Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Rabu, 02 Oktober 2024

Nugraha is My Name (Part 38)



PERINGATAN !


Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 

 

-------


Apa kabar diriku yang sekarang? 


Aku mau bilang baik-baik saja tapi pada kenyataannya aku sedang tidak baik-baik saja. Aku mau bilang tidak baik-baik saja tapi semuanya tampak terlihat baik-baik saja. Sementara aku akan menjawab sejauh ini aku baik. 


Setelah aku bertemu dengan Dokter, aku dibawa ke masa sekarang lalu dibawa meloncat ke masa di mana aku bisa mengingat hal yang paling awal yang bisa aku ingat. Ingatan terjauh pertama yang bisa aku ingat adalah ketika aku berada di rumah sakit bersama kakak sepupuku, A Erus. Ada selang infus di tanganku, dalam bayanganku sekilas melihat beberapa sosok tapi tidak ingat siapa mereka. 

Pada saat itu mungkin usiaku di bawah 2 tahun. Aku cukup pandai mengingat beberapa kejadian dan banyak peristiwa yang terekam di memori terdalamku. 


Kehidupanku pada saat masih kecil sepertinya cukup merepotkan. Merepotkan banyak orang di mana aku yang menginginkan sosok seorang Ibu. Aku tahu Ibuku kala itu sakit, bahkan sebelum mereka tahu aku ada dalam rahimnya pun dia sudah dalam keadaan sakit. Hingga aku lahir dan aku malah harus dibawa tinggal bersama Mamah AKA Ua-ku. Aku tidak tahu bagaimana rindunya diriku kala itu kepada Ibu. Diriku kala itu hanya seorang anak yang belum mengerti apa-apa, dia butuh dekapan seorang wanita yang melahirkannya, ingin bisa memeluknya, bercerita apa saja kepadanya, diriku yang kala itu tidak mendapatkan perhatian dan kebahagiaan dari sosok Ibu yang dia inginkan. 

Aku mempunyai Mamah, memang. Tapi diriku pada saat itu masih anak kecil yang unik dan berbeda dari anak yang lainnya. Dia yang suka diperlakukan lembut dan segalanya pelan bahkan perlahan. Sedangkan Mamah dengan karakternya yang tegas dan keras. Jangankan sikap yang lembut, pelukan saja rasanya aku tidak pernah merasakannya. Selain itu juga keadaan ekonomi yang belum seperti sekarang. Diriku yang dulu selalu ingin jajan karena melihat teman-temannya yang jajan. Makan juga seadanya di rumah. 

Aku tahu, kalau dalam pemikiran sekarang sudah bersyukur bisa makan juga. Tapi diriku yang dulu hanya seorang anak kecil yang belum paham. 


Tentang Ayah. 

Ketika dia tahu aku tumbuh menjadi janin di rahim Ibuku yang sedang dalam keadaan sakit, dia harus segera kembali kepada Istri barunya yang kebetulan tengah mengandung juga kala itu. Tabiat seorang laki-laki memang tidak selalu jauh dari nalurinya tentang hasrat. Seorang Istri yang sedang sakit saja masih tetap dia gauli bahkan masih mendekati perempuan lainnya. 

Laki-laki tidak pernah puas, laki-laki tidak cukup dengan satu perempuan. Itulah yang membuat diriku tidak pernah setia dengan satu pasangan. 

Aku bisa mengatakan sayang dan cinta kepada seseorang tapi hatiku entah sedang memikirkan manusia yang mana. 


Ayahku cukup bertanggung jawab. Dia begitu pintar dalam segala hal. Mengajari orang lain banyak hal yang sebenarnya sudah dia kuasai, memberi nasihat, memberi pendapat, dan dia sosok Ayah yang baik untuk anak-anaknya. Begitulah gambaran dia di mata orang lain. 

Di mataku? Dia Ayah yang gagal. Dia mengecewakan, dia yang sampai saat ini di usiaku setengah darinya saja masih membuatku sedih jika aku memikirkannya. 

