Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Kamis, 02 November 2023

Nugraha is My Name (part 4)

Nugraha is My Name (part 4)


PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


- Nugraha is my name. 


--------


"Jangan terlalu serius menatap masa depan yang belum tentu dapat kita lewati, jalani saja apa yang terjadi saat ini". - My Dadd


Salah satu kalimat yang paling aku ingat darinya.


-------


Aku mempunyai 2 orang ayah dalam hidupku, suami dari Ua-ku dan ayah kandungku.


Aku tidak tau sedekat apa kehidupan orang lain dengan ayahnya, tapi kalau aku pribadi tidak merasakan kedekatan dalam hal apapun bersama mereka. 


Sedari kecil aku hidup bersama Ua-ku, suami dari Ua-ku. Aku memanggilnya "Apa" kependekan dari bapak.

Dia adalah salah satu orang yang paling keras dalam mengajarkan kebaikan. Tentu saja semua orang tua akan seperti itu, tapi dia mengajariku tentang agama yang begitu kuat. 

Tentu juga dengan cara dan teknik pribadinya yang menurutku sangatlah tidak masuk akal pada saat itu. 

Aku tidak suka diperlakukan seperti itu, dulu. 

Makanya aku lebih memilih untuk keluar dari kehidupannya kala itu dan memilih untuk tinggal bersama anaknya, kakak sepupuku yang di Banjaran. Meksipun pada kenyataannya mereka berdua mempunyai karakter yang hampir  persis. (Aku akan membahasnya di part kehidupanku bersama para sepupuku).


Meskipun "Apa" dengan segala perlakuannya yang cukup keras kepadaku, dulu, tapi itu cukup sampai di masa lalu saja. 

Karena setelah kami dekat lagi belakangan ini, dia tidak seperti sosoknya yang seperti dulu. Dia sudah memperlakukan diriku dengan begitu baik. Jujur saja aku sempat ragu dan mempunyai alasan tertentu kenapa tidak mau dekat dengannya lagi. 

Tapi dia menunjukkan sisi lain dari dirinya yang tenyata masa lalu adalah masa lalu. Mungkin dia memperlakukanku dulu seperti itu karena dia memang ingin menunjukkan rasa sayangnya dengan sikapnya yang cukup to the point.

Meskipun, memang, yang sampai kepada diriku adalah rasa marah dengan segala bentakannya bukan rasa sayangnya. 


Sampai saat ini hubungan kami menjadi lebih baik. Ada rasa dari dalam diriku yang ingin membalas setiap kebaikan yang pernah dia berikan. Ya mungkin tidak akan pernah bisa aku membalasnya. 


Semoga Apa sehat selalu ya.



Ayah kandungku.


Cara berpikirnya yang sangat brilian dan butuh perpaduan antara otak kiri dan kanan untuk menerima dan mencernanya, dan itu semua memang berguna dan selalu masuk akal. Bahkan selalu aku praktikkan dalam kehidupanku sehari-hari.

Cara dia berprilaku yang selalu terlihat baik dan membuat orang disekitarnya menghormati dia, sebagian aku contoh juga dan aku pakai ketika bertemu dengan orang lain.

Dia adalah guru sekaligus ayah yang menurutku baik. Baik dalam artian yang baik menurut dia sendiri. 

Banyak faktor yang menyebabkan kenapa dia selalu memperlakukanku bahkan orang yang ada disekitarnya harus selalu memahami dan menerima setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. 

Dia bijaksana, pengamat dan paling rasional dalam berpikir. 

Banyak orang yang menghormatinya, segan kepadanya, tapi tidak bagi orang-orang yang sudah tau dan paham bagaimana dia sebenarnya. 

Mungkin dia terlihat sempurna bagi mereka orang-orang yang hanya melihat keluarga kami dengan sepintas saja.

Mereka tidak tau bahwa setiap orang mempunyai sisi buruk terdalam dalam dirinya, begitupun ayahku.


Karena pada kenyataannya tidak pernah ada yang sesempurna itu, yang namanya manusia selalu saja ada celah dimana ketidakseimbangan antara pikiran dan perasaan, terlalu menggunakan logika tanpa memakai perasaan, melumpuhkan cara berpikir melukai hati yang sedari dulu saja sudah hancur berkeping-keping, menimbulkan kesan yang mendalam tentang apa yang selama ini aku lihat ternyata tidak sebaik tampak luarnya, ada ruang yang terkunci rapat yang sesekali minta dibuka untuk menampakkan yang sesungguhnya. 

Ya, semua orang punya sisi gelap, dan aku melupakan itu, aku lupa bahwa dia juga mempunyai semua itu, sama dengan manusia bertopeng lainnya.


Aku tidak akan pernah memahaminya, memakluminya, menitikkan rasa sedih atau karena kekecewaan terhadapnya. 

Aku hanya mampu menerima kenyataan tanpa akan pernah bertanya alasan pasti kepadanya. 


Memang, semua orang pernah mengecewakan, pernah dikecewakan, bahkan saling mengecewakan. 

Tapi, apakah pantas jika seorang ayah selalu mematahkan hati anaknya? 


Kekecewaan dan patah hati terkadang dan bahkan bisa membuat semuanya berantakan, dan patah hati terbesarku bukanlah oleh pasangan atau teman atau saudara, melainkan oleh ayahku sendiri.


