Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2024 by Personal Blog & Google

Senin, 04 November 2024

Nugraha is My Name (Part 42)



PERINGATAN !


Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 

Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 


-------


Dari sekian banyak manusia yang pernah aku temui, aku bisa kembali belajar bahwa perilaku dan sikap setiap orang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan yang berawal dari harapan mereka. Karena ketika harapan itu terwujud, maka keinginan dan kebutuhan akan terpenuhi. Dan semua itu tergantung bagaimana sikap orang tersebut. 

Banyak orang yang berpura-pura, entah itu baik atau bahkan berpura-pura jahat. Tentang kebiasaan baik dan buruk seseorang juga tergantung di mana mereka berada. Kalau aku pribadi, semuanya tergantung lingkungan termasuk orang-orang yang ada di dalamnya bukan lagi tentang keinginan apalagi sebuah harapan. 

Masalahnya, aku adalah orang yang bisa membaur dan cepat beradaptasi dalam keadaan apa pun. Tidak sulit bagiku untuk menyesuaikan diri jika harus disatukan dengan berbagai macam kalangan. Semuanya aku pelajari dari orang yang selama ini tidak pernah aku sukai, yaitu Ayahku. Bahkan kalau boleh mengakuinya, aku banyak mengambil sifat-sifat Ayahku untuk diterapkan dalam kehidupanku sehari-hari. Entah itu caranya bersosialisasi, berbicara, berargumen, berdebat, menyangkal, memberi arahan dan saran, berpendapat berdasarkan logika-logika yang pada awalnya memang sulit untuk diterima tapi pada akhirnya jika dipikir lebih dalam lagi ternyata memang benar seperti itu seharusnya. Aku jadi berpikir kembali, sebenarnya aku ini tidak menyukainya atau justru malah mengaguminya?

Kalau banyak sifat yang sama di antara kita,kenapa aku selalu tidak ada rasa nyaman jika berada di dekat dia? 

Ketika menulis ini aku malah menjadi bingung dan sedikit berpikir, jangan-jangan aku ini adalah gambaran kegagalan dari dalam dirinya? Versi lain dari dirinya? 

Tapi aku tidak pernah ingin seperti dia. Aku tidak pernah ingin menjadi dia. Aku tidak mau disebut mirip seperti dia. 

Terbukti aku bisa memperlakukan anak dengan lebih baik, tidak seperti dia. Eh, tapi anak itu bukan darah dagingku. Apakah ketika aku mempunyai anak dari darah dagingku sendiri aku akan memperlakukan anakku seperti Ayahku memperlakukanku? Tidak mungkin. Yang bukan darah dagingku saja aku bisa memperlakukannya dengan sangat baik. Bahkan melebihi rasa sayangku kepada orang-orang sebelum dia juga kepada orang-orang setelah dia yang pernah aku temui. 


Aku bisa benar-benar mengakui dengan rasa percaya diri yang tinggi bahwa pada kenyataannya aku memang orang yang gagal menjadi seperti dia. Tapi aku lebih baik dari dia, karena aku bisa menyempurnakan apa yang pernah gagal dia lakukan kepadaku, dulu, dengan cara memperlakukan anak bukan sesuai keinginanku melainkan keinginan anak itu sendiri tapi atas dukungan penuh dariku. Ya, sebagai seorang anak, kami hanya membutuhkan dukungan dari orang tua secara menyeluruh dan penuh juga tulus. 

Tapi semuanya sudah berlalu. Meskipun membekas, tapi aku sudah melupakan apa yang aku inginkan dulu. 


***


Dokter bertanya tentang perjalanan hidupku sejak usia 21 tahun sampai sekarang. 


*Flashback.

Masa remajaku sudah berakhir dan perjalanan masa dewasaku baru dimulai.


Pada saat usiaku yang ke-21 itu tahun 2013. 

Aku kembali mengingat banyak hal yang aku lakukan pada masa itu. Bertemu dengan banyak orang, pergi ke berbagai tempat, mencoba melakukan banyak hal, tentu saja sedang belajar tentang bagaimana dunia ini berjalan. Mungkin sedikit berlebihan jika aku tulis di sini. Tapi pada kenyataannya sejak 2013 sampai tahun 2017 adalah masa di mana aku benar-benar menikmati keindahan dunia yang sesungguhnya tanpa memperdulikan banyaknya risiko dan hal-hal yang akan merugikan. Aku terlalu fokus untuk kebahagiaan yang menurutku pada saat itu benar-benar membahagiakan. 

Uang yang selalu ada, cinta yang mungkin tidak pernah bisa disebut cinta,  teman-teman yang hampir dari semua kalangan aku memilikinya, tapi aku jauh dari keluarga. Karena tujuan utamaku pada saat itu adalah memang ingin jauh dari keluarga. 


Tinggal di berbagai kota dan sudah pasti bertemu dengan orang-orang yang selalu berbeda pula. Hingga akhirnya pada tahun 2017 aku bertemu dengan seseorang yang hingga saat ini masih ada ikatan dengannya. 

