Natally pergi ke dapur. Karena kamar tanpa pintu, jadi masih
terlihat ada meja makan di arah sana. Sedangkan aku masih merebahkan tubuhku
yang masih terasa lemas di kasur. Entah apa yang terjadi semalam, yang aku
ingat hanya minuman berbotol saja.
Terasa juga bekas sulutan rokok di lenganku.
Tapi kenapa aku sampai ada di kamar Natally? Tidak mungkin dia
sendiri yang memopong tubuhku dalam keadaan mabuk ke tempat tidurnya
sendirian. Begitu melihat kearah jendela, ya ampun, sudah siang. Ternyata
aku berada disebuah gedung yang tinggi. Aku langsung memakai baju.
Oh iya.
Aku tidak memakai pakaian sama sekali.
Aku mengikuti Natally ke dapur. Disana dia sedang duduk dengan
kopi yang masih panas di meja. Terlihat dari asap yang mengepul dari gelasnya. Tapi dia
terlihat sedang sibuk dengan HP-nya. Sepertinya penting. Begitu menyadari
aku menghampirinya, dia langsung menutupnya. Tapi aku tidak mau tau soal
itu. Aku mengucapkan terimakasih karena sudah memberi tumpangan semalam. Aku juga
tidak lupa meminta kontak dia yang baru, karena yang lama sudah tidak aktif lagi.
Sekalian juga aku pamit karena harus pergi ke kantor, meskipun hari ini adalah
akhir pekan, saatnya untuk istirahat dari semua pekerjaan. Tapi memang harus
aku kerjakan, karena ini sebuah pekerjaan.
*
Sesampainya di kantor, aku langsung menemui seseorang. Katanya
tamu yang datang dari luar kota. Kebetulan yang biasa menemui sedang ada urusan keluar.
Begitu kata operator yang tadi pagi menelfonku.
Dia adalah salah seorang asisten dari seorang pejabat
tinggi di Amerika. Karena aku baru pertama kali menerima tamu dan dengan urusan
yang belum tau apa urusannya. Aku hanya memperkenalkan diri, begitu pun
dia.
Albert namanya. Usianya sekitar 30an,keturunan latin. Setelah saling
memperkenalkan diri, lalu kami masuk ke sebuah ruangan yang memang biasa
digunakan untuk menerima tamu. Disana dia menjelaskan alasannya menemuiku.
Benar saja, tidak jauh dari sesuatu yang aku kuasai, dan sudah jelas pula yaitu tentang
administrasi keuangan. Dia mengajukan sebuah proposal, lebih jelasnya perihal
kerja sama. Saat aku baca dengan rinci, ternyata atasannya meminta bantuan agar
bisa membantu urusannya. Disitu juga tertulis berapa jumlah biaya yang akan
dia berikan, sangat besar menurutku. Tapi aku tidak membacanya sampai selesai.
Kemudian aku meminta izin beberapa saat untuk menelfon atasanku, karena Albert ingin
keputusannya saat itu juga.
Setelah aku menelfon atasanku, Mr Adam, ternyata dia
menyetujuinya. Dia meminta agar aku langsung menandatangani surat itu.
Albert pun bergegas pamit.
Sedangkan aku menuju ruangan kerjaku untuk menyimpan berkas
itu.
*
Sore hari.
Ketika aku sedang duduk santai di sofa sambil menonton acara musik favoritku, tiba-tiba telfonku berdering. Ternyata itu adalah Mr Adam.
Dia
ingin aku menemuinya di café yang tidak jauh dari apartemenku. Ah, padahal aku
kan sedang bersantai. Tapi mau bagaimana lagi, kalau urusannya dengan Mr Adam
aku tidak bisa menolak, apalagi dia adalah atasan ku.
Hanya berjalan beberapa blok, aku sudah sampai di sebuah café
yang tadi diberitahukan oleh Mr Adam. Dia tidak sendirian, ada seorang
perempuan juga seorang pria. Aku masih mengingat semua wajah itu. Mereka adalah Mrs Anne dan
Albert.
Ada apa ya? Sampai mendadak begini mereka meminta agar
aku menemuinya. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung menyapa mereka dan duduk. Saat itu juga aku bertanya ada urusan apa sehingga aku di telfon untuk
datang. Pentingkah?
Kemudian Mrs Anne menjelaskan dengan rinci permasalahannya.
Disambung Mr Adam, dia juga melanjutkan rincian yang tadi disebutkan oleh Mrs
Anne.
Aku hampir tidak percaya, ternyata aku akan diikutsertakan dalam pelatihan untuk bekerja di lapangan, aku tidak akan bekerja di
belakang meja lagi. Dengan beberapa pertimbangan hingga akhirnya
aku harus siap mengikuti latihan itu. Tentu saja ini juga sudah disetujui oleh
atasan mereka (Mrs Anne dan Mr Adam), yaitu Mr X (aku tidak pernah tau yang mana orangnya dan siapa nama aslinya).
