Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2025 by Personal Blog & Google

Sabtu, 21 Juni 2025

Nugraha is My Name (Part 48)




PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 


Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


-------


Tanggal 20 Juni adalah hari ulang tahunku. 

Aku tidak akan banyak meminta kepada-Nya. Aku hanya ingin berterima kasih kepada Dia yang sudah memberikan banyak hal yang aku harapkan sejauh ini. Kesehatan yang cukup baik, keluarga yang lebih baik, teman-teman yang selalu ada, rezeki yang luar biasa cukup, ketenangan yang berlimpah, kebahagiaan yang terus ada, rasa cinta yang tidak pernah putus, aku juga bersyukur atas apa yang pernah dan sedang juga apa pun yang akan terjadi di dalam hidupku.


Aku juga ingin berterima kasih kepada diriku sendiri.

Karena masih mau dan terus bertahan sampai sejauh ini. Tapi untuk kali ini aku ingin berkata jujur kepada diri sendiri, bahwa aku memang terkadang lelah. 

Lelah ini bukan sekadar letih pada tubuh, melainkan jiwa yang sudah tidak tahu bagaimana caranya bernapas. 

Terkadang aku berjalan tanpa arah, menyusuri malam yang bahkan tidak ingin menatapku.

Hari demi hari menggerogoti nalar, mengikis sisa-sisa harapan yang dulu kusebut hidup. 

Langit tampak lebih dekat dari dasar tanah. 

Aku terombang-ambing di antara keduanya, tanpa tempat berpijak.

Tidak ada yang kudamba lagi, bahkan cahaya pun terasa palsu. Aku sudah mencoba menjadi kuat, sudah menahan jerit dalam diam, sudah berdiri meski kaki ini gemetar.

Dan saat ini aku akan menyerah untuk sesaat. Membiarkan diriku tenggelam sejenak, tanpa perlu berpura-pura melawan arus.

Akan kubiarkan tubuhku terbaring tanpa doa, tanpa harapan, tanpa siapa pun. 

Karena mungkin dalam diam inilah aku yang paling jujur, yang paling sebagai manusia.

Karena terkadang dalam kekosongan yang paling sensitif, ada kalanya aku menanyakan perihal jati diri mana yang tengah berupaya di pertahankan. 

Untuk apa? Untuk siapa? 

Karena semuanya terasa begitu berat. Dan yang paling berat itu bukan kehilangan, tapi menahan semua perasaan yang tidak bisa aku tunjukkan ke pada siapa pun.

Akan tetap kujaga sepi ini seperti petapa menjaga sunyinya dari dunia, tidak bersuara, tidak berniat.


Aku berteriak tanpa suara, tenggelam dalam lautan kejujuran. Tapi yang mereka lihat hanyalah diamku.

Mereka melukisku dengan warna mereka sendiri, lalu menyalahkanku karena aku tidak mirip seperti yang mereka inginkan.

Aku juga terkadang diam bukan karena lemah, tapi karena diam tidak pernah berdusta. Diam yang mereka salah artikan. 

Terkadang aku berkata jujur. Tapi dunia memilih untuk menutup telinga. Maka aku diam bukan karena lemah, tapi karena aku tahu, diam pun bisa berbicara lebih dalam dari kata-kata.

Semuanya aku tulis dengan harapan untuk jiwa yang lelah menjelaskan kepada dunia yang tidak pernah benar-benar ingin mengerti.


Karena semua itu, aku tidak perlu menjelaskan kepada mereka yang hanya ingin mendengar salahku.

Sebab, sekuat apa pun aku meluruskan, mereka tetap memilih duduk di bangku penonton paling nyaring, bukan pendengar yang benar-benar ingin paham.

Kini aku tahu, dewasa bukan tentang siapa yang paling keras membela, melainkan siapa yang paling tenang kehilangan penonton, tapi tetap utuh dalam peran hidupnya sendiri.

Tidak semua harus dijelaskan.

Tidak semua pantas dijelaskan.

