Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2025 by Personal Blog & Google

Rabu, 21 Mei 2025

Jatuh Hati (Fase 8)





Aku pernah berpikir bahwa hidupku tidak mengapa jika memang harus sendirian. Apa-apa sendiri, ke mana-mana sendiri, melakukan banyak hal sendiri, menyelesaikan masalah sendiri, bercerita kepada diri sendiri, membahagiakan diri sendiri dan sampai akhir hidupku pun aku sudah siap jika memang harus sendirian. Lagi pula, di alam kubur pun aku akan sendiri. Lantas, kesendirian apa yang aku cemaskan? 

Tapi pada kenyataannya di tengah perjalanan alam semesta yang riuh ini aku tidak bisa berjalan sendiri.


Mungkin banyak hal yang bisa aku lakukan sendiri.

Tapi ini tentang perasaan dan rasa yang tidak bisa aku hindari meskipun masih dalam batasan dan tetap dalam kendali.

Aku yang masih jatuh sejatuh-jatuhnya kepada orang yang itu-itu saja.

Aku selalu berusaha untuk mencari orang yang baru, tapi entah kenapa rasanya standar dia itu sudah menjadi patokan untuk orang-orang yang aku temui di kehidupanku sejauh ini. 

Memang, semua orang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Aku yang sejak pertama melihat dia saja sudah jatuh hati dengan kepribadian yang dia miliki bukan dari fisik apalagi hartanya.

Mungkin aku akan berlebihan jika aku mengatakan bahwa sekalipun hidupku berantakan dan banyak masalah juga serba kesusahan bahkan mempunyai segala hal di dunia ini akan lebih baik lagi jika ada dia di dalam kehidupanku. 

Aku ingin dia. 


Tapi, apa yang akan aku lakukan jika keinginan itu sudah aku dapatkan? 

Apakah rasanya akan tetap sama seperti sekarang? 

Justru aku takut jika pada akhirnya nanti aku yang malah meninggalkan apa yang sudah aku dapatkan. 

Sebenarnya aku juga sama bingungnya. 

Aku mau dia, tapi aku takut kehilangan dia dan bahkan lebih takut jika aku mengecewakan dan menyakitinya. 


Sekarang aku sedang ada di tahap hanya ingin dekat dan mempunyai hubungan yang baik-baik saja. Tidak harus selalu bersamanya, tapi aku ingin dia ada ketika aku membutuhkannya. Apa mungkin ini yang dinamakan egois? Ataukah mungkin aku sedang ada di fase kebingungan? 

Aku sedang tidak mengerti harus dengan cara apa aku memutuskan. 

Seperti yang sudah-sudah. 

Ketika aku sedang bahagia dan ataupun aku sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, aku selalu ingin dia ada di dalam cerita itu. Aku ingin berbagi semua perasaan itu dengannya. 

Begitupun sebaliknya.

Aku selalu ingin ada dalam kehidupannya yang sedang dalam keadaan sulit ataupun senangnya dia. Sejauh ini hanya sebatas itu yang bisa aku lakukan setelah sekian lama bersamanya. 


Aku tidak pernah ada keinginan sedikit pun untuk memilikinya. Itu seperti bukan diriku yang egoisnya sudah tingkat dewa. Aku yang pribadi tidak suka dikekang dan diatur. Aku juga tidak akan pernah mengekang dan mengatur kehidupan orang lain. Aku hanya ingin hal yang sederhana saja. Ke mana pun aku pergi dan sedang apa pun aku, dia tetap ada. Tidak harus selalu di sampingku dan selalu terlihat, tapi dia tetap ada di hati walau hanya sebatas asa. 


Apakah akan ada saatnya di mana aku harus meninggalkannya? 

Ke mana pun aku pergi, sejauh apa pun aku berjalan, sekencang apa pun aku berlari, aku tidak akan pernah mengatakan selamat tinggal. Karena selamat tinggal itu tidak pernah nyata. Pada akhirnya aku akan selalu menunggu dan tetap berdiri juga sesekali terduduk hanya untuk sekadar berbalas pesan atau bercerita juga bertemu dan melakukan hal-hal random yang biasa kita lakukan seperti biasa. 


