Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2023 by Personal Blog & Google

Rabu, 10 Februari 2016

Perjalanan Hidupku Di Amerika (8)

Natally pergi ke dapur. Karena kamar tanpa pintu, jadi masih terlihat ada meja makan di arah sana. Sedangkan aku masih merebahkan tubuhku yang masih terasa lemas di kasur. Entah apa yang terjadi semalam, yang aku ingat hanya minuman berbotol saja.
Terasa juga bekas sulutan rokok di lenganku.
Tapi kenapa aku sampai ada di kamar Natally? Tidak mungkin dia sendiri yang memopong tubuhku dalam keadaan mabuk ke tempat tidurnya sendirian. Begitu melihat kearah jendela, ya ampun, sudah siang. Ternyata aku berada disebuah gedung yang tinggi. Aku langsung memakai baju.
Oh iya. Aku tidak memakai pakaian sama sekali.

Aku mengikuti Natally ke dapur. Disana dia sedang duduk dengan kopi yang masih panas di meja. Terlihat dari asap yang mengepul dari gelasnya. Tapi dia terlihat sedang sibuk dengan HP-nya. Sepertinya penting. Begitu menyadari aku menghampirinya, dia langsung menutupnya. Tapi aku tidak mau tau soal itu. Aku mengucapkan terimakasih karena sudah memberi tumpangan semalam. Aku juga tidak lupa meminta kontak dia yang baru, karena yang lama sudah tidak aktif lagi. Sekalian juga aku pamit karena harus pergi ke kantor, meskipun hari ini adalah akhir pekan, saatnya untuk istirahat dari semua pekerjaan. Tapi memang harus aku kerjakan, karena ini sebuah pekerjaan.

*
Sesampainya di kantor, aku langsung menemui seseorang. Katanya tamu yang datang dari luar kota. Kebetulan yang biasa menemui sedang ada urusan keluar. 
Begitu kata operator yang tadi pagi menelfonku.

Dia adalah salah seorang asisten dari seorang pejabat tinggi di Amerika. Karena aku baru pertama kali menerima tamu dan dengan urusan yang belum tau apa urusannya. Aku hanya memperkenalkan diri, begitu pun dia. 
Albert namanya. Usianya sekitar 30an,keturunan latin. Setelah saling memperkenalkan diri, lalu kami masuk ke sebuah ruangan yang memang biasa digunakan untuk menerima tamu. Disana dia menjelaskan alasannya menemuiku. Benar saja, tidak jauh dari sesuatu yang aku kuasai, dan sudah jelas pula yaitu tentang administrasi keuangan. Dia mengajukan sebuah proposal, lebih jelasnya perihal kerja sama. Saat aku baca dengan rinci, ternyata atasannya meminta bantuan agar bisa membantu urusannya. Disitu juga tertulis berapa jumlah biaya yang akan dia berikan, sangat besar menurutku. Tapi aku tidak membacanya sampai selesai. Kemudian aku meminta izin beberapa saat untuk  menelfon atasanku, karena Albert ingin keputusannya saat itu juga.

Setelah aku menelfon atasanku, Mr Adam, ternyata dia menyetujuinya. Dia meminta agar aku langsung menandatangani surat itu.
Albert pun bergegas pamit.
Sedangkan aku menuju ruangan kerjaku untuk menyimpan berkas itu.

*

Sore hari.
Ketika aku sedang duduk santai di sofa sambil menonton acara musik favoritku, tiba-tiba telfonku berdering. Ternyata itu adalah Mr Adam. 
Dia ingin aku menemuinya di café yang tidak jauh dari apartemenku. Ah, padahal aku kan sedang bersantai. Tapi mau bagaimana lagi, kalau urusannya dengan Mr Adam aku tidak bisa menolak, apalagi dia adalah atasan ku.

Hanya berjalan beberapa blok, aku sudah sampai di sebuah café yang tadi diberitahukan oleh Mr Adam. Dia tidak sendirian, ada seorang perempuan juga seorang pria. Aku masih mengingat semua wajah itu. Mereka adalah Mrs Anne dan Albert.

Ada apa ya? Sampai mendadak begini mereka meminta agar aku menemuinya. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung menyapa mereka dan duduk. Saat itu juga aku bertanya ada urusan apa sehingga aku di telfon untuk datang. Pentingkah?

Kemudian Mrs Anne menjelaskan dengan rinci permasalahannya. Disambung Mr Adam, dia juga melanjutkan rincian yang tadi disebutkan oleh Mrs Anne.

