Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2025 by Personal Blog & Google

Senin, 10 Februari 2025

Jatuh Hati (Fase 3)




Pada suatu kesempatan aku pernah memutarkan lagu Raisa yang berjudul Jatuh Hati di telingamu dengan headset. Meskipun kamu sibuk bermain game, tapi aku melihat senyum yang tertahan dan pecah saat 3 menit berlalu menandakan lagunya sudah habis. Kamu bilang lagunya tidak enak didengar, tapi kenapa sampai lagunya habis kamu dengarkan? Ada-ada saja kamu.


Kita pernah makan sepiring berdua di tempat umum. Itu aneh bagiku tapi menyenangkan pada akhirnya. Bahkan ada beberapa orang yang melihat keakraban kita. Ya, kita memang bisa dengan mudah untuk melakukan hal-hal seperti itu tanpa pernah orang lain sadari dengan apa yang sebenarnya terjadi. 

Kita juga pernah tidur bersama dalam satu kasur bahkan dengan satu selimut. 

Aku yang terus memegang tanganmu, sesekali memelukmu, aku beberapa kali menciumimu. Dalam keadaan yang entah sadar atau tidak, kamu pernah memelukku, memegang pergelangan tanganku dengan sangat erat.

Aku pernah memotong kukumu hingga siang hari dengan begitu rapi. Aku juga pernah membersikan telingamu yang kotor itu. 

Kamu pernah tidur di pangkuanku dengan tenang. 

Aku yang selalu mengingatkan dan menyiapkan air minum saat kamu mau makan. Karena kamu jarang sekali minum air putih. 

Beberapa kali membawakan makanan kesukaanmu, mencoba dan berusaha untuk membantu meringankan beban yang selama ini hanya kamu tanggung seorang diri. 

Kamu yang suka berkata: hati-hati di jalan bawa motornya. Kalau ada apa-apa telepon saja. 

Itu ucapan sederhana bagi kebanyakan orang, tapi bagiku itu adalah hal termanis yang selalu aku tunggu saat kita akan berpisah tapi untuk bertemu lagi. 


Diriku yang mempunyai kebiasaan "hampang leungeung" dalam artian yang kalau apa-apa selalu mengekpresikannya dengan cara yang tidak lazim. Seperti mencolek, mencubit, memukul dengan lembut dan sesekali menoyor kepala kamu. Aku juga mempunyai kebiasaan berkata kasar dan tidak lebih seperti kebanyakan orang. 

Tapi kamu juga tahu kalau itu diriku yang sebenarnya. 

Dan kamu tidak menyukai hal itu dariku. Kamu yang meminta agar aku berubah tidak seperti itu lagi. Aku berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak kamu suka. Dan aku bisa pada akhirnya.


Aku ingin kita bermain seperti anak kecil, bermanja seperti adik dan kakak, berbicara seperti sahabat, peduli seperti orang tua dan melindungi seperti saudara kandung.

Aku juga ingin jika kita ada dalam fase bosan tapi tidak pergi, boleh marah asal jangan kasar, boleh ngambek asal jangan mendiamkan, saling sibuk dengan urusan masing-masing tapi saling memberi kabar dan kita bisa saling memaklumi dan menerima kenyataan bahwa akan ada banyak perbedaan di antara kita tapi kita bisa melewatinya bersama-sama. 


Aku sudah mencoba dan berusaha untuk membuktikan bahwa aku masih akan tetap ada untukmu dalam keadaan apa pun. Aku memang orang baru yang masuk dalam kehidupanmu, tapi aku selalu percaya bahwa aku bisa lebih baik memperlakukanmu melebihi mereka orang-orang yang sudah ada dalam hidupmu sebelumnya bahkan aku bisa lebih baik lagi memperlakukanmu melebihi orang setelahku nantinya.

Aku yang mencoba untuk menutupi semua aibmu di depan semua orang, berusaha untuk membelamu di hadapan mereka, aku yang berusaha untuk membuktikan bahwa aku yang selalu berusaha untuk terus melakukan hal-hal di luar batas maksimal yang aku miliki, itu semua hanya untukmu. 


Tapi aku masih bingung dengan semua responmu. Ketika aku bilang:

Aku sudah lelah. 

Dan kamu berkata:

Kenapa berlari?

Dalam hatiku:

Aku sudah melakukan dan berusaha untuk membuktikan dengan cara yang sederhana sampai yang mungkin bisa dibilang ada di titik rumit. Tapi sayangnya kamu masih dengan respon yang alakadarnya. Memang ada kemajuan saat aku bertanya:

Boleh tidak kalau aku pergi dan menemukan orang lain lagi?