Apakah dia istimewa? 

Aku pikir, iya. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan juga semua beban yang dia tanggung, rasanya dia cukup istimewa. Karena dia jauh lebih baik dariku dengan bagaimana dia menjalani hidup yang sudah pasti tidak selalu baik-baik saja pun dia tetap tegar berdiri dan terus berjalan tanpa mengeluh apalagi berhenti. 

Aku sudah mengetahui banyak hal tentangnya sejauh ini. Apa yang membuat dia bahagia, apa yang membuat dia resah, apa yang membuat dia takut, dan banyak hal yang aku ketahui tentangnya. 


Apakah aku istimewa? 

Aku hanya istimewa menurut diriku sendiri. 

Bagi orang lain? 

Tidak ada yang istimewa dariku. 

Aku tahu akan banyak orang yang pergi setelah mengenalku lebih dalam. 

Masih banyak hal yang hanya bisa aku simpan sendiri agar orang-orang tidak menjauh, termasuk dia. Itulah istimewanya diriku yang hanya aku yang bisa paham apa keistimewaanku, yaitu bisa seperti udara yang mampu berada dalam ruang dan waktu apa pun. 


Apakah ada yang lebih baik darinya? 

Mungkin akan ada.

Tapi, seindah apa pun di depan mata, tidak akan pernah mampu mengalahkan yang ada di dalam hatiku, dan keindahan itu adalah dirinya yang tetap bertahan dalam rasa tanpa akan pernah berubah hanya dengan adanya sesuatu yang indah di depan sana. 


Mungkin hingga saat ini aku memang hanya akan mengatakan bahwa aku tetap jatuh hati kepadanya. Aku tidak ingin terlalu jauh untuk hal-hal yang tidak bisa aku kendalikan lagi. 

Karena aku ingat kenapa aku tidak ingin jatuh cinta.

Cinta itu datang dengan membawa rasa sakit.

Ketika orang yang aku cintai hilang, rasa sakitnya tidak tertahankan. 

Kehidupanku memang dipenuhi oleh banyak cinta.

Jika aku pikirkan lagi, cinta juga yang menyelamatkanku.

Tapi, aku takut.

Karena, aku menjadi tidak ingin kehilangan apa pun. 

Makanya, aku hanya ingin bertahan di jatuh hati saja. 


...


Kadang aku merasa bingung kenapa sebuah rasa jatuh hati atau jatuh cinta itu tiba-tiba muncul kepada orang tanpa direncakan. 

Mungkin karena perasaan itu memang bukan sesuatu yang bisa diciptakan. Perasaan jatuh hati atau jatuh cinta itu bukan hasil dari berpikir keras atau hasil dari rumus logika. 

Perasaan itu muncul seperti udara. Tidak terlihat tapi nyata, tidak terlihat dari luar tapi terasa begitu nyata dari dalam sana. 

Minggu, 18 Mei 2025

Nugraha is My Name (Part 46)



PERINGATAN !



Sebelum membaca artikel ini, diharapkan agar pembaca sudah berusia 17 tahun, mempunyai kemampuan untuk menghargai dan menerima juga open minded. 


Karena artikel ini berdasarkan pengalaman pribadi dan terdapat konflik secara mendalam dari konteks, paradigma, opini dan juga akan menyertakan orang-orang yang pernah ada di kehidupan pribadi sang penulis secara jujur yang bisa dikonfirmasi secara komprehensif. 

 


-------



Banyak orang yang mengukur kebahagiaan dari uang atau materi, dan bersyukurnya aku tidak menjadi bagian dari orang-orang itu. 

Aku masih membutuhkan uang, tapi tidak menjadikannya sebagai tolak ukur untuk aku bahagia atau tidak. 

