PERINGATAN !
Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded.
Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif.
-------
Sekarang tanggal 31 Oktober. Aku kembali bertemu dengan Dokter untuk melanjutkan pemeriksaan sekaligus pengobatan.
Dokter bertanya tentang bagaimana perasaanku selama sebulan ini.
Perasaanku semakin lebih baik. Terutama gangguan tidur dan kecemasanku sudah mulai stabil. Hanya saja ingatan burukku tentang masa lalu masih sama seperti dulu, seperti sebelum pengobatan ini.
Aku banyak ditanya perihal hubunganku dengan orang tua dan keluarga lainnya. So far ya baik-baik saja. Karena memang semuanya terasa tidak ada yang berat untuk dipikirkan.
Tapi ada satu hal yang membuat diriku semakin sadar, semakin sadar bahwa aku benar-benar sangat tidak menyukai anak kecil.
Trauma itu nyata, depresi itu nyata, anxiety itu nyata.
Aku pernah mengorbankan banyak hal, waktu yang tidak akan pernah kembali dan tidak akan pernah ternilai juga tidak mungkin bisa terganti oleh apa pun, tenaga yang selalu kuusahakan, harta yang tidak seberapa, kesetiaan yang selalu aku utamakan, tapi berkali-kali aku dikhianati oleh mereka yang tidak pernah mengerti betapa sulitnya menghilangkan rasa tidak percaya lagi kepada orang lain yang terbentuk menjadi trauma, iya, sekarang aku trauma untuk menaruh perhatian dan rasa sayang juga cinta kepada orang lain lagi.
Ini bukan tentang percintaan atau hubungan antara dua orang kekasih, tapi ini antara aku dan seorang anak yang dulu sangat amat aku sayangi melebihi batasan yang ada.
Aku memang pernah menangis karena orang tua, menangis karena kehilangan keluarga, pernah juga menangis karena cinta, sesekali aku juga pernah menangis karena hal-hal remeh, marah, kecewa karena disakiti dan dikhianati oleh orang lain dan itu hal biasa. Tapi dari itu semua, aku tidak pernah menyimpan rasa trauma.
Tapi untuk kali ini aku sering menangis dan bahkan merasa hancur karena dipaksa dijauhkan untuk kesekian kalinya dari anak yang kita sama-sama saling membutuhkan.
Dia yang membutuhkanku dalam segala hal, perhatian, kasih sayang, materi, dan apa pun itu yang dia butuhkan pasti akan aku sediakan termasuk keberadaanku kapan pun dia memanggil namaku. Dan aku yang membutuhkan dia untuk semangat hidup. Itulah salah satu alasan kenapa aku masih harus menjaga kesehatan, alasan kenapa aku harus berubah menjadi lebih baik, alasan aku harus mencari rezeki yang baik dan halal, dan banyak alasan kenapa kami saling membutuhkan.
Ya, sampai saat ini aku menjadi tidak suka kepada anak-anak, diriku menolak untuk dekat dengan mereka, pikiranku menjauh, hatiku merasa tidak nyaman jika harus dekat dengan anak-anak lagi.
Mereka yang rewel, menjengkelkan, apa-apa menangis, ingin selalu dimengerti, tidak mau menurut, susah dibilangin, melawan, jajan terus, mereka juga selalu mendekati dan tiba-tiba mengganggu.
Dulu, aku bisa mengatasi semua itu, senakal-nakalnya anak aku bisa merubahnya menjadi anak yang baik bahkan menjadi jelmaan manusia terbaik yang bisa aku rubah sejauh ini. Itu dulu.
Tapi untuk saat ini, melihat mereka saja rasanya muak.
-----
"Aku memang menjadi tidak menyukai anak-anak lagi, tapi bukan berarti aku membenci mereka".
- Nugi Nugraha
-----
Tidak akan pernah ada seorang pun yang tahu sesakit apa aku bisa bertahan sampai sejauh ini, tidak akan pernah ada satu orang pun yang mengerti bagaimana aku berusaha untuk selalu kuat dan terlihat baik-baik saja di depan semua orang.
Selain kebetulan menulis untuk artikel dan menjadi sumber penghasilan, sesekali aku juga menulis untuk blog pribadi, tapi terkadang aku juga membutuhkan pendengar yang baik.
Aku juga membutuhkan beberapa obat untuk mengurangi rasa sedih agar air mataku tidak selalu terjatuh.
Terkadang jam tidurku juga selalu terganggu hanya karena memikirkan rasa traumaku.
Setiap hari aku selalu berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri, bahwa suatu hari nanti kehidupanku akan kembali baik-baik saja.
Aku memang trauma.
Nyatanya sudah terlalu lama aku menyimpan rasa kecewa, terlalu lama berpura-pura tidak terluka, aku juga sudah terlalu lama berjalan sendirian.
Banyak pasang mata yang melihat diriku baik-baik saja, aku juga selalu menghabiskan waktu untuk menjelajahi setiap sudut kota, bepergian ke banyak tempat yang bahkan orang di sekitarku saja tidak tahu ada tempat itu, berusaha bertemu dengan banyak orang dan menggodanya bahkan berjanji untuk setia kepadanya, padahal pada kenyataannya semua itu aku lakukan untuk menutupi banyak luka yang semakin hari semakin bertambah sakit.
