Cahaya Senja yang merubah cara pandangku terhadap kehidupan dan membantuku untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
(POV: Penulis)
***
Selepas Sennja (5)
POV: Senja
Setelah kepergian mereka hidupku terasa hampa. Kesedihan yang semakin hari semakin mendalam, karena Ibu yang sudah pergi untuk selamanya. Kekecewaanku juga semakin menjadi, Ayah yang seharusnya menjaga kami malah sebaliknya dan meninggalkanku sendirian.
Ini bukan kasalahan orang lain, tapi ini adalah kesalahanku. Aku terlahir ke dunia ini saja sudah menjadi sebuah kekeliruan.
Andai saja saat masih dalam kandungan aku sudah mampu berbicara, mungkin aku akan berkata kepada mereka agar tidak menunggu kelahiranku. Aku akan rela untuk tidak sampai menghirup udara di dunia ini.
Bertahun-tahun mereka harus memperjuangkanku, bahkan sejak sebelum aku terlahir pun sudah banyak mengecewakan orang lain. Bukan hanya Ayah dan Ibu, tapi orang-orang yang tidak pernah aku kenal sekalipun.
Aku memang sedih karena kepergian Ibu
, aku juga kecewa kepada Ayah yang berbuat seperti itu, tapi aku lebih sedih dan kecewa kepada diriku sendiri karena semua ini memang terjadi karena kehadiranku.
...
Tinggal di panti asuhan sedikit mengalihkan pandangan betapa buruknya diriku, mungkin di sini aku bisa bertemu dan saling mengenal orang-orang yang nasibnya kurang lebih sama sepertiku. Ada yang sejak lahir sudah tidak mempunyai orang tua, memiliki keluarga tapi tidak dipedulikan, karena keadaan ekonomi, termasuk anak-anak yang sama persis sepertiku. Mungkin lebih ke sepenanggungan, itulah yang membuat aku merasa sedikit nyaman saat berada di sini.
Saat aku duduk dan sedikit berpikir tentang masa depanku, ada sepasang suami istri yang memperhatikanku.
Ketika acara selesai, aku dipanggil ke kantor panti untuk dipertemukan dengan seseorang.
Ketika memasuki ruangan, tenyata orang itu adalah yang memperhatikanku sejak acara tadi. Dia mengenalkan dirinya, namanya Dr Rahadi. Yang ikut bersama dia bukanlah istrinya, melainkan adik dari Dr Rahadi itu sendiri.
Kurang lebih 30 menit kami mengobrol. Lebih tepatnya aku yang diajak mengobrol karena tidak ada yang aku tanyakan kepadanya.
Dia bercerita bahwa istri dan kedua anaknya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang dia sebabkan. Itu satu setengah tahun yang lalu, tepat dengan keberadaanku di panti asuhan ini.
Rasanya cukup asing jika harus mengobrol dengan orang yang tidak pernah aku kenal sebelumnya.
Seperti ada penghalang di antara kami.
Kemudian dia pamit pulang dan berjanji akan mengunjungiku lagi Minggu depan.
Aku ditanya perihal Dr Rahadi oleh petugas panti, tapi aku tidak menjawab sepatah kata pun. Karena di dalam pikiranku tidak ada yang membuatku terkesan, apalagi ada rasa ingin bertemu dengannya lagi.
...
Seminggu kemudian.
Ketika aku bermain bersama teman-teman di halaman panti, datang sebuah mobil mewah yang dikendarai oleh orang yang menemuiku Minggu lalu. Ya, dia adalah Dr Rahadi.
Dia menghampiriku dan memberikan beberapa bungkus makanan untuk aku dan teman-teman yang lain. Ada juga tas belanja yang isinya pakaian bagus dan terlihat mahal.
Untuk apa ini semua?
Agar aku terkesan dan mau ikut tinggal bersamanya?
Rasanya itu akan percuma. Karena aku sama sekali tidak tertarik dengan apa yang dia lakukan. Itu akan sia-sia. Karena bukan itu yang aku inginkan.
Setelah menanyakan kabar dan sedikit berbincang, dia pun masuk ke kantor panti untuk bertemu petugas.
Tapi tidak berlangsung lama, beberapa menit kemudian dia segera bergegas dan memasuki mobilnya kembali. Sebelum mobilnya berlalu dia membuka jendela dan melambaikan tangan ke arahku.
Bukan barang-barang atau hadiah mahal yang aku inginkan, datanglah lagi jika kamu menemukan apa yang aku butuhkan.