Karena pada kenyataannya yang membuatku bahagia adalah ketika aku mampu memahami dan mengerti diriku tanpa harus dipahami dan dimengerti oleh orang lain, juga aku bisa memperlakukan diriku dengan sangat baik. Tahu kapan aku harus berusaha dan paham kapan aku harus berhenti tanpa memaksakan sebuah perjalanan dengan paksaan. 

Selebihnya adalah aku tidak lagi tertarik dengan kehidupan orang lain. Entah mereka mengatakannya sebuah kesuksesan, menyebutnya pencapaian dan apa pun itu. I don't fucking care.

Aku juga bangga pada diriku yang ketika diriku yang terkadang tidak baik-baik saja tapi masih bisa memperlakukan orang lain dengan sangat baik.


Bagiku, tidak semuanya harus sampai.

Tidak semua jalan perlu aku kejar, tidak semua pintu harus aku ketuk.

Ada yang memang untuk dilewatkan, ada yang memang untuk dibiarkan tertutup.

Aku ini hanya pejalan, bukan penjaga takdir.

Kadang yang paling berani adalah yang tahu kapan berhenti. 

Aku pribadi sangat tahu dan paham kapan saat itu harus aku alami.

Apakah aku tidak takut jika berbeda dari orang lain? 

Tidak.

Sejujurnya aku tidak pernah merasa belajar atau mempelajari bagian alasan kenapa aku tidak takut jika memang harus berbeda dari orang lain. Justru aku merasa bahwa aku memang dilahirkan untuk berbeda dari orang kebanyakan, dan aku bangga akan hal itu. Entah dari cari berpikir, dari cara mengambil keputusan, mengambil banyak risiko, menjalani pilihan hidup yang sudah aku putuskan, dan banyak hal yang memang berbeda dari orang-orang yang ada di sekitar aku. 


Sekarang aku sedang berada di titik tidak se-excited dulu.

Aku sudah perlahan menerima banyak kenyataan dan keadaan bahwa banyak yang tidak bisa diusahakan dan dipaksakan.

Banyak orang yang bilang berjalanlah ke depan jangan melihat ke belakang. Banyak juga aku melihat orang yang terus berusaha keras untuk berjalan ke depan dan fokus untuk masa depan. 

Sedangkan aku mencoba untuk berhenti dan menikmati yang ada di sekitarku saja. Karena aku merasa bahwa yang terjadi saat ini adalah apa yang sudah seperti seharusnya, atau bahkan mungkin ini adalah hasil pasti dari perjalananku selama ini. 

Jadi, aku tidak mau lagi untuk mengejar dan berusaha untuk hal-hal yang tidak pernah pasti.

Begitupun dengan urusan relationship-ku. 


Aku pernah bertemu dengan banyak orang di hidupku. Tentu saja dengan banyak perasaan dan pengalaman yang menjadikanku manjadi sedikit bijaksana untuk menjalani kehidupanku mulai saat itu hingga sekarang. 


Ada hari-hari ketika aku merasa dunia ini terlalu bising untuk aku pahami. 

Lalu tanpa disengaja di tengah riuhnya dunia yang tidak aku mengerti itu aku menemukan seseorang melalui layar kecil yang bahkan tidak pernah kusangka bisa membawa suara sehangat itu ke dalam hidupku.

Semua bermula begitu sederhana.

Sebuah balasan yang tidak disengaja, sebuah percakapan yang seharusnya biasa saja. Tapi entah kenapa, diam-diam menetap di ruang hatiku yang sudah lama sepi. 

Aku mengenalmu bukan dari suara, bukan dari sentuhan, bukan dari tatapan mata. Dulu, aku mengenalmu dari jeda-jeda sunyi yang kamu isi dengan kehadiranmu yang perlahan, hampir tanpa suara tapi begitu nyata.

Kita berbicara tanpa banyak kata. Seakan mengerti bahwa rasa tidak selalu butuh penjelasan yang panjang. 

