pendirian yang keras, atau apapun itu. Aku hanya bisa mengendalikan bagaimana responku akan apa yang terjadi. Terkadang tidak semua hal membutuhkan respon, karena ada kalanya cukup mempunyai rasa menerima saja sudah cukup dan pada kenyataannya itu memang sangat sulit pada awalnya. 


Tampang dia mungkin terlihat tidak meyakinkan, tapi keahlianku adalah menggali obrolan dalam dan mengembangkannya lalu mengolah apa yang diucapkan oleh orang lain menjadi sesuatu yang bisa berguna bagi kehidupanku kedepannya.

Terbukti aku bisa banyak mengambil hikmah dari perkenalan dan beberapa kali pertemuan kita. 


Oya, beberapa kali kita bertemu. 

Tidak ada yang tau selain teman ditempat berjualannya sama si Rendi saja. Beberapa kali juga kita menghabiskan waktu bersama. 

Aku juga mulai bisa dekat lagi dengan kakak sepupuku sejak saat itu bahkan sampai saat ini. 

Jelas, dia adalah kakakku juga. "Sepupu" disini hanya sebutan. Pada kenyataannya dia adalah sosok kakak bagi kami adik-adiknya, bahkan menjadi contoh baik bagi kami semua. 


-------


Bagaimana hubunganku bersama Hd selanjutnya? 


To be continued.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