Oh iya, aku pernah bertemu dengan ketua intelegen dimana tempatku bekerja. Tepatnya bulan kedua saat pertama masuk. Dia orangnya tegas dan
sangat to the point, tanpa basa basi juga. Dia mengingatkanku agar benar-benar total dalam bekerja dan disiplin
tentunya.
*
Aku pun menyetujui apa yang sudah mereka sampaikan. Aku juga
menerima sebuah amplop yang berisi rincian gaji ku selama bekerja kemarin,
selain itu juga ada kertas yang isinya kurang lebih aku harus menyetujui setiap
aturan yang akan aku hadapi saat latihan nanti.
Baiklah, aku sudah siap untuk semuanya.
*
Aku tidak pernah menyimpan uang di rekening yang diberikan
oleh kedubes. Aku juga tidak pernah mengecek berapa saldo yang tersisa. Karena
sekarang aku memakai fasilitas yang diberikan dari kantor. Tapi aku menyimpan
uangku di sebuah bank swasta, tanpa kartu atm apalagi kredit atau debit.
Semuanya murni yang aku gunakan yang memang disediakan oleh mereka.
Tidak lupa juga aku selalu mengirimkan uang ke ibu yang ada
di rumah untuk sekedar membantu biaya sekolah adikku. Aku juga kalau sempat selalu menelfon ibu. Meskipun
hanya berbincang beberapa menit saja, setidaknya bisa melepas rindu.
*
Pagi, aku di jemput oleh orang yang berbadan
tegap seperti tentara. Oh, mereka memang tentara. Tapi berpakaian jas hitam
yang sangat rapih.
Ada 2 orang.
Memasuki mobil van. Dari dalam van aku tidak bisa melihat
keluar jendela, kecuali hanya ke arah depan saja. Seperti tahanan saja. Mau latihan atau
mau diculik?
Setelah van melaju sekitar 30 menit, tibalah di depan sebuah
gedung yang tinggi dan terlihat sangat luas, juga dengan penjagaan masuk yang
sangat ketat.
Setelah masuk kedalam gedung, aku langsung
dihadapkan dengan pelatih yang bernama Grandy Em, aku cukup memanggilnya G
saja. Usianya sekitar 45 tahun. Kemudian aku di arahkan ke suatu ruangan, kamar
ku. Tidak begitu luas, hanya cukup untuk tidur dengan kasur yang sangat minim
juga. Sedangkan untuk ke kamar mandi ada di ujung lorong. Ternyata bukan hanya
1 kamar saja tapi puluhan. Banyak sekali. Tapi saat itu sedang dalam keaadan
sepi, tanpa seorang pun.
Hanya ada aku dan G. Ketika berjalan ke arah blok
lain, masih ada puluhan kamar berjejer. Pasti peserta latihannya ratusan.
*
Setelah menyimpan barang bawaanku, yang aku bawa hanya tas
yang berisikan baju non formal saja. Aku pun langsung harus ganti pakaian
dengan baju yang sudah dipersiapkan.
Latihan untuk kerja lapangan? Aku penasaran sekaligus merasa
takut.
Karena aku pernah bertemu dengan orang-orang yang pekerjaannya
di lapangan. Tidak sedikit luka yang terlihat di badannya termasuk wajah. Sewaktu masih mengurusi
bagian administrasi, tidak sedikit juga biaya yang dikeluarkan untuk membiayai
karyawan yang kami menyebutnya sebagai agen yang ada masalah dengan pekerjaannya di lapangan. Kecelakaan mungkin,
pikirku saat itu.
Rasa was-was dan jantungku selalu berdebar tidak karuan, keringat
dingin mengucur.
Sambil berjalan mengikuti G, aku melihat beberapa senjata yang
terpajang di tembok lorong, tapi tertutupi oleh kaca yang terlihat sangat
tebal. Aslikah?
Untungnya rasa penasaranku tidak berlangsung lama, karena aku
langsung dihadapkan dengan banyak orang yang berada disebuah ruangan yang
sangat luas. Ada yang berwajah oriental, berkulit hitam, putih dan sudah pasti juga orang-orangnya belum pernah aku temui. Ada juga beberapa wajah asli dari Asia. Di
ruangan itu juga lengkap dengan berbagai fasilitas olahraga, ada ring tinju,
basket, ada juga dinding kaca, dan yang paling menarik adalah ada tempat
menembak yang lengkap dengan berbagai macam senjata.
*
Aku hanya berdiri dan terdiam.
Part 9
Part 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kamu disini!👇✌️😁