Ada ketenangan dalam kehadiranmu, seperti embun yang turun diam-diam saat dunia masih tertidur.

Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk mengenalmu melalui jendela kehidupan yang begitu nyata. 

Aku melihatmu dengan tatapan yang tidak biasa, yang bahkan tidak pernah aku lakukan seperti kepada orang-orang yang aku temui sebelumnya. 

Aku mencoba melihatmu dari banyak sisi yang tidak mampu orang lain lihat. 

Matamu melihatku dengan begitu polos tapi tersimpan banyak tanya dan rasa dari dalam sana. 

Semuanya berlalu dengan seiring berjalannya waktu. Aku yang sudah mengagumimu sejak pertama mengetahui siapa dirimu. Kamu yang masih dengan sisi misterius tapi ada magnet tersendiri yang membuatku tidak pernah bisa jauh darimu. 

Perlahan tapi pasti. 

Mungkin akan sangat menguras banyak waktu dan energi bagi kebanyakan orang. Tapi bagiku semua itu adalah bagian dari perjalanan yang tidak bisa aku hindari. 

Aku selalu merasa bahagia dengan momen-momen yang mungkin terlihat sederhana tapi begitu bermakna. Karena aku menjalani semuanya dengan begitu antusias dan penuh keyakinan bahwa akan ada masa di mana aku bisa melakukan banyak hal yang lebih denganmu yang pada saat itu sangat mustahil untuk dilakukan. 


Dua tahun berlalu.


Aku yang tidak pernah ingin untuk berhenti. 

Bahkan dari semua hal yang terjadi pun akan selalu ada dirimu dalam bayangan yang terlintas walau sepintas. 

Kita semakin dekat dan bahkan bisa lebih cepat dari yang aku perkirakan sebelumnya. 

Mungkin akan terkesan berlebihan jika aku ungkapkan di sini semuanya. 

Tapi yang pasti aku bisa sedikit menjadi diriku sendiri ketika bersamamu, dan kamu yang bisa menjadi dirimu sendiri ketika bersamaku yang tidak pernah kamu lakukan ketika bersama orang lain selain diriku. 

Aku yang bisa sedikit membuka bagian dari diriku. Kamu yang mulai terbuka akan semua hal yang menjadi beban dalam kehidupanmu yang tidak bisa kamu ungkapankan kepada orang-orang di sekitarmu. 

Melakukan dan meluapkan banyak emosi yang selama itu terpendam. 

Mungkin semua orang melihat diriku yang kuat. 

Mungkin semua orang juga melihatmu sebagai orang yang tegar. 

Tapi dalam banyak kesempatan ketika kita berdua, kita tidak lagi berpura-pura untuk terlihat kuat dan terlihat tegar satu sama lain. 

Karena aku bisa menunjukkan kelemahan-kelemahanku bahkan air mataku ketika bersamamu, dan kamu yang berani mengakui bahwa kamu juga tidak setegar itu menjalani kehidupan yang seberat itu. 

Hingga kita tidak pernah takut untuk menjadi diri kita sendiri ketika bersama. 


Banyak hal yang hanya kita berdua saja yang tahu dan paham. 

Bagaimana kita berperilaku di depan semua orang, bagaimana kita merespon banyak hal di depan orang lain, harus seperti apa sikap kita ketika bertemu dalam keadaan yang tidak semua orang akan menyadari akan hal itu. 

Mungkin itu semua terkesan backstreet. Tapi pada kenyataannya sejauh ini hanya itu yang bisa kita lakukan. 

Aku ada untukmu dan kamu ada untukku kapan pun aku butuh kamu. 

Itu semua sudah cukup bagiku. 

Aku masih tetap antusias dengan apa yang akan terjadi dengan cerita di antara kita. 


Kali ini aku juga mau menyampaikan beberapa pesan untuk orang-orang yang pernah ada dalam kehidupanku. 


Sebenarnya aku tidak ingin dikenang, aku hanya ingin mereka sadar.