Aku tidak ingin pemberiannya, hartanya, aku tidak munafik jika memang dia memberikannya aku akan menerimanya. Tapi dia melewatkan banyak hal untuk diriku sampai saat ini saja belum pernah dia katakan. 

Pertama, dia tidak pernah memujiku. 

Aku tahu, aku tidak seperti anak orang lain yang bisa sukses dan membanggakan keluarga ini dan itu. Tapi dia tidak tahu aku bisa bertahan sampai sejauh ini saja aku sudah lebih dari hidup. Aku bisa membuat senyuman saja aku sudah berjuang keras untuk itu. 

Aku tidak akan membalikkan pertanyaan, kenapa Ayah tidak seperti Ayah orang lain yang selalu mengapresiasi hal-hal kecil dari anaknya? Bahkan bisa menjaga nama baik Ayah saja sudah lebih dari apa pun bagiku.

Kedua, aku ingin Ayah meminta maaf dan berterima kasih kepadaku. 

Apakah Ayah tidak pernah bersalah kepadaku? Kepada anak-anakmu? 

Apakah hanya anak-anakmu yang selalu salah kepadamu, Ayah? 


"Pap, keinginan terbesar dalam hidup Dede sejauh ini bukan ingin pergi ke tempat yang jauh, liburan ke mana, membeli barang-barang mahal, atau keinginan-keinginan lain seperti orang pada umumnya. Dede hanya ingin kita duduk berdua dan Papap bertanya sama Dede tentang apa yang selama ini Dede alami, Dede rasakan, dan apa yang Dede inginkan dari Papap. Hanya itu. Dan jika Papap bertanya apa maunya Dede, Papap pun sudah tahu itu".


Tapi aku sudah banyak belajar tentang berkehidupan bahwa tidak semua keinginan harus terwujud. 

Aku memaafkan orang-orang dengan keadaan dan sebuah pengertian yang aku ungkapkan. Aku sangat memaklumi semuanya untuk saat ini.


Trauma membentukku menjadi pribadi yang mungkin tidak terlalu stabil tapi dari trauma itu aku bisa merasakan bagaimana keadaan orang lain yang sejauh ini selalu aku temui dalam perjalanan hidupku. 

Aku tidak menyukai anak-anak kecil yang rewel dan crewet juga membuat repot, tapi aku tidak pernah membencinya. Justru aku menyayangi mereka seperti aku melihat kilasan diriku yang masih kecil pada saat itu. Aku bisa dekat dan ramah dengan anak-anak bukan karena aku sudah pantas menjadi seorang Ayah, tapi jauh di lubuk hatiku aku ingin diperlakukan seperti itu oleh orang lain. 

Aku memberi mereka uang jajan entah beberapa ribu, berarti aku mengobati masa kecilku yang tidak mendapatkan itu semua. 

Aku selalu bertanya keadaan mereka dengan hal-hal kecil entah basa-basi atau memang sesuatu yang serius, itu berarti aku sedang bertanya dengan diriku yang kala itu tidak pernah ditanya bagaimana keadaanku. 

Memuji mereka siapa pun yang aku temui dengan hal-hal yang sebenarnya biasa saja, tapi pada kenyataannya itu bisa berdampak positif terhadap mereka ke depannya. 


Dalam diriku tertanam rasa peduli yang luar biasa. Tidak dipungkiri mereka juga menjadi sosok yang memberi contoh baik kepadaku ketika aku masih dengan polosnya dan bertanya dalam diri sendiri, kenapa harus membantunya?


Apa yang terjadi sekarang adalah bentuk dari kehidupanku di masa lalu. 

Dan aku berusaha untuk hidup dengan baik agar kehidupanku ke depannya lebih baik lagi. 


...


Ingatanku mulai dibawa ke masa remaja. 


Masa remajaku, di mana aku ingin mengetahui banyak hal, mulai mengenal banyak hal dan pertama kalinya banyak hal itu aku lakukan. Hingga menambah kepribadianku pada saat ini. 


Masa remajaku dimulai dari....




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