Official Blog of Nugi Nugraha || Member of Google Corp & Blogger - Since 2011 || Copyrights 2011 - 2023 by Personal Blog & Google

Senin, 13 Agustus 2012

Dari Cianjur Selatan (1): Pantai APRA Bersama Warganya yang Miskin



1291955162202232791Namanya pantai APRA. Terletak 2 KM dari kantor Kecamatan Sindangbarang Cianjur Selatan. Konon diberi nama APRA untuk mengabadikan penggalan sejarah pergerakan nasional pra kemerdekaan yakni Angkatan Perang Rakyat Semesta (APRA).
Ketika tulisan ini dibuat, pantai APRA lazimnya pantai selatan pada umumnya berombak besar. Namun air lautnya tidak biru, justru mirip lumpur. Menurut keterangan warga sekitar desa Saganten Kecamatan Sindangbarang, air laut tersebut memang lumpur akibat hujan dan longsor di beberapa tempat yang terjadi dalam sebulan terakhir. “Itu mah memang lumpur dari sungai sana bu (sambil menunjuk Sungai Cikadu)” Ujar Komar, warga yang tinggal di sekitar pantai. 
Selain air laut dan ombaknya yang tidak biru, pantai ini juga kotor oleh sampah. Jika tak ada deretan rumah penduduk yang terletak 500 meter dari arah pantai, mungkin pas jika kita menyebutnya sebagai pantai mati tanpa pengunjung kecuali hari raya. 
12919236911912209962
Warga yang tinggal disekitar pantai ini menempati rumah-rumah yang kelihatannya permanen dan dihuni bersama para leluhur mereka sebelumnya. Hanya saja bentuk rumahnya agak berbeda dengan rumah kebanyakan yang kerap kita lihat ditengah-tengah masyarakat. Antara pondasi rumah dengan lantai terdapat jarak 1 meter (seperti rumah Kalimantan). Lantai rumah terbuat dari papan kayu yang disusun rapi. Sedang dinding rumah terbuat dari anyaman bambu. Tidak ada jendela sehingga membuat rumah agak pengap dan gelap. Pembatas kamar juga terbuat dari anyaman bambu (gedek). Di rumah ukuran 4×7 meter ini rata-rata dihuni oleh 7 orang anggota keluarga (suami istri dan 5 orang anak). Di samping kanan-kiri rumah dengan model anyaman bambu ini memang ada satu-dua rumah yang layak disebut rumah yakni rumah yang dibangun oleh pemiliknya setelak anaknya datang dari TKW di luar negeri.
Dengan gambaran struktur rumah tersebut, tentu bisa dipastikan tidak ada fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus). Warga masyarakat biasa menggunakan fasilitas MCK umum yang mereka dirikan untuk wisatawan yang berkunjung ke pantai.
Warga sekitar pantai APRA ini menjalani hidup sederhana. Sebagian kecil dari mereka bekerja menangkap ikan dengan cara sederhana yakni menjala. Hasil tangkapan ikan tersbeut dijual di pasar. Sedangkan sebagian besar warga lainnya bekerja sebagai buruh tani musiman. “Kami takut menangkap ikan karena ombaknya besar dan hari raya kemarin ada 5 orang terseret ombak lalu mati” ujar Hasanudin.
Jadi jika tak ada musim panen, warga yang tinggal sekitar pantai hanya duduk-duduk sembari merasakan sejuknya hembusan angin laut. Sesekali mereka berharap datang orang kota dengan pakaian rapi yang mereka sebut sebagai sponsor dan mengajaknya bekerja sebagai TKW. “Kalau mau ke Jepang, kami harus bayar berapa bu” ujarnya yang mengira kedatangan kami sebagai agen penyalur TKW.