Bahwa, ada seseorang yang pernah berdiri di samping kalian bahkan ketika kalian sedang tidak baik-baik saja pun aku masih bisa mengutamakan kalian, memikirkan kalian dan berusaha untuk selalu ada untuk kalian sekalipun aku sedang dalam yang serba kekurangan. 

Aku tidak akan pernah bisa membenci kalian, kalian tahu itu. Tapi aku juga mulai paham, bahwa ada saatnya di mana semua rasa lebih baik tetap tersimpan daripada terucap tapi tidak pernah dipedulikan. 

Kalian tahu, aku masih akan ada untuk kalian hanya jika kalian mulai menyadari bahwa ketulusanku tidaklah sesederhana itu.


Mungkin sudah saatnya untuk berakhir dan mungkin memang yang sudah seharusnya untuk usai atau mungkin juga hanya untuk berhenti sejenak yang entah sampai kapan "sejenak" itu akan segara berakhir. 

Kepada orang-orang yang sudah pernah ada dalam perjalanan hidupku. Kalian yang pada saat itu pernah berbagi cerita bersamaku, pernah saling menjaga, yang apa pun apa-apa bersama, mungkin ada yang hanya hitungan hari, minggu, beberapa bulan, beberapa tahun bahkan pernah ada yang bertahun-tahun kita menghabiskan waktu bersama dalam keadaan suka dan duka. Aku tidak akan pernah bisa menghapus kalian dari cerita hidupku. 

Mungkin memang benar kalian yang pergi dengan harapan akan menemukan yang lebih baik dariku, atau aku yang memilih melepaskan karena rasa sabarku yang tidak sekuat itu, semuanya kembali tentang waktunya yang sudah habis. 

Tapi aku bisa berbangga hati dan diri, karena dalam setiap kisah yang pernah kita buat bersama, aku tidak pernah menyakiti kalian dengan cara apa pun.

Kalian bisa mengakuinya dengan ikhlas bahwa itu sudah menjadi pilihan terbaik kalian. Meskipun pada awalnya memang menyakitkan untukku, tapi pada kenyataannya banyak hal yang tidak bisa kita lakukan untuk menahan apalagi memaksa orang untuk tetap tinggal. 


Apakah aku sekarang sudah seikhlas itu? 

Benar. 

Tapi terkadang aku selalu mengingat momen-momen yang pernah kita lakukan. Bahkan satu bagian yang membuat semua cerita itu harus usai pun tidak lagi menjadi penghalang untukku memaafkan kejadian itu yang hingga akhirnya aku bisa memaklumi banyak kondisi dan juga keadaan. Mungkin aku yang memang bukanlah orang yang tepat untuk kalian. Sekalipun aku berusaha untuk menembus batas maksimal, tapi sebesar apa pun keinginanku untuk mempertahankan tidak bisa menolak waktu yang membawa fase untuk mengakhiri semuanya. 


Kalau boleh aku meminta kepada sang waktu, semoga dia bersedia untuk mempertemukan lagi kita dalam keadaan yang sudah menjadi pribadi yang lebih baik. Aku tidak pernah membenci kalian, dan aku pun berharap bahwa kalian juga tidak pernah membenciku. 


---


Psikiater-ku pernah berpesan:


Maafkan semua orang yang sudah membuat kamu datang ke saya. Jauhi semua orang yang membuatmu ke sini sekalipun itu orang-orang terdekatmu. Baik itu keluarga, teman, dan siapa pun itu. 


Lalu aku pun menjawab:


Baik, Dok. 

Tapi saya sudah melupakan semuanya. 


Dia pun berpesan lagi:


Melupakan sebelum memaafkan adalah kekeliruan. Karena yang pertama harus dilakukan adalah memaafkan terlebih dahulu. Masalah belum melupakan itu tidak ada hubungannya dengan mentalmu. 


Aku: 🙂


"Aku memaafkan kalian yang dulu juga yang akan datang, dan aku memaafkan diriku yang dulu bahkan diriku yang akan datang."