Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Senin, 02 September 2024

Nugraha is My Name (Part 36)

 



PERINGATAN !


Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


- Nugraha is my name.


-------



Aku selalu menyukai rumah. 

Meskipun rumah tidak bisa menghentikan hujan, tapi rumah bisa memastikan agar aku tidak terkena hujan. 

Tapi rumahku terlalu banyak, hingga aku tidak tahu harus masuk ke rumah yang mana lagi. 

Dan ini bukan tentang rumah. 


***


Tahun ini tidakkah menjadi tahun terberat dalam hidupku, aku pernah melewati tahun di mana semuanya terasa hancur tanpa tersisa. Tapi sehancur apapun tahun itu, hidupku masih tetap berjalan meskipun disertai dengan perasaan yang memilukan tapi sekaligus menyenangkan. Karena dari tahun terberat kala itu aku bisa belajar juga lebih bersiap jika suatu saat tahun seperti itu terjadi lagi. 


Aku bukanlah tipe orang yang menangisi kepergian atau kehilangan, apalagi sampai aku harus menyesali sesuatu yang sama sekali tidak berdampak apapun untuk kehidupanku. Dalam hal ini adalah tentang orang-orang yang dengan mudahnya datang dan pergi ke dalam hidupku. Orang-orang yang dengan beraninya melangkah masuk dan keluar tanpa pamit hingga kabar apalagi ungkapan. Ungkapan yang menjelaskan beberapa alasan mengapa dia memutuskan untuk meninggalkanku dengan banyaknya harapan beserta bagian juga serpihan yang membekas di dalam hatiku. 

Meskipun aku selalu diperlakukan seperti itu berulang kali, aku hanya menganggap bahwa mereka menjelaskan apa yang sebenarnya mereka rasakan atas kesadaran dari apa yang mereka inginkan selama ini. Aku tidak akan pernah menahannya untuk tetap tinggal apalagi menariknya kembali agar bisa bersamaku, justru aku akan membuatkan jalan hingga cara agar dia bisa dengan leluasa untuk melakukan semua angan-angannya. 


Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan orang yang selama ini selalu aku hindari. Aku hindari secara emosional bukan dalam jarak yang sebenarnya. Karena setelah aku mengetahui fakta tersakit itu, aku semakin sadar bahwa keberadaanku bukanlah hal yang pernah dia harapkan. Dia hanya terjebak dalam situasi dan kondisi yang mau tidak mau dia harus menjalani kehidupannya bersamaku. 

Aku bisa membayangkan betapa sulitnya kehidupan dia selama ini. Di tengah perjalanan hidupnya sejauh ini dia harus mengikutsertakan namaku dalam hari-harinya. Tidak tahu semarah dan sedalam apa penyesalan dia sejauh keberadaanku di dunia ini. Hingga dia tidak mampu lagi menjelaskan dan mengungkapkan perasaannya terhadapku. Selain kepura-puraan dan kepalsuan yang katanya bentuk dari rasa sayang dengan cara bagaimana dia melihat, berbicara dan mematahkan semangatku dibalut dasar logika tingkat tinggi yang terus-menerus dia lontarkan terhadapku. Hingga aku tidak lagi mempunyai mimpi juga harapan untuk melanjutkan hidup dengan cara yang sama seperti manusia lainnya.

Jangankan mimpi dan beberapa harapan untuk melangkahkan kaki selangkah saja aku ragu, jangankan melangkahkan kaki, pernah berpikir untuk terbangun di keesokan hari saja rasanya tidak ada bagiku. Sedalam itu kerusakan yang dia ciptakan untukku, untuk hidupku. 

Apakah dia pernah menyadarinya? 

Aku kira tidak pernah. 


Untungnya hatiku bukan hanya terbuat dari ligamen dan sesuatu yang mudah hancur. Untungnya pula otakku bukanlah tercipta dari glia dan neuron saja. Karena perasaan dan pikiranku ternyata bisa sekuat itu meskipun berkali-kali dihantam dan dijatuhkan oleh perlakuan dan kata-kata juga lirikan mata yang penuh arti itu. 

Aku bisa kembali bangkit dalam langkah yang sesekali tertatih dan terkadang berjalan sempoyongan.

Aku masih mampu untuk menemukan jalan yang harus berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya. 

Aku masih bisa menerima semua kenyataan dan banyaknya hal yang tidak pernah aku kira sebelumnya. 


Setelah sekian lama aku bergelut dengan perasaan dan pemikiran terbaik yang aku ciptakan sendiri, setelah sekian lama waktu berlalu bersama rasa ikhlas yang terus menerus aku usahakan, setelah beberapa kali aku menyadarkan diri bahwa semuanya tidak harus dengan apa yang aku harapkan, ternyata hanya dengan cara dia memberiku sedikit bantuan saja seketika keterpurukan dan kehancuran mental juga rasa menyalahkan diri sendiri yang selama ini menggerogoti tubuhku atas keberadaanku di dunia ini tiba-tiba sirna bagai pasir tersapu deburan ombak yang tenang. 

Seketika naluri untuk terbangun dari tidur panjangku tumbuh dan menjalar dengan begitu cepat. Seperti mendapatkan setetes air di tengah padang gurun yang tandus. Bahkan tidak ada lagi perumpamaan yang akan setimpal untuk menggambarkan betapa bahagianya diriku saat ini. 

Tenyata tidak sesulit yang dibayangkan untuk menciptakan rona bahagia di wajah murungku yang selama bertahun-tahun berdusta atas canda dan tawa yang selalu aku pancarkan. 

Terima kasih untuk kamu orang yang memberiku sebuah rasa bahagia yang tidak pernah aku dapatkan selama hidupku. Semoga kamu juga mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah kamu dapatkan selama ini. 

Bagaimana pun keadaan kita, seberapa renggang pun hubungan di antara kita berdua, kamu tetaplah Ayahku, dan aku akan selalu menjadi anakmu.


Aku tidak berharap ada kalimat atau ucapan bahwa kamu memperdulikan dan menyayangiku, tidak, kita sudah tahu tidak perlu kata-kata itu lagi, sudah bukan waktunya juga. Aku juga tidak bisa menjanjikan ungkapan yang menjelaskan betapa pentingnya dirimu dalam hidupku, karena aku masih membutuhkanmu untuk memberiku support secara mental. Tapi aku bisa memastikan satu hal, bahwa aku tidak akan pernah melupakanmu seumur hidupku dalam doa dan obrolanku bersama Tuhan. 


***


Tentang rindu.

Katakan kepadanya bahwa aku rindu. Tapi rindu ini sudah tidak mampu aku ungkapkan dengan cara apapun. Karena sekarang rinduku hanya berbentuk bisu dan diam saja, terkadang rinduku menjadi harapan dalam angan-angan. Karena kata-kata selalu terbatas dalam bertutur, tindakan selalu terbatas dalam mengekspresikan, dan air mata pun tidak lagi selalu melegakan. 

Sedangkan rinduku bukanlah sebuah hasrat yang hanya berdiri di lubuk hati, melainkan sebuah rasa yang terus menggali ke dalam yang tidak berdasar, dan dalam ketiadaan dasar juga batas itulah rinduku berubah menjadi doa ketika membayangkan dan melihatmu dari sini, dari kejauhan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