Fokusku mulai tertuju kepada satu orang sejak saat itu. 

Kami hidup dengan lika-liku hubungan percintaan pada umumnya. Menjalani semuanya dengan mengalir. Tapi aku tetap hidup dengan menjadi diriku sendiri, menjalani kehidupan dengan apa adanya diriku. Sebenarnya banyak perubahan yang terjadi dalam hidupku, dan tentu saja ada banyak hal pula yang membuatku semakin matang untuk berpikir, berperilaku, menerima banyaknya kenyataan hidup yang mungkin jika itu terjadi beberapa tahun sebelumnya belum tentu aku sanggup untuk menerimanya. Aku juga bisa dengan cepat beradaptasi dan menyelesaikan berbagai macam masalah yang ada. Karena hidupku dalam setiap fasenya sudah pasti berkembang dalam hal berpikir dan memutuskan juga penerimaan. Dia sudah tahu itu semua. Hingga pada akhirnya fungsi seorang pasangan selain untuk memenuhi sebuah hasrat sebenarnya sudah tidak dibutuhkan lagi. Karena apa-apa aku bisa sendiri pada saat itu. Apa-apa bisa sendiri di sini bukan berarti aku mengabaikannya. Justru dengan segala sesuatu yang aku bisa, bukan hanya diriku sendiri yang bisa aku urus, dia pun sebagai pasangan bisa aku kendalikan dalam artian cara dia berpikir, memutuskan dan apa pun itu pasti ada andil aku di dalam hidupnya. 

Karena kemampuan yang aku miliki, bagaimanapun keadaanku dan apa pun masalah yang sedang aku hadapi, dia selalu menganggap bahwa aku mampu untuk menerima dan menyelesaikannya seorang diri. Hingga pada akhirnya dia terlalu asyik dengan kehidupan dia bersama teman-temannya. 


Benar, aku bisa apa-apa sendiri. Tapi pada saat itu aku sedang patah hati oleh Ayahku sendiri. Tahun 2022 adalah tahun di mana aku merasakan sakit hati oleh seseorang yang seharusnya menjadi penyemangat dan pemberi support untukku, yaitu Ayahku. 

Patah hati oleh gebetan tidak akan ada apa-apanya, bahkan bisa diobati dengan cara mencari gebetan lainnya. Kalau sudah patah hati dan kecewa oleh seorang Ayah, aku harus berbuat apa? Apakah aku harus mencari Ayah yang baru? Aku menyebutnya patah hati terberat selama hidupku kala itu. 

Dan yang membuat perasaanku semakin hancur adalah sosok pasangan yang seharusnya menjadi orang yang bisa membantuku melewati masa-masa itu malah menganggap bahwa aku akan kembali baik-baik saja dengan cara dan kebiasaanku yang bisa mengatasinya seorang diri. Aku tidak paham kenapa semua itu bisa terjadi.

Aku tidak akan membahas tentang pengorbanan. Karena yang namanya sebuah hubungan pasti akan ada yang namanya saling berkorban untuk satu sama lain. Tapi sejak saat itu perasaanku terhadapnya tidak lagi sama seperti sebelumnya.


Setelah kejadian itu kami tidak lagi tinggal bersama. 

2022 - 2024. Selama 2 tahun aku berusaha dan terus mencoba untuk menumbuhkan kembali perasaan itu. Tapi aku tidak pernah bisa. Aku tidak membohonginya tentang sebuah perasaan, karena dia sendiri pun sudah mengetahui dan menyadari apa yang membuat perasaanku tidak lagi sama seperti dulu. 

Dan semakin ke sini semakin aku tidak bisa melihat perubahan yang selama ini aku harapkan darinya. Aku mempunyai seorang pasangan, tapi aku malah merasa semakin kesepian.


Fungsi seorang pasangan untuk apa lagi? 


Bertahun-tahun kita hidup bersama dalam satu atap. Apakah dia sadar dengan gangguan tidurku yang tidak baik? Apakah dia peduli dengan kesehatan mentalku yang sedari dulu hancur? Selain aku harus menurunkan standar cara berpikirku hanya agar bisa menyamainya, apakah dia pernah mendengarkan apa yang aku sampaikan? Bahkan semuanya bukan asal ucap atau pendapat dan pandangan belaka tanpa logika, tapi aku selalu mencurahkan segala pemikiran terbaikku untuknya. Dan semua itu sia-sia. 

Lalu, untuk apa lagi sebuah hubungan ini berjalan?


Apakah aku memiliki kekurangan? Tentu saja ada. 

Aku sudah bertanya kepadanya. Dari semua kekurangan yang aku miliki, kekurangan apa yang menurut dia paling  "oh ini kekurangan kamu". 

Jawabannya: 

"Menurut aku segala sesuatu yang kamu inginkan musti buru teruturuti dalam artian bukan masalah materi ya,,.