Dan kamu pun menjawab:

"Kalau kamu percaya padaku ya sama aku, kalau tidak percaya itu terserah kamu." 


Jawaban itu membuatku semakin bingung harus berkata dan berbuat apa lagi untukmu. 

Kamu beberapa kali membohongiku, menyakitiku, mendiamkanku, membuat jarak yang cukup jauh padahal diri kita sedang dalam berhadapan. Bahkan ketika aku menyandarkan kepala di bahumu pun kita masih memiliki jarak yang cukup jauh. 

Bahkan ketika aku memegang tanganmu dengan erat pun, memang ada sebuah ikatan yang terasa, tapi aku masih belum merasakan bahwa meskipun ragamu sedekat itu denganku, tapi hatimu entah sedang ada di belahan dunia yang mana. 


Aku tidak pernah menuntut materi darimu, dan itu bukanlah hal yang aku inginkan darimu. Karena aku hanya ingin kamu yang bisa menghabiskan waktu bersamaku dengan melakukan hal-hal yang tidak penting. Ya, aku hanya butuh waktumu. 

Aku sudah cukup merasa bahagia meskipun hanya duduk berdua tanpa melakukan hal-hal lain. Karena memang sejatinya aku hanya ingin dekat denganmu saja itu semua sudah lebih dari cukup untukku.

Tapi seiring berjalannya waktu dan mungkin karena kita selalu bertemu dengan begitu intens, aku memiliki perasaan yang tidak pernah aku duga sebelumnya. 

Aku paling lihai dalam mengendalikan perasaan dan pikiran. Tubuhku bisa diandalkan untuk hal-hal yang mungkin bagi sebagian orang adalah tubuh mereka yang dikendalikan oleh pikiran dan perasaan, sedangkan aku bisa dengan mudahnya mengendalikan antara perasaan dan pikiran harus seperti apa. 


Tentu saja logika-logika adalah poin utama dalam perjalanan hidupku. Tapi saat berhadapan denganmu, logika-logika yang selama ini aku jadikan landasan dalam kehidupanku menjadi tidak berfungsi sama sekali. Karena kesederhanaan dan apa adanya dirimu, seluruh pertahananku bisa dengan runtuh karena tatapan sederhana darimu. 

Ribuan artikel dan puluhan buku sudah aku baca, banyak buku filsafat sudah aku selesaikan, bahkan tidak sedikit buku tentang kalimat-kalimat bijak pun sudah aku tuntaskan. Tapi saat aku berhadapan denganmu, dengan mata yang melihatku dengan penuh tanda tanya itu semuanya menjadi sirna dan bahkan aku menjadi seperti manusia terbodoh yang ada di dunia ini. 

Aku tidak akan pernah munafik untuk mengakui, bahwa dengan hadirnya kamu dalam kehidupanku itu menjadi obat untuk semua sakit dan kegelisahan yang betapa rumitnya jalan kehidupanku.


Aku belum bisa menjabarkan bagaimana yang aku rasakan ketika kita berpegangan tangan dan saling berpelukan. 


Tapi aku selalu mempunyai ketakutan, bagaimana kalau aku bukan jatuh hati lagi kepadamu? Aku takut kalau suatu saat aku malah mencintaimu dengan cara yang tidak pernah aku rasakan kepada orang-orang sebelum dirimu. Dan itu hal tersulit dalam hidupku untuk berada di tahap jatuh cinta. Seperti yang pernah aku katakan kepadamu, bahwa aku bukan tipe orang yang mudah untuk jatuh cinta kepada orang. Bagiku, jatuh cinta adalah sesuatu yang krusial bahkan seperti bencana yang tidak pernah terkira sebelumnya. Kemungkinannya hanya dua, antara berakhir bahagia atau menjadi hancur meskipun tidak akan pernah lebur. 


Aku sudah beberapa kali menceritakan tentang bagaimana orang-orang yang pernah melakukan hal-hal buruk kepadaku hingga merusak mentalku sampai saat ini. Semua itu aku sampaikan kepadamu agar kamu tidak memperlakukanku seperti mereka. 



Tapi suatu ketakutan yang lain selalu muncul di kepalaku. 

Aku takut kalau suatu saat kamu yang justru ada di posisiku saat ini dan aku yang malah ingin pergi meninggalkanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