PERINGATAN !
Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded.
Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif.
-------
Biarkan kosong, aku tidak ingin menyukai
seseorang lagi.
Biarkan kosong, aku tidak ingin lagi menyakiti diriku sendiri.
Biarkan kosong, aku tidak ingin memberi kesempatan kepada siapapun lagi.
Biarkan kosong, aku tidak ingin berharap pada apa yang tidak akan pernah menjadi milikku.
-------
Dari aku yang menghamba untuk yang Maha
Kuasa, aku meminta dengan segala tabiat baik dan buruk yang tertanam padaku, dalam diriku dan segala sesuatu yang tidak terlihat oleh orang disekitarku juga dengan semua kurang yang melampaui kapasitasku.
Seandainya aku diizinkan untuk mencintai lagi, aku tidak ingin hidup dalam cinta yang melebihi batas. Lebih baik aku hidup dalam kesendirian untuk seumur hidupku daripada harus bertemu dengan orang yang tidak tepat lagi. Aku bukan manusia sempurna, aku juga tidak berharap untuk bertemu dengan orang yang sempurna, tapi setidaknya ada satu garis persamaan yang membuat semuanya akan menjadi sempurna.
Trauma itu wajar, tapi bukan berarti tidak akan mengalaminya lagi. Karena dari rasa trauma aku bisa menjadi orang yang lebih peka dan hati-hati lagi. Bahkan saking hati-hatinya aku tidak pernah rela untuk menjalin sebuah hubungan yang serius dan berkomitmen lagi.
Hingga terlalu lama aku mencintai diriku sendiri. Menjaga jarak dan menjauhkan perasaanku dari hal-hal yang sekiranya akan merusak langkah dan melemahkan semangat hidupku lagi.
Seiring berjalannya waktu, aku baru menyadari bahwa aku terlalu fokus mencintai diriku sendiri, hingga aku lupa bahwa aku pun memiliki kehidupanku yang lain.
Aku terlalu sibuk belajar mencintai diriku sendiri, aku lupa balwa aku juga harus memberi kebebasan pada diriku yang lain. Aku lupa belajar untuk memberikan ruang agar aku bisa menikmati duniaku sendiri.
Aku terlalu menjaga perasaanku, hingga aku abaikan fakta bahwa aku harus mengembalikanku pada asalku, pada orang-orang di sekitarku, pada kebiasaan dan keseharianku.
Aku terlalu mabuk dengan kebersamaan ini dan tidak pernah menyadari bahwa sejatinya sedekat apapun aku dan diriku, aku tidak akan pernah menjadi hak atas diriku sendiri. Meskipun aku mempunyai kendali untuk diriku sendiri, tapi setiap diri ada diri yang lain beserta keinginan dan harapan juga mimpi-mimpi yang selama ini sempat tertidur dengan cukup lama.
Tentang orang-orang yang seharusnya ada di tengah jalan untuk menungguku datang dan berjalan bersamanya, aku tidak lagi berekspektasi kepada mereka.
Karena seiring berjalannya waktu semakin aku paham dan mengerti, ternyata untuk memahami pola pikir seseorang itu cukup sederhana.
Kalau dia tidak begitu memperjuangkanku, berarti dia tidak begitu membutuhkanku dalam hidupnya. Kalau dia tidak ingin terlalu tahu tentang hidupku bahkan tidak menanyakan kabar juga tidak menghubungiku, artinya dia tidak menginginkan perjuanganku. Kalau dia membuatku bingung dengan sikapnya, artinya orangnya bukan aku atau mungkin orangnya memang aku tapi ada di pilihan yang ke sekian. Dan ketika seseorang menjadikan diriku sebagai pilihan, aku akan membantunya mempersempit pilihannya dengan menghilangkan diriku dari pilihannya, bahkan dari hidupnya sekalipun.
Dalam perjalananku menuju suatu tempat, aku akan banyak bertemu orang lalu lalang, menemukan banyak pemberhentian, menemukan banyak persimpangan, menemukan lubang yang terkadang membuatku sedikit terpental, dan menemukan banyak hal lainnya yang diluar dugaan.
Tapi di samping itu semua, aku akan tetap belajar fokus pada perjalanan dan melewati itu semua dengan berbagai cara hingga akhirnya aku sampai pada tujuan.
Sehati-hati dan sebaik apapun aku melangkah, tetap saja akan banyak rintangan, banyak yang memaksaku agar berhenti sejenak, banyak jatuhnya, banyak patahnya.
Tapi sejatinya ini memang yang disebut sebuah perjalanan, seberat apapun rintanganya, aku tetap harus fokus pada apa-apa yang sudah
menjadi tujuan. Lelah boleh, menyerah jangan.
Tentang perasaanku.
Aku tidak lagi terlalu memfokuskan akan menjadi milik siapa jadinya. Entah nantinya akan bertemu lagi dengan orang yang tepat atau memang tidak akan pernah sama sekali. Tapi aku akan tetap menanamkan juga memupuknya hingga membagikan sedikit dari rasa sayangku untuk orang-orang yang memang pantas menerimanya. Mereka tidak harus selalu orang yang akan menjadi pasanganku, aku bisa memberikannya kepada siapapun yang ingin aku kehendaki. Rasa sayang itu luas tidak hanya untuk satu orang seperti cinta yang selalu membingungkan dan membuat semuanya rumit.
Aku bisa menyayangi siapapun yang aku temui tanpa terbatas karena itu adalah sebuah kepedulian yang selalu menjadi bagian dari jati diriku yang mungkin tidak akan pernah mereka temukan dari orang lain selain diriku. Tapi aku akan tetap menolak untuk mencintai mereka siapapun itu yang datang untuk sebuah hubungan.
---
Dan pada akhirnya yang harus kita jaga adalah:
Hati, agar tidak berbangga diri.
Pikiran, agar tidak berburuk sangka.
Mata, agar tidak memandang rendah.
Mulut, agar tidak berkata buruk.
Telinga, agar tidak mendengar fitnah.
Langkah, agar tidak salah arah.
Karena kita tidak bisa mengubah dunia ataupun seseorang.
Maka yang bisa kita lakukan hanyalah mengendalikan diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kamu disini!👇✌️😁