Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Rabu, 19 Juni 2024

Nugraha is My Name (Part 34)




PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 

 

-------


Jangan minta senang, mintalah tenang. Karena banyak yang terlihat senang tapi tidak merasakan ketenangan.

Tapi, ketenangan seperti apa yang sebenarnya manusia cari? Bahkan orang yang sudah mati saja masih didoakan agar dia tenang.

Mungkin tugas lain yang bisa dilakukan kita sebagai manusia adalah berdoa. Karena hidup ini adalah doa dan keinginan yang panjang sampai kelak. Sampai pada saat di mana semua kemungkinan benar-benar tidak akan terjadi lagi.


---


Aku pernah salah langkah, pernah salah mengambil keputusan, pernah salah merespon keadaan. 

Mungkin karena aku belum paham dan kurang belajar dari setiap momennya.


Alam semesta terus membuatku menghadapi situasi yang sama berulang kali sampai aku merespon dengan cara yang berbeda. Dia tidak akan membuatku keluar dari siklus kehidupan yang sama sampai aku mengubah cara berpikir mengenai bagaimana aku menjalani hidup.

Situasi itu akan terus berulang sampai aku benar-benar menyadari bahwa batasnya sudah cukup dan aku harus berubah.

Kebiasaan lama tidak akan membuka sesuatu yang baru, melainkan akan menjebakku dalam siklus pengulangan tiada akhir.

Aku perlu melepaskan kebiasaan lama yang tidak produktif agar bisa berkembang. Mengubah pola pikir dan sudut pandang dengan cara yang lebih positif dan konstruktif.

Dan aku pikir melepaskan kebiasaan lama sangat penting untuk saat ini. 


Aku pribadi sedang belajar untuk mencoba hal baru dan keluar dari zona nyaman yang tidak berkembang.

Mungkin setiap langkah kecilku akan membuka peluang baru nantinya.

Sedang belajar untuk tidak takut mencoba hal baru karena tantangan adalah kesempatan belajar. Meskipun kehidupanku adalah pelajaran yang panjang, tapi sepertinya sudah terlalu lama aku tidak menghadap ke guru yang sedang menerangkan di depan kelas. Aku terlalu "malaweung" sejauh ini. 


Semua orang selalu mempunyai cara untuk bertahan hidup tanpa orang yang dia cintai, sebagian bertahan dengan memori, sebagian lainnya justru terluka karena memori. 

Kita tidak bisa terus berada dalam mode bertahan, terkadang kita harus berada dalam mode pertumbuhan. 

Dan aku sedang mencoba untuk kembali bertumbuh setelah sekian lama mati suri. 


Mungkin aku akan memulainya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. 

Sejauh ini aku hanya berdoa untuk hal-hal yang lumrah dan umum saja. Aku tidak spesifik meminta sesuatu yang jelas dan detail. Aku tahu kalau Dia memang Maha Mengetahui, tapi katanya apapun yang kita inginkan harus diucapkan secara rinci. 


Tentang keluarga. 

Aku ingin lebih dekat lagi dengan mereka.

Tapi seberapa kuatpun aku berusaha untuk melakukan hal-hal baik, semua itu tidak akan pernah menghapus ingatan mereka tentang masa laluku yang buruk. Aku sadari itu, aku mengakui semua itu. Tapi itu adalah masa lalu. Aku tidak bisa kembali ke masa lalu dan menghapusnya. Yang bisa aku lakukan adalah memulai hal baik dan meneruskan kebiasaan-kebiasaan baik itu untuk sesuatu yang mungkin menambah beberapa memori diingatan mereka yang masih mau menerimaku. 

Aku tidak ingin diterima apa adanya oleh mereka. Aku masih ingin didengar, dinasehati, dibimbing, diarahkan, diajak dan ditegur. 

Mungkin umurku memang tidak pantas lagi untuk diperlakukan seperti itu. Tapi pada kenyataannya aku masih membutuhkan semua itu. Karena aku melewatkan momen itu sekian lamanya. 

Aku terlahir dengan cara berpikir yang berbeda dan memilih jalan yang aku inginkan sendiri. Hingga pada akhirnya aku harus berjuang keras menjalani kehidupanku sendiri. 

Dan sekarang aku merasa sedikit lelah untuk terus memendam perasaan dan keinginan yang ingin terlihat kuat dan bisa berdiri sendiri. Karena pada kenyataannya aku tidak bisa hidup sendiri. 