Kadang, yang paling damai adalah diam yang selesai.


Terkadang aku juga ingin memberi hal yang baik kepada mereka. Dan ketika aku ingin berbuat baik, tapi selalu disalahpahami, rasanya seperti berjalan di atas kaca.

Aku berusaha untuk melakukan yang terbaik, tapi orang lain hanya melihat kesalahanku. Aku merasa bahwa aku tidak pernah cukup baik, dan bahwa apa pun yang aku lakukan akan selalu salah di mata mereka.

Aku seperti terjebak dalam lingkaran kesalahpahaman, di mana setiap tindakanku dianggap jahat hanya karena tidak sesuai dengan keinginan orang lain. Aku merasa bahwa aku tidak bisa melakukan apa pun yang benar, dan bahwa setiap keputusanku akan selalu dipertanyakan.

Rasanya seperti aku sedang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan pemahaman dari orang lain.

Tapi, aku akan ingat bahwa aku tidak bisa memuaskan semua orang. Aku harus fokus pada niat baikku, dan tidak membiarkan kesalahpahaman orang lain menghalangiku untuk berbuat baik. Aku harus tetap percaya diri dengan keputusan diri sendiri, dan tidak takut untuk menjadi diri sendiri. Karena pada akhirnya yang terpenting adalah niat baikku, bukan pendapat orang lain tentangku. 

Mentalku sudah melewati banyak hal, dan sekarang aku hanya ingin fokus pada apa yang benar-benar memberi kebahagiaan, bukan yang mengingatkanku pada hal-hal yang menyakitkan.

Karena menjadi sempurna di mata manusia itu tidak akan pernah ada habisnya, cukup menjadi orang baik dan baik untuk diri sendiri saja. 


Tentang perasaanku. 


Diam-diam, dalam-dalam. 

Tidak semua rasa harus lantang.

Ada cinta yang cukup dengan diam yang tidak meminta balas, tapi hanya butuh ikhlas. Karena keikhlasan bukanlah tujuan melainkan sebuah perjalanan. 


Dia yang hadir tapi tidak menetap.

Seperti bayangan yang lahir dari letih.

Dia yang terlintas di sela sesak napas.

Hadir di saat dunia terlalu sunyi.

Dia datang ketika mataku terpejam.

Menyusup dalam gelap yang diam.

Dia tidak bersuara, tapi terasa bicara.

Dia mampu mengisi ruang yang tidak pernah nyata.

Perasaanku. 

Siapa pun tidak harus tahu, betapa setiap detik aku menatapnya dari balik ragu sambil mengurung cinta dalamku yang semu.

Aku tidak ingin memiliki, hanya ingin tidak membenci, karena ada rasa yang cukup hidup meski tidak pernah dimiliki.


Aku masih tetap memilihnya. 

Namun hal ini bukan tentang karena parasnya yang membuatku kagum atau pesona matamu itu. 

Apakah karena sikapmu kepadaku? Tidak, kamu seorang bajingan pun juga tetap di terima.

Cintaku murni karena perasaan dan tidak peduli baik-buruk, tersakiti atau menyakiti.

Bagiku, kamu adalah hal yang harus tetap ada di hatiku. 


Aku dan dirinya yang cukup dekat tapi juga begitu jauh. 

Cukup dekat dalam jiwa tapi begitu jauh secara raga. 

Dan tidak mengapa bagiku. 

Karena yang terpenting adalah perasaanku yang entah sampai kapan akan terus tertuju kepadamu. 


Kali ini aku juga akan berterima kasih kepada orang-orang yang masih tetap tinggal di saat sudah tahu bagaimana diriku yang sebenarnya tapi memilih untuk tetap tinggal. 

Mungkin aku akan tetap baik-baik saja tanpa kalian. Tapi bersama kalian, diriku menjadi jauh lebih baik daripada sebelumnya.


Semoga kita semua diberikan umur yang berkah dan banyak kebahagiaan yang berlimpah dalam perjalanan ini hingga pada saat waktunya untuk berakhir. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