Kamu ga bisa hidup sendiri

Kamu butuh orang buat orang buat cerita ini itu."

"Kekurangan yang paling aku takut kamu ga respek lagi,, kamu orangnya ga bisa kesepian".


Ya, yang pertama nyambung. Aku memang apa-apa selalu ingin segera dilakukan. Aku tidak tahan jika segala sesuatu harus ditunda-tunda. Entah hal-hal sederhana atau mungkin itu sesuatu yang besar. 

Tapi baca geura nu kedua, geus teu nyambung kan? 

Tah, kebayang teu cape na abi kumaha? 


Aku suka menyendiri tapi ya memang benar juga aku tidak suka kesepian. 

Tapi bukan itu yang aku maksud. 


Aku yang selalu memiliki cara berpikir cepat dan mencari solusi juga cara menyelesaikannya, sedangkan dia? 


Itu salah satu contoh. 


Skip.


***


Dalam sebuah hubungan itu tidak ada yang sempurna. 


Aku beberapa kali bertemu dengan orang-orang yang baru. Dalam kurun waktu 2 tahun ini setelah kejadian di 2022, aku bertemu dengan beberapa orang. Tapi hanya ada 4 orang yang sampai saat ini pun mungkin kalau aku mau mencoba untuk memulai sebuah hubungan dengan mereka ya bisa saja. 


Pertama, si 2022. 

Dia adalah seseorang yang membantuku melewati masa-masa sulit pada saat aku patah hati oleh Ayahku dan kecewa karena pasanganku yang malah asyik dengan dunianya sendiri. 

Sempat renggang tanpa sapa bahkan beberapa saat menjadi asing. Tapi sejak 7 bulan ke belakang kami kembali akrab dan beberapa kali menghabiskan waktu bersama. Dan dia adalah saudara jauhku. Dia tahu bagaimana perasaanku kepadanya sejak dulu, tapi aku meyakinkan dia bahwa perasaanku kepadanya yang sekarang sudah tidak sama seperti dulu. Itu suara bibirku, suara hatiku? Hanya Tuhan dan orang-orang tertentu saja yang tahu. 


Kedua, si 2023. 

Dia hadir dalam keadaanku yang sedang tidak baik-baik saja karena aku kembali dijauhkan dari anak lagi dan patah hati kedua kalinya oleh Ayahku. Itu bulan September. Kita sering bertemu secara tidak sengaja dan sudah pasti kita sudah saling mengenal sebelumnya. Tapi baru 2 kali kita menghabiskan waktu bersama. September 2023 dan bulan September 2024 ini. Hubungan kami baik-baik saja. Dia juga sudah pernah tahu bagaimana perasaanku kepadanya, dulu. Sekarang? 


Ketiga, si awal 2024.

Dia adalah seorang pengajar dan sarjana S2. 

Tentu saja kami sangat nyambung saat mengobrol. Bahkan tidak pernah ada satu topik pun yang ketika kami membahasnya menjadi basi. Kita bisa sama-sama saling mengimbangi. Tapi ketika dia mengatakan bahwa aku hanya akan menjadi seseorang yang sementara di perjalanan hidupnya, aku tidak bisa untuk berpura-pura setuju dengan rencananya itu. Meskipun bisa saja aku sekarang menemuinya lagi, tapi aku sudah terlanjur mengecewakannya. 


Keempat, si bulan lalu.

Aku sedang mencoba untuk mengenal pribadinya lebih dalam. Aku juga sedang berusaha untuk membuka diri dengan kejujuran yang sedikit demi sedikit aku ungkapkan kepadanya. 

Sejauh ini berjalan dengan baik. Tapi aku tidak berharap banyak kepada orang yang baru. Aku sudah tahu dan sudah paham bagaimana dunia ini berjalan. Jadi aku sedang mempelajari juga agar aku tidak kecewa dengan sikap yang sejatinya sangat penting untuk aku lakukan. 

Lagi pula dia bukanlah orang yang pertama. 

Aku sudah mengenal banyak orang dengan berbagai macam karakter unik yang mereka punya. 


***


Dokter pun bertanya, dari kelima orang ini, yang manakah orang yang membuat hidupku bahagia pada saat ini?


Jujur saja, untuk saat ini si 2022 masih menjadi orang yang pertama. Karena aku merasa berhutang kepadanya karena pernah membantuku melewati masa-masa itu. 

Selajutnya si 2023 dengan alasan yang sama. 

Terakhir si bulan lalu. 


Padahal Dokter hanya meminta satu nama saja.


-----


Ternyata, dengan siapa kita saat ini tidak berarti apa-apa tanpa dampak positif yang dia berikan. Karena bukan tentang seberapa lama waktu bersama, melainkan seberapa jauh dia membantumu untuk menjadi pribadi yang lebih baik entah dari cara berperilaku dan berpikir dengan penuh rasa dan asa juga karsa. 


-----


Dampak positif dan negatif setelah bertemu psikiater dan pengobatannya.