Aku tidak terlalu berharap kepada keluargaku, karena mereka juga manusia biasa. 

Saat mengharapkan sesuatu dari manusia, maka aku selalu menyisakan satu ruang untuk menyimpan rasa kecewa. Tapi harapanku semoga saja ruang untuk kecewa itu tidak terisi. 


Tentang pasangan.

Di sini konteksnya seseorang yang bisa aku ajak hidup bersama sampai akhir nanti. 

Dengan segala kerendahan dan kekurangan yang aku miliki, dengan segala pemikiran-pemikiran rumit yang aku punya, dengan segala sesuatu yang ada di dalam diriku, rasanya tidak mungkin untuk aku kembali menjalin sebuah hubungan yang benar-benar serius. Komitmen itu seperti satu pintu yang tidak akan pernah aku masuki lagi. Lebih baik aku terus berdiri di depannya daripada memasukinya untuk sesuatu yang besar kemungkinannya akan merusak dan menghancurkan banyak hal yang aku pertahankan. Karena semuanya dimulai dari rasa traumaku bersama perempuan yang tidak pernah merasa bersalah itu yang melihatku sebagai lelaki bodoh. Aku memang tidak pernah bersuara, tapi jika dia terbakar dan hanya aku yang mempunyai air, maka aku akan meminum habis air itu di depan matanya dengan sukacita sampai dia dilahap api hingga menjadi abu dengan nyata, dan aku akan menyalakan abunya untuk beberapa perayaan besar di dalam hidupku.  

(Sub: Nugraha is My Name part 2 alinea 11).


Makanya untuk saat ini aku lebih memilih sendiri untuk waktu yang lama, selama mungkin pun aku tidak akan mempermasalahkannya. Daripada harus gonta-ganti pasangan dan menurunkan standarku hanya untuk menghilangkan kesepian. Akan aku gunakan kesendirian ini sambil memperbaiki diri sebaik-baiknya, agar setelah ini jika dipertemukan dengan seseorang lagi, aku bisa belajar memahami kebodohanku dulu agar tidak terulang lagi.


---


Tapi pada kenyataannya kita terlahir sendiri, di alam kubur pun akan sendiri. 

Lalu, kesepian macam apa yang kita takutkan? 

Sabtu, 01 Juni 2024

Nugraha is My Name (Part 33)




PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 

 

-------


Biarkan kosong, aku tidak ingin menyukai

seseorang lagi.

Biarkan kosong, aku tidak ingin lagi menyakiti diriku sendiri.

Biarkan kosong, aku tidak ingin memberi kesempatan kepada siapapun lagi.

Biarkan kosong, aku tidak ingin berharap pada apa yang tidak akan pernah menjadi milikku.


-------


Dari aku yang menghamba untuk yang Maha

Kuasa, aku meminta dengan segala tabiat baik dan buruk yang tertanam padaku, dalam diriku dan segala sesuatu yang tidak terlihat oleh orang disekitarku juga dengan semua kurang yang melampaui kapasitasku. 

Seandainya aku diizinkan untuk mencintai lagi, aku tidak ingin hidup dalam cinta yang melebihi batas. Lebih baik aku hidup dalam kesendirian untuk seumur hidupku daripada harus bertemu dengan orang yang tidak tepat lagi. Aku bukan manusia sempurna, aku juga tidak berharap untuk bertemu dengan orang yang sempurna, tapi setidaknya ada satu garis persamaan yang membuat semuanya akan menjadi sempurna. 


Trauma itu wajar, tapi bukan berarti tidak akan mengalaminya lagi. Karena dari rasa trauma aku bisa menjadi orang yang lebih peka dan hati-hati lagi. Bahkan saking hati-hatinya aku tidak pernah rela untuk menjalin sebuah hubungan yang serius dan berkomitmen lagi. 

Hingga terlalu lama aku mencintai diriku sendiri. Menjaga jarak dan menjauhkan perasaanku dari hal-hal yang sekiranya akan merusak langkah dan melemahkan semangat hidupku lagi.  


Seiring berjalannya waktu, aku baru menyadari bahwa aku terlalu fokus mencintai diriku sendiri, hingga aku lupa bahwa aku pun memiliki kehidupanku yang lain. 

Aku terlalu sibuk belajar mencintai diriku sendiri, aku lupa balwa aku juga harus memberi kebebasan pada diriku yang lain. Aku lupa belajar untuk memberikan ruang agar aku bisa menikmati duniaku sendiri. 

Aku terlalu menjaga perasaanku, hingga aku abaikan fakta bahwa aku harus mengembalikanku pada asalku, pada orang-orang di sekitarku, pada kebiasaan dan keseharianku. 

Aku terlalu mabuk dengan kebersamaan ini dan tidak pernah menyadari bahwa sejatinya sedekat apapun aku dan diriku, aku tidak akan pernah menjadi hak atas diriku sendiri. Meskipun aku mempunyai kendali untuk diriku sendiri, tapi setiap diri ada diri yang lain beserta keinginan dan harapan juga mimpi-mimpi yang selama ini sempat tertidur dengan cukup lama. 


Tentang orang-orang yang seharusnya ada di tengah jalan untuk menungguku datang dan berjalan bersamanya, aku tidak lagi berekspektasi kepada mereka. 

Karena seiring berjalannya waktu semakin aku paham dan mengerti, ternyata untuk memahami pola pikir seseorang itu cukup sederhana.

Kalau dia tidak begitu memperjuangkanku, berarti dia tidak begitu membutuhkanku dalam hidupnya. Kalau dia tidak ingin terlalu tahu tentang hidupku bahkan tidak menanyakan kabar juga tidak menghubungiku, artinya dia tidak menginginkan perjuanganku. Kalau dia membuatku bingung dengan sikapnya, artinya orangnya bukan aku atau mungkin orangnya memang aku tapi ada di pilihan yang ke sekian. Dan ketika seseorang menjadikan diriku sebagai pilihan, aku akan membantunya mempersempit pilihannya dengan menghilangkan diriku dari pilihannya, bahkan dari hidupnya sekalipun. 


Dalam perjalananku menuju suatu tempat, aku akan banyak bertemu orang lalu lalang, menemukan banyak pemberhentian, menemukan banyak persimpangan, menemukan lubang yang terkadang membuatku sedikit terpental, dan menemukan banyak hal lainnya yang diluar dugaan. 

Tapi di samping itu semua, aku akan tetap belajar fokus pada perjalanan dan melewati itu semua dengan berbagai cara hingga akhirnya aku sampai pada tujuan.

Sehati-hati dan sebaik apapun aku melangkah, tetap saja akan banyak rintangan, banyak yang memaksaku agar berhenti sejenak, banyak jatuhnya, banyak patahnya. 

Tapi sejatinya ini memang yang disebut sebuah perjalanan, seberat apapun rintanganya, aku tetap harus fokus pada apa-apa yang sudah

menjadi tujuan. Lelah boleh, menyerah jangan.


Tentang perasaanku.

Aku tidak lagi terlalu memfokuskan akan menjadi milik siapa jadinya. Entah nantinya akan bertemu lagi dengan orang yang tepat atau memang tidak akan pernah sama sekali. Tapi aku akan tetap menanamkan juga memupuknya hingga membagikan sedikit dari rasa sayangku untuk orang-orang yang memang pantas menerimanya. Mereka tidak harus selalu orang yang akan menjadi pasanganku, aku bisa memberikannya kepada siapapun yang ingin aku kehendaki. Rasa sayang itu luas tidak hanya untuk satu orang seperti cinta yang selalu membingungkan dan membuat semuanya rumit. 


Aku bisa menyayangi siapapun yang aku temui tanpa terbatas karena itu adalah sebuah kepedulian yang selalu menjadi bagian dari jati diriku yang mungkin tidak akan pernah mereka temukan dari orang lain selain diriku. Tapi aku akan tetap menolak untuk mencintai mereka siapapun itu yang datang untuk sebuah hubungan. 


---


Dan pada akhirnya yang harus kita jaga adalah:

Hati, agar tidak berbangga diri.

Pikiran, agar tidak berburuk sangka.

Mata, agar tidak memandang rendah.

Mulut, agar tidak berkata buruk.

Telinga, agar tidak mendengar fitnah.

Langkah, agar tidak salah arah.

Karena kita tidak bisa mengubah dunia ataupun seseorang. 

Maka yang bisa kita lakukan hanyalah mengendalikan diri kita sendiri.