Hatiku tetaplah menjerit, kepalaku masih penuh dengan riuh, jiwaku juga masih basah dengan banyaknya rasa, lelah.
Tapi aku sudah sampai pada titik ini.
Titik di mana apa pun yang terjadi ya terjadilah.
Bukan karena aku sudah menyerah, tapi aku hanya belajar untuk mengikhlaskan.
Aku juga manusia biasa yang hanya bisa mengantisipasi tapi tidak bisa menahan apalagi memaksakan dari sesuatu yang memang seharusnya terjadi.
Tugasku sekarang hanyalah menerima, menjalankan dan mencari makna dari setiap kejadian. Aku juga berusaha untuk menguatkan diri agar lebih baik lagi dan siap dengan kenyataan-kenyataan yang selanjutnya akan datang.
Aku juga harus menyiapkan diri untuk banyak kebahagiaan ataupun sebaliknya.
Pelajaran hidup yang kudapat sejauh ini adalah bahwa sebaik apa pun aku kepada orang, belum tentu aku mendapat perlakuan yang sama dari mereka, terlalu baik kepada orang pun juga tidak baik.
Aku tidak boleh merasa tidak enak kepada orang lain agar mereka juga tidak memperlakukanku dengan seenaknya.
Jangan pernah merepotkan orang lain jika aku sendiri tidak ingin direpotkan oleh mereka. Belajar untuk mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain.
Jangan hidup dalam iri dan dengki, karena aku tidak pernah tahu effort apa yang sudah orang lain lakukan untuk mencapai semua itu. Jangan membicarakan kejelekan orang lain, karena aku pun sudah jelas belum tentu baik sepenuhnya.
Karena semakin ke sini hidup harus lebih hati-hati lagi. Hati-hati dari orang yang palsu dan berpura-pura baik. Tidak sedikit orang yang ingin menjatuhkan dan tidak suka ketika melihatku lebih baik darinya.
Aku akan belajar untuk tetap menjadi baik, jangan berusaha untuk dendam hanya cukup mengetahui bagaimana sifat orang lain seperti apa.
Jangan membalas kejahatan yang orang lain lakukan.
Tetap rendah hati dan berharap untuk selalu dijauhkan dari banyaknya keburukan.
Aku juga akan bilang kepada diriku sendiri.
Tidak apa-apa, ini hanya dunia. Jangan terlalu berlebihan.
Maafkan semuanya. Maafkan mereka, maafkan siapa saja, dan maafkan yang membuatku kecewa. Entah itu yang sifatnya datang dari keadaan yang ada dalam diriku sendiri atau dari orang lain.
Mempunyai ekspetasi itu manusiawi dan kecewa karenanya adalah hal wajar dalam kehidupan yang harus aku jalani, cobalah untuk memaafkan semuanya.
Maafkan juga diriku sendiri yang mungkin tidak bisa sama dengan orang lain dalam hal apa pun.
Berterima kasih juga pada diriku sendiri yang sudah bisa tetap berdiri di tengah beratnya kehidupan duniawi.
Semakin ikhlas maka akan semakin tenang. Belajarlah untuk berlapang dada. Karena tidak semua yang aku inginkan itu adalah yang terbaik. Sesulit apa pun keadaanku, ajarilah hatiku agar bisa menerima kenyataan tanpa membencinya.
Dokter pun bertanya tentang hal-hal yang selalu aku suka.
Aku masih suka membaca dan menulis jurnal pribadi seperti di blog ini.
Aku sangat menyukai pagi yang tenang tanpa suara.
Aku juga suka berjalan mengitari banyak tempat hanya untuk berfoto atau sekadar bermain bersama teman, apalagi tempat itu adalah pantai.
Suka menonton film dan mendengarkan musik dari penyanyi favoritku.
Suka bertemu dengan orang-orang baru hanya untuk mencari tahu lebih dalam tentang kepribadian mereka.
Suka berbelanja, nongkrong di cafe murah, sesekali masih suka minum long island, berpesta, pergi ke tempat-tempat hiburan malam di pusat kota.
Kata dia, selama semua itu tidak berlebihan tidak masalah untuk selalu dilakukan. Yang penting semuanya masih dalam batas normal. Memberi kebahagiaan untuk diri sendiri itu tidak mudah. Maka lakukan apa yang bisa kamu lakukan untuk membahagiakan diri sendiri. Bahkan tidak semua orang bisa menciptakan rasa bahagianya seorang diri. Kamu masih lebih baik dari mereka yang memiliki latar belakang yang sama.
Dokter pun bertanya kembali tentang hal-hal yang tidak aku suka.
Tentu saja aku tidak menyukai anak kecil.
Tidak suka datang ke tempat di mana semua orang mengenaliku.
Aku tidak akan pernah menyukai gunung dan tempat dingin.
Aku tidak suka tampil di depan umum dan tidak suka menjadi pusat perhatian.
Sejauh ini hanya itu yang tidak aku suka.
Katanya, tidak perlu melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak aku sukai. Sesekali boleh dilakukan tapi hanya sebatas mencobanya bukan berusaha untuk menyukainya.
---
Dokter pun kemudian bertanya tentang perjalananku di masa dewasa.