Orang yang selama ini sedikit aku banggakan dan aku pikir bisa dijadikan contoh dari cara berpikir, berprilaku dan apapun yang ada dalam dirinya selalu aku jadikan kiblat, he's my father, what's wrong "I think". Dulu seperti itu.


Beberapa kali aku merasakan yang namanya  patah hati, tapi proses penyembuhannya mudah dan banyak cara untuk mengobatinya. Aku pernah patah hati oleh pasangan, oleh teman, oleh saudara, tapi bisa dengan mudah move-on dari semua itu, tapi saat aku patah hati oleh ayahku sendiri rasanya terlalu berat, terlalu sakit perasaan ini, pikiran menjadi berat, bahkan melebihi rasa sakit yang pernah aku rasakan sebelumnya, dan yang lebih parahnya adalah aku sulit untuk melupakan semua itu, sulit untuk menerima kenyataan itu, sulit untuk kembali menjalani hidup dengan bayang-bayang itu, terlalu sakit. 


Aku sudah mampu melewati beberapa fase terendah dalam hidup, so many problem actually, pikiran yang sudah kalut, hati yang pernah hancur, jiwa yang terlalu lumpuh, sampai pada akhirnya aku bisa bangkit berjalan dan bisa tersenyum kembali, kini kembali dihujani batu kesakitan yang berkali-kali lipat sakit dan membuatku hancur.


2022.

Bertepatan dengan perayaan Idul Fitri, semua keluarga kami pulang ke rumah. Sudah menjadi budaya. 

Sebelumnya aku ingin mempunyai usaha pencucian motor yang sudah dibahas bersama suami dari kakak keduaku.

Kami sudah menghitung biaya dan lain-lain secara rinci. 

Tentu saja aku tidak mempunyai modal sebanyak itu. Jadi aku meminta kepada ayahku, tentu saja aku sampaikan juga beberapa rincian biaya yang dibutuhkan, lokasi, dan perkiraan keuntungannya.

Tapi dengan tegas dia menolak semuanya. 

Malah dia menyarankan agar aku tetap kerja kepada orang lain yang sama sekali tidak membutuhkan biaya, tapi tetap akan mendapatkan gaji yang pasti setiap bulannya. 

Apakah dia salah? Tidak. Dia memang benar.


Ya sudah. 


2023.

Beberapa Minggu yang lalu, aku membutuhkan syarat untuk proses kredit rumah yang tidak jauh dari sepupuku yang di Banjaran. 

Tentu saja aku tidak mempunyai persyaratan itu kecuali dia, ayahku. 

Tapi aku sudah bisa menebak perlakuan apa yang akan aku terima darinya. 

Bahkan kakak keduaku saja sudah memperingatkan agar aku tidak meminta persyaratan itu kepada ayah. Karena dia juga sudah paham akan seperti apa nantinya. 


Ya, dia malah menyuruhku untuk kerja selama 10 tahun lagi dan menyarankan membangun rumah dari awal dibanding harus kredit. 


Kenapa dia seperti itu? 

Padahal aku anaknya. 

Aku juga tidak pernah menerima apapun darinya selama ini. 

Aku hanya membutuhkan beberapa dokumen saja bukan meminta uang berpuluh-puluh juta kepadanya.


Apa yang dia katakan dimulai dari biaya yang lebih mahal dan jangka waktu yang begitu panjang untuk membayar, memang benar dan sangat masuk akal. 

Tapi aku tidak butuh pendapatnya. 

Dia memang selalu benar dengan segala perhitungan dan logika-logikanya, tapi dia lupa dengan hatinya, dia tidak pernah memakai perasaannya, untukku, anaknya.


Munafik kalau aku tidak akan menerima materi jika dia akan memberikannya, tapi aku tidak berharap untuk itu semua. 

Aku hanya ingin sosok seorang ayah yang memperlakukan anaknya sebagaimana seharusnya. Memberi dukungan; mungkin kalau dukungan materi aku juga bisa mencarinya sendiri. Karena memang sejauh ini aku sudah bisa melakukannya meskipun caranya yang tidak sama dengannya. 

Kalau dukungan secara mental, apakah sesulit itu untuk aku dapatkan darinya? Dari orang yang katanya adalah ayahku?


Tapi aku tidak akan pernah membencinya, mungkin aku hanya akan merasa sedikit kecewa dengan semua perlakuannya. 


Setelah semua itu, aku mempunyai satu keyakinan baru dalam hidupku, bahwa aku tidak ada kewajiban untuk membuktikan apapun kepada siapapun sekalipun itu kepada ayahku. 


-------


Ada anak yang jarang sekali mendapatkan apresiasi. 

Hidupnya biasa saja seperti tidak memiliki ambisi.

Ketika gagal, dia hanya  akan kembali mengulang dan memperbaiki semuanya sendiri. 

Ketika berhasil, dia akan tetap diam tanpa ekspresi. 



Hai Pap, apapun dan bagaimana pun, aku akan tetap mendo'akan yang terbaik untuk Papap. 

Dede sayang Papap dengan segala kekurangan dan kekecewaan diantara kita berdua. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kamu disini!👇✌️😁