Aku hampir tidak percaya, ternyata aku akan diikutsertakan dalam pelatihan untuk bekerja di lapangan, aku tidak akan bekerja di belakang meja lagi. Dengan beberapa pertimbangan hingga akhirnya aku harus siap mengikuti latihan itu. Tentu saja ini juga sudah disetujui oleh atasan mereka (Mrs Anne dan Mr Adam), yaitu Mr X (aku tidak pernah tau yang mana orangnya dan siapa nama aslinya).

Oh iya, aku pernah bertemu dengan ketua intelegen dimana tempatku bekerja. Tepatnya bulan kedua saat pertama masuk. Dia orangnya tegas dan sangat to the point, tanpa basa basi juga. Dia mengingatkanku agar benar-benar total dalam bekerja dan disiplin tentunya.

*
Aku pun menyetujui apa yang sudah mereka sampaikan. Aku juga menerima sebuah amplop yang berisi rincian gaji ku selama bekerja kemarin, selain itu juga ada kertas yang isinya kurang lebih aku harus menyetujui setiap aturan yang akan aku hadapi saat latihan nanti.

Baiklah, aku sudah siap untuk semuanya.

*
Aku tidak pernah menyimpan uang di rekening yang diberikan oleh kedubes. Aku juga tidak pernah mengecek berapa saldo yang tersisa. Karena sekarang aku memakai fasilitas yang diberikan dari kantor. Tapi aku menyimpan uangku di sebuah bank swasta, tanpa kartu atm apalagi kredit atau debit. Semuanya murni yang aku gunakan yang memang disediakan oleh mereka.

Tidak lupa juga aku selalu mengirimkan uang ke ibu yang ada di rumah untuk sekedar membantu biaya sekolah adikku. Aku juga kalau sempat selalu menelfon ibu. Meskipun hanya berbincang beberapa menit saja, setidaknya bisa melepas rindu.

*

Pagi, aku di jemput oleh orang yang berbadan tegap seperti tentara. Oh, mereka memang tentara. Tapi berpakaian jas hitam yang sangat rapih. 
Ada 2 orang.

Memasuki mobil van. Dari dalam van aku tidak bisa melihat keluar jendela, kecuali hanya ke arah depan saja. Seperti tahanan saja. Mau latihan atau mau diculik?

Setelah van melaju sekitar 30 menit, tibalah di depan sebuah gedung yang tinggi dan terlihat sangat luas, juga dengan penjagaan masuk yang sangat ketat.
Setelah masuk kedalam gedung, aku langsung dihadapkan dengan pelatih yang bernama Grandy Em, aku cukup memanggilnya G saja. Usianya sekitar 45 tahun. Kemudian aku di arahkan ke suatu ruangan, kamar ku. Tidak begitu luas, hanya cukup untuk tidur dengan kasur yang sangat minim juga. Sedangkan untuk ke kamar mandi ada di ujung lorong. Ternyata bukan hanya 1 kamar saja tapi puluhan. Banyak sekali. Tapi saat itu sedang dalam keaadan sepi, tanpa seorang pun. 
Hanya ada aku dan G. Ketika berjalan ke arah blok lain, masih ada puluhan kamar berjejer. Pasti peserta latihannya ratusan.  

*

Setelah menyimpan barang bawaanku, yang aku bawa hanya tas yang berisikan baju non formal saja. Aku pun langsung harus ganti pakaian dengan baju yang sudah dipersiapkan.

Latihan untuk kerja lapangan? Aku penasaran sekaligus merasa takut.
Karena aku pernah bertemu dengan orang-orang yang pekerjaannya di lapangan. Tidak sedikit luka yang terlihat di badannya termasuk wajah. Sewaktu masih mengurusi bagian administrasi, tidak sedikit juga biaya yang dikeluarkan untuk membiayai karyawan yang kami menyebutnya sebagai agen yang ada masalah dengan pekerjaannya di lapangan. Kecelakaan mungkin, pikirku saat itu.

Rasa was-was dan jantungku selalu berdebar tidak karuan, keringat dingin mengucur. 
Sambil berjalan mengikuti G, aku melihat beberapa senjata yang terpajang di tembok lorong, tapi tertutupi oleh kaca yang terlihat sangat tebal. Aslikah?

Untungnya rasa penasaranku tidak berlangsung lama, karena aku langsung dihadapkan dengan banyak orang yang berada disebuah ruangan yang sangat luas. Ada yang berwajah oriental, berkulit hitam, putih dan sudah pasti juga orang-orangnya belum pernah aku temui. Ada juga beberapa wajah asli dari Asia. Di ruangan itu juga lengkap dengan berbagai fasilitas olahraga, ada ring tinju, basket, ada juga dinding kaca, dan yang paling menarik adalah ada tempat menembak yang lengkap dengan berbagai macam senjata.

*


Aku hanya berdiri dan terdiam. 


